22

1.1K 68 1
                                    

Harry's POV

Wajah Sara saat terlelap sungguh damai. Aku sangat menyayanginya. Perempuan di pelukanku ini berhasil merebut hatiku sejak pertama kali bertemu di rumahnya kala itu. Awalnya aku tidak menyangka jika ia adik Liam, tapi lama kelamaan aku percaya, di satu sisi Liam juga sudah memiliki Sophia jadi tidak mungkin jika Sara adalah selingkuhannya.

Katakan aku brengsek, aku telah menyakiti hatinya dan membuat perempuan ini menangis karenaku. Aku memang salah, tetapi aku menyayanginya. Kala itu aku benar-benar cemburu melihat Niall dan Sara. Tapi setelah kupikir baik-baik, sahabatku itu tidak mungkin mengkhianatiku dengan cara merebut kekasihku.

Ingatanku kembali pada saat dirinya cutting di kamar mandi karenaku, kuulangi karenaku. Ia melakukannya karena diriku yang terlalu menyakiti hatinya. Cukup geram, terlebih lagi ketika darah yang keluar pun banyak. Berutung ia tidak pingsan. Perih melanda hatiku, akulah yang menyebabkan dirinya seperti itu. Hingga Liam pun marah sehingga enggan berbicara padaku.

Puji tuhan, semuanya membaik. Yang lebih membuatku bahagia adalah Sara kembali menjadi milikku. Aku tidak bisa berkata-kata lagi, ingin menangis. Setelah sekian lama aku memohon-mohon padanya, semalam ia menerima permohonan terakhirku di depan Directioners.

Fans terbaik, bagaimana tidak? Ribuan lightstick membentuk tulisan 'I'm Sorry' membuatku dan yang lainnya terkejut. Aku tidak merencanakan itu sama sekali. Kebahagiaanku bertambah.

Aku terus memeluk Sara, ia begitu berarti di hidupku. Oh, bahkan aku tidak bisa tidur karna memikirkan moment tadi.

Rengkuhanku melonggar ketika dirinya bergerak, Sara sedikit mengerang kecil. "Uh-hm."

"Maafkan aku membuatmu terbangun."

"Tidak apa-apa, lagipula aku sudah tidak mengantuk."

Mengedarkan pandangan ke arah jam dinding, pukul dua pagi. Kami berdua sama-sama tidak bisa tidur.

"You look sexy though."

Tanganku meraba-raba perut ratanya, lalu beralih menuju pinggangnya.

"Harry, tidak usah menggodaku. Aku sedang tidak mood untuk itu."

Perempuan ini moody sekali. "Baik."

"Aku ingin ice cream." Ucapnya tiba-tiba.

Tanganku beralih untuk mengelus rambut blonde miliknya, aroma vanilla memenuhi indra pernciumanku. "Tapi ini masih sangat pagi, sayang."

"Sara ingin ice cream sekarang." Rengeknya sudah seperti ibu hamil yang mengidam. Jika aku menikahinya suatu hari nanti, dan ia mengandung anakku, gambarannya pasti persis seperti sekarang ini.

"Kita pesan dari hotel saja ya?"

Ia mengangguk tersenyum sumringah. Syukurlah.

"Ada yang bisa kami bantu?"

"Tentu. Bisa kupesan ice cream?"

"Bisa. Untuk makanan kami menyediakan waktu 24 jam. Apa yang ingin anda pesan?"

"Dua panekuk dengan tiga scoop ice cream serta toppingnya almond saja." Aku membolak-balikan menu yang sedari tadi kupegang.

"Baik, ada lagi?"

"Tidak. Ah ya, kamar 505."

"Pesanan akan datang dalam waktu lima belas menit."

"Terimakasih."

Klik.

Kembali merebahkan diriku di kasur, aku mendapati Sara yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Dan oh, mengapa raut wajahnya seperti itu?

Simple | Harry Styles Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang