HAPPY READING
Daffa sampai di Rumah Cindy 15 menit setelah Cindy mengabarinya bahwa Leda tengah menangis, dia takut jika Falesa kenapa-napa. Dia turun dari motornya dan langsung ke pintu depan untuk memencet bel rumah Cindy, namun belum sempat memencet bel Regan keluar menggunakan pakaian formalnya sambil menatap Daffa bingung.
"Ada apa?" Tanya Regan penasaran.
"Lesa." Jawab Daffa singkat, Regan mengangguk paham, dan dia pun memberitahu Daffa jika Lesa sedang berada ditman belakang rumahnya bersama adiknya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun Daffa langsung masuk dan menghiraukan keberadaan Regan.
Daffa perlahan membuka pintu kaca dan berjalan menuju ayunan yang dimana disana ada Lesa dan Cindy tengah duduk bersama.
"hey." Sapa Daffa lembut sambil mengelus rambut Lesa.
Lesa terkejut mendapati Daffa ada dibelakangnya, Lesa hanya memandang Daffa dengan Tatapan rumit. Cindy yang paham situasi pun mengundurkan diri dan membiarkan kedua pasang manusia itu berbicara.
Daffa duduk dibekas Cindy, dia menatap Lesa lembut dan hangat, membuat Lesa kembali terisak dan menangis, Daffa tentu bingung namun tak urung dia memeluk Lesa dan membiarkan Lesa menangis di pelukannya.
Lesa mengurai pelukan mereka, Daffa pun menatapnya dengan tatapan bingung, dia menghapus jejak air mata Lesa diwajah cantik Lesa itu.
"ada apa??" Tanya Daffa, sambil memeluk Lesa dari samping.
"aku iri sama Arsya, kok aku ngga seberuntung dia?" Ucap Lesa lirih.
Daffa tertegun, dalam pikirannya dia berfikir Lesa menyukai Awan, "iri? kamu suka sama Awan?" Tanya Daffa berusaha berbicara dengan lembut walau aslinya dia tengah dilanda cemburu.
Lesa menggeleng pelan, "Engga, mana mungkin aku nikung sahabat aku sendiri Daf. aku iri sama Arsya karena dia bisa dapetin cowok yang dia suka juga, terlebih aku lihat rasa sukanya Awan lebih besar ke dia, aku iri karena itu."
Daffa menghela nafas panjang, sekarang dia tau apa yang Lesa maksud. dia sebenernya tau dan paham, namun Daffa ngga bisa buat nentang takdir Tuhan, dia ingat Ayahnya pernah berpesan 'kamu boleh mencintainya, tapi jangan ambil dia dari Tuhannya.' Pesan dari ayahnya itulah yang membuat Daffa hingga saat ini belum berani menjalin hubungan lebih, dia tak ingin membuat Lesa semakin berharap padanya.
"maaf,,," Ucap Daffa pelan dia melepaskan pelukannya dan menatap Lesa intens, "Maafin aku, tapi aku benar-benar ngga bisa le, kamu tau kan kita beda? aku ngga bisa nentang takdir Tuhan." Ucap Daffa Lugas.
Lesa tersenyum kecil mendengarnya, "Kalau gitu kita jangan komunikasi lagi ya, dengan kamu kaya gini aku jadi selalu berharap lebih tentang kita Daf." Lesa lelah, dia menyerah jika memang Daffa tak bisa memberinya kepastian namun setidaknya jangan pula memberinya harapan.
Daffa tertegun, dia terkejut? tentu saja, dia tak menyangka Lesa akan mengatakan itu, dia terus menatap Lesa yang terus menunduk, dia bukannya tak ingin tapi memang tak bisa.
"sa.....~"
"udah, setelah aku denger pengakuan kamu tadi aku udah yakin kalau kita emang ngga harus kaya gini, terimakasih untuk hari-hari kemarin yang dimana kamu selalu ada buat aku. sekarang, biarin aku jalani ini sendiri, kita putus. mungkin lucu kamu dengernya kita ngga ada hubungan kan? ya,,,, dan yang putus itu komunikasi kita. aku harap kamu juga paham sama posisi aku sekarang." Ucap Lesa panjang lebar, dia berusaha untuk tidak menangis, setelah itu dia langsung berdiri dan pergi ke kamarnya meninggalkan Daffa sendirian ditaman belakang rumah Cindy.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗔𝗦𝗔(TAHAP REVISI)
Teen Fiction[𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁 𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐁𝐀𝐂𝐀] 𝐋𝐢𝐡𝐚𝐭𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐢𝐭𝐮, 𝐢𝐧𝐝𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐩𝐚𝐫𝐚𝐬𝐦𝐮, 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐦𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐬 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐫𝐠𝐢𝐚𝐧𝐦𝐮. 𝐆𝐞𝐥𝐚𝐩 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚 𝐢𝐭𝐮𝐥𝐚𝐡 𝐡𝐚𝐫�...