Karen's POV
"Gak usah nantang gitu dong mukanya!"
"Cepetan jalannya!"
"Udah telat, lelet lagi!"
"Buruan woy! Yang lain bisa dateng pagi kenapa kalian ga bisa?!"
Duh, telingaku panas denger teriakan-teriakan mengerikan begitu. Emang sih aku dan beberapa anak lain di sekitarku terlambat, tapi bisa kan ga bikin aku sport jantung gini tiap ngelangkahin kaki?
Aku dan 9 murid di sekitarku sedang jalan jongkok dari pagar sekolah ke halaman tempat murid baru lain berkumpul. Yap, ini hari kedua aku MOS di SMA Permata Bunda. Tadi pagi aku bangun kesiangan gara-gara ngerjain tugas MOS semalem. Jadilah aku diteriakin kejam begini bersama 9 murid lainnya.
"Tali name tag lo mau putus." Bisik seorang cowok di sebelah kananku. Aku meliriknya sekilas kemudian menunduk menatap name tagku. Buru-buru kupegang tali yang hampir putus dengan tangan kananku.
"Thanks." Bisikku pelan tanpa menatap wajahnya. Bisa-bisa kena semprot senior-senior sensi itu. Namun kenyataan berkata lain. Senior cowok yang tepat berada di sebelah kiriku mendengar kami.
"Gak pake ngobrol!" serunya.
Pada PMS semua kali ya.
***
Matahari bener-bener di atas kepala. Semua murid baru sengaja dijemur di tengah lapangan. Sebenernya mereka lagi marahin beberapa anak yang ketahuan ngejelekin panitia MOS di media sosial. Yeah, alibi mereka sekalian ngejemur kami di tengah lapangan begini. Baru 5 menit dijemur, seorang gadis yang baris di depanku mulai menunduk.
Wah, mulai ga beres nih.
"Lo pusing?" bisikku sepelan mungkin saat melihat tangan kanannya mulai mengusap kepalanya. Dia mengangguk pelan.
"Mau gue panggilin sie kesehatan?" bisikku lagi. Seorang cowok yang baris di sebelah kananku menoleh dan memerhatikan cewek di depanku. Kulirik sekilas tampang keponya dan menyadari bahwa dia yang tadi memberitahuku tali name tagku yang nyaris putus.
Oh, gue sekelas sama dia.
"Gue takut." Sayup-sayup kudengar jawaban cewek di depanku. Aku mendengus pelan.
"Lebih ngeri kalo lo dimarahin gara-gara pingsan, coy." Sahutku agak keras sedikit. Eh, tiba-tiba tubuhnya udah oleng dan jatuh ke belakang. Aku reflek menahan kedua bahunya sedangkan cowok di sebelahku langsung berlutut menahan punggungnya. Beberapa pasang mata segera menoleh ke arah kami karena gesekan sepatu kami terdengar jelas di antara barisan sepi ini. Para senior yang baris di belakang barisan langsung berlari menghampiri kami.
Eaa, drama kami udah gaul banget belom?
***
"Gue boleh join di sini ga?" tanyaku sopan pada 2 cewek yang lagi ngobrol bareng. Sekarang jam makan siang. Kini kami makan di dalam aula tertutup.
"Boleh boleh. Duduk sini nih." Laura, nama cewek itu. Aku baca di name tagnya.
"Thanks, ya."
"Gue Amanda." Cewek di hadapanku dan Laura menyodorkan tangannya ke arahku. "Gue Laura." Sambung Laura.
"Gue Karen."
"Lo dari SMP luar ya?" tanya Amanda.
Aku mengangguk. "Tepatnya dari luar daerah banget. Kalian pasti dari SMP Permata Bunda ya?" tebakku.
"Iya." Sahut Laura. "Luar daerah banget di mana emangnya?" First impressionku ke Laura : aku suka banget sama dia. Maksudnya, meski rambut kami para cewek dikepang dua dan poni pada dinaikin ke atas, Laura tetep kelihatan cantik banget. Mata hitam, hidung mancung, bibir proporsional dan kulit putihnya bener-bener kelihatan perfect menurutku. Udah gitu cara ngomongnya yang halus juga bikin dia punya nilai plus lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
RomanceHidup ini penuh suka dan duka. Semua hal di dunia ini memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Ikatan tersebut berlaku pada kisah cinta tiap manusia. Berani untuk jatuh cinta berarti berani untuk patah hati kapanpun hal itu menghampiri...