Part 10 : Plant

6.9K 569 3
                                    

Headset putihku setia menemaniku sejak 2 jam yang lalu. Udara malam menggelitik kulitku. Rasa pusing yang sejak pagi menyerang kepalaku tak kunjung sembuh. Aku menolak untuk meminum obat sakit kepala karena aku tau ada hal lain yang tak beres di kepalaku.

Jam dinding sudah hampir mendekati pukul 9 malam. Ada PR yang belum kukerjakan. Dari tadi aku mencoba untuk mengerjakannya tapi begitu aku membuka buku, aku tak bisa berpikir jernih.

Jadilah aku bengong menatap langit malam dari balkon kamarku seperti ini.

Tiba-tiba lampu kamarku mati. Saat aku hendak menoleh ke arah saklar lampu, kepalaku ditimpuk sesuatu yang tidak keras. Kulihat ke lantai dan mendapati sebuah kertas yang dibentuk bola. Aku menoleh ke arah pintu dan mendapati siluet seorang laki-laki sedang bersandar di pintu kamarku.

Itu kak Kevin.

"Kevin!" seruku heboh sambil berlari menghambur ke pelukannya. Tanganku menarik kedua headsetku.

"Kevin Kevin. Mau apa nih?" tanyanya dengan nada curiga yang dibuat-buat.

"Gue kangen sama lo."

"Gue juga sih." kak Kevin membalas pelukanku sambil bergumam seperti sedang menimang anak kecil.

"Kakaknya doang nih yang dikangenin?" suara Mama memanggilku dari balik tubuh kak Kevin. Aku segera melepas pelukanku lalu menghambur ke pelukan Mama.

"Kangen Mama juga lah."

"Sama Papa gimana?" tanya Papa yang berdiri di sebelah Mama. Aku melepas Mama lalu memeluk Papa. Tangan Papa mengelus rambutku pelan.

"Ngapain lo pasang pose galau di sana?" tanya kak Kevin.

"Gimana kabarmu... Karen? Kok mukamu pucat?" tanya Mama dengan nada panik seketika.

Papa menangkup kepalaku dengan kedua tangannya lalu memerhatikan wajahku.

"Kamu sakit?" tanya Papa.

"Ma, bibirnya putih banget Ma!" kini suara kak Kevin naik satu oktaf.

Yah, tanpa bisa menjawab apa-apa lagi, yang kurasakan selanjutnya adalah kegelapan dan ketidaksadaran.


***


Hal yang pertama kali kulihat adalah jam dinding yang menunjukkan pukul 2. Bukan jam dinding kamarku karena bentuknya yang sangat berbeda. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali, berusaha menyadari di mana aku berada.

"Di rumah sakit." Kepala kak Kevin mengisi pandanganku lalu ia menarik kepalanya dan bersandar pada sebuah kursi yang terletak di sisi ranjangku.

"Huh, maunya ngasi surprise karena kami datang tiba-tiba, eh kok malah lo yang ngasi surprise ke kami." Ujarnya sejenak lalu beranjak keluar. Detik berikutnya ia datang bersama Mama dan Papa.

"Karen sakit apa?" tanyaku.

"Ada penggumpalan darah di kepalamu. Kata kak Kevin, kamu pernah ketimpuk bola basket ya di sekolah?" terang Papa.

Ingatanku kembali pada kejadian itu. Sudah kuduga ada sesuatu dalam kepalaku.

"Karen harus operasi?"

"Ga kok, Sayang. Kata dokter, kamu bisa minum obat untuk menghilangkan gumpalannya. Kalau gumpalannya tidak sekecil itu, kamu harus operasi."

"Nah, sekarang kamu tidur dulu deh." Mama mengelus tanganku.

"Ini Karen rawat inap, Ma? Sampai kapan?"

"2 hari aja kok. Dokter cuma mau melihat perkembangan dari kerja obatnya."

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang