Hamparan pohon hijau mulai membuatku bosan. Sudah 20 menit aku menatap pohon-pohon tersebut namun tak kunjung sampai ke tujuan kami. Bis kami masih melaju standar, sadar diri akan jalan yang cukup ramai.
Aku mengeratkan resleting jaketku ketika turun dari bis. Sebagian besar murid mulai berhamburan berjalan ke sana kemari sedangkan aku hanya menunggu teman-temanku turun dan menuntunku ke manapun mereka pergi.
Sejenak kupandangi pemandangan hijau sekitar. Hamparan bukit yang menjulang tak jauh dari tempat kami menghiasi langit biru cerah. Kabut tipis yang kuperkirakan akan turun beberapa jam lagi sedikit menghalangi pandanganku ke arah dataran rendah yang baru kami tinggalkan.
"Dingin banget." Arina menggosok kedua telapak tangannya lalu menempelkan di pipinya.
"Sini gue angetin." Tiba-tiba Malvin, soulmate Ivano, berdiri di samping Arina sambil menaik turunkan alisnya.
Gawat. Di mana ada Malvin, di situ ada Ivano.
Dan benar saja. Sosok itu sedang berjalan menghampiri sahabatnya dari belakang. Tatapan tajamnya langsung menemukanku yang berada sekitar 5 langkah di depan Malvin.
Menyadari tubuhku yang membeku bukan karena udara dingin di sini, Laura menyentuh lenganku ringan lalu menggandengku menjauhi Amanda, Arina, dan Malvin. Kedua cewek itu mengerti kenapa Laura menarikku pergi. Untuk menghindarkan kecurigaan dari Malvin, mereka memutuskan untuk tetap diam di tempat mereka.
"Thanks." Ucapku pelan begitu kami sudah menjauhi mereka.
"No prob. Gue ga mau situasi makin kacau kalo lo tetep di situ."
"Mestinya gue ga ikut acara ini. Gue baru ngeh kalo Ivano pasti ikut ke sini."
"Udah ah. Kita bakal have fun sendiri tanpa perlu mikirin keberadaan dia. Oke?"
"Hhhhh." Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Aku menyesali keputusanku mengikuti acara ini. Sungguh menyesal.
"Hai cewek. Berduaan aja." Sapa kak Christo riang. Tatapanku masih kosong ke depan, tepatnya ke arah belakang kak Christo.
"Hai cowok. Sendirian aja." Balas Laura. Aku masih melamun.
"Iya nih sendirian. Gue mau sama dia biar ga sendirian." Ucap kak Christo sambil menunjukku saat mengucapkan kata dia.
"Ih gue ga mau sendirian." Sahut Laura sambil mengguncang lenganku, berniat mengajakku masuk ke dalam percakapan mereka namun aku masih tak berminat untuk buka suara.
"Dek, kesambet ya?" Kak Christo mengacak poniku, membuatku mau tak mau menatap matanya kosong.
"Dia abis ketemu Ivano." Jelas Laura kemudian sedangkan cowok di depanku membentuk huruf O dengan mulutnya.
"Kasian ya dia. Kayak mayat hidup."
Aku memukul bahu kak Christo pelan setelah dikatai mayat hidup.
"Ren, let it flow." Laura merangkulku lembut. Aku menunduk memandang tiga pasang sepatu yang membentuk lingkaran acak. Air mataku mulai menggenang lagi. Sial. Sekarang aku beneran cengeng.
Duh. Kenapa hanya dengan melihatnya saja bisa membuatku seterpuruk ini sih?
***
Kami membentuk 8 buah lingkaran. Guru-guru kami mencampur seluruh murid tanpa membedakannya sesuai angkatan. Kami mengelilingi api unggun yang menghangatkan kami. Aku duduk di sebelah Arina dan Laura sedangkan Amanda di sisi lain Laura.
Murid kelas 3 yang ada di lingkaranku sedang menceritakan kehidupannya selama di PB secara bergantian. Mereka saling menimpali cerita kawannya sedangkan kami sang adik kelas hanya mendengarkan lalu memberi sedikit tanggapan akan curhatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
RomansaHidup ini penuh suka dan duka. Semua hal di dunia ini memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Ikatan tersebut berlaku pada kisah cinta tiap manusia. Berani untuk jatuh cinta berarti berani untuk patah hati kapanpun hal itu menghampiri...