Lemariku berantakan. Tingkahku kali ini membuat tumpukan pakaianku berserakan di tempat tidur tanpa ampun. Seharusnya buku-buku pelajaranku yang terserak seperti itu namun hari ini kondisinya berbeda.
Ivano ngajak jalan.
Dan hari Sabtu.
Jantungku berdebar tak karuan lagi ketika kalimat tersebut terbatin dalam benakku. Ribuan kupu-kupu menggelitik perutku tiap mengingat wajahnya yang berseri mengajakku jalan hari ini. Memang pernah sih Ivano ngajak jalan, tapi endingnya kacau. Kuharap kali ini semuanya berjalan lancar. Tanpa sadar, aku berlari kecil ke sana kemari sebagai pelampiasan untuk kegugupanku.
"Karen."
Suara Mama menghentikan kegilaanku. Wanita paruh baya itu tersenyum hangat lalu menghampiriku. Tatapan teduhnya menenangkanku sejenak.
"Inget ya, kecelakaan kamu jadi pelajaran terbesar. Tolong jangan lagi."
"Itu bukan salah Ivano, Ma ..."
"Mama tau. Mama cuma ingetin tolong jangan sebodoh itu lagi. Janji?"
"Janji, Ma."
"Mama harus turun tangan kalo kayak gini." Mama menggeleng pelan melihat kacaunya lemariku lalu mengajakku ke kamarnya. Aku didudukkan menghadap meja rias dan Mama mulai berkreasi dengan seninya.
Wajahku dipoles dengan bedak tipis dan lipbalm. Rambutku dijalin setengah lalu diikat ke belakang. Mama menyuruhku memakai baju kasual biasa karena kami juga tidak tau akan diajak ke mana. Jadi kuputuskan untuk mengenakan sepatu kets merah favoritku.
Cowok itu menjemputku tepat waktu. Setelah berpamitan dengan Mama, aku segera menemui Ivano yang duduk manis di kursi pengemudinya.
"Hai cewek." Sapanya sambil tersenyum manis.
"Hai." Sahutku gugup.
Menyadari tatapan Ivano yang belum beranjak dariku, aku mengusap tengkukku sekilas.
"Eh? Ini kerjaan Mama." Aku menyentuh ikatan rambutku. "Alay ya? Gue lepas aja deh." Gerakan tanganku yang hendak melepas karet yang menjalin rambutku terhenti mendengar seruannya.
"Eh jangan! Bagusan gitu. Jadi lebih cantik."
Pipiku memanas.
"Oh, okay." Aku mengalihkan pandangan dari tatapan teduhnya.
"Jangan grogi gitu dong. Gue lebih grogi ini."
Aku menoleh lagi ke arahnya lalu mendapati dia sedang tersenyum kikuk. Kemudian aku merasakan kalo suasana bisa mencair setelah ini.
"Iya ya. Kita kayak ga pernah jalan aja. Mau ke mana nih?" Akhirnya aku berusaha memecah kecanggungan di antara kami.
Mobil Ivano melaju ke tempat tujuannya yang masih belum ia beritahu padaku.
***
Ternyata tujuannya taman bermain. Untung saja aku tidak jadi pakai dress, bisa saltum parah di sini.
Ia mengajakku menaiki semua wahana hingga mentari hendak tenggelam di sebelah barat. Suara kami hampir serak karena terlalu sering meneriaki satu sama lain. Sebelum hari benar-benar gelap, cowok itu mengajakku untuk makan malam di restoran terdekat.
Kami mengobrol macam-macam. Sakit hatiku padanya seakan menguap begitu saja. Bahkan ujian nasional yang menanti kami benar-benar terlupakan.
Andai saja aku bisa mengendalikan waktu. Aku hanya ingin bersamanya seperti ini, tanpa ada hal lain yang mengusik kebahagiaan semu kami.
"What's next? Ice cream?"
Ajakannya sangat membuatku tercengang mengingat kami baru saja keluar dari restoran menuju mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
RomanceHidup ini penuh suka dan duka. Semua hal di dunia ini memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Ikatan tersebut berlaku pada kisah cinta tiap manusia. Berani untuk jatuh cinta berarti berani untuk patah hati kapanpun hal itu menghampiri...