Hari ini tugas gue nganterin Irvan kontrol. Kalo gue masih bocah, mungkin gue udah ngajak kakak gue ngomong ga karuan daripada kejebak di keheningan awkward kayak gini. Tapi gue ternyata udah dewasa dan punya gengsi.
Miris rasanya ngeliat rambut Irvan yang makin tipis. Mukanya udah ga secerah dulu ketika gue ga tau apa-apa soal masalah hidup. Coba aja hubungan gue sama kakak gue berjalan baik, kali aja kita bisa saling ngibur di saat-saat terakhir hidupnya.
Gak. Irvan gak boleh pergi secepat ini.
"Gimana, Kak?"
Irvan noleh aneh ke gue. Gue juga baru ngeh kalo gue baru aja manggil dia pake sebutan Kak. Karena gengsi gue yang terlalu tinggi, gue tetep fokus ke jalan di depan gue.
"Tumben banget lo manggil gue 'Kak'? Kesambet apa di rumah sakit tadi?"
"Kemarin Ivy nyuruh gue manggil lo kakak."
"Bohong."
"Yaudah sih."
"Lo kasian ya sama gue?"
Hening lagi. Gue bingung mau jawab apa.
"Hidup lo masih panjang. Jaga kesehatan. Jangan sampe kayak gue." Tambahnya.
Gue masih diem, ga tau harus bilang apa.
"Kalo ga perlu begadang, ga usah tidur larut. Jangan main handphone atau laptop terus-terusan. Ngerusak otak."
"Oke."
"Lo masih harus jagain Papa, Mama, Ivy. Lo nerusin kerjaan Papa sekaligus kejar impian lo. Lo masih punya banyak kisah yang belum lo selesaiin."
"Lo ngomong kayak orang mau mati aja."
"Emang gini keadaan gue, mau gimana?"
"Lo masih bisa sembuh. Lo harus usaha."
"Lo ga ngerasain jadi gue. Sakit tiap malem. Capek, Van."
"Tapi lo juga punya kisah yang belom lo selesaiin, Van."
"Apa? Udah gue kelarin kok semua masalah gue sama temen-temen gue. Mantan gue, gebetan gue, sohib gue. Papa masih punya lo yang bisa diandelin, bukan gue yang bisa pergi kapanpun."
"Lo beneran mau ngerelain hidup lo demi apa yang bakal lo dapet di masa depan?"
"Kalo lo di posisi gue, gue sangsi lo bisa ngomong kayak gitu sama diri lo sendiri, Ivano."
Gue diem. Irvan bener. Gue ga ngerasain sesakit apa yang Irvan alami.
"Gue cuma ga mau lo pergi secepet ini, Kak Irvan."
"Relain aja. Gue bisa lebih bahagia kok di tempat lain."
Lagi-lagi Irvan bener. Di sini, Irvan selalu kesakitan. Di tempat lain, ia tak punya kepahitan apapun yang akan ia alami.
"Gue nyesel ga bisa jadi adek yang baik buat lo."
"Gue juga nyesel jadi kakak yang ngerusak kebahagiaan lo beberapa tahun belakangan."
***
Pagi ini gue jemput cewe gue dengan muka lesu. Karen sadar kalo mood gue udah jelek pagi ini dan dia berusaha menetralkan suasana canggung di mobil gue.
"Ivanoooo. Kamu kenapa?" Tanyanya dengan suara dibuat-buat.
"Mau sampe kapan bersuara kayak gitu?"
"Sampai kamu kembali ke asalmu."
"Gini ya." Gue gandeng tangannya sambil jalan ke kelas. Koridor sekolah masih sepi karena tumben sekali Karen bangun pagi hari ini.
"Ya ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
RomanceHidup ini penuh suka dan duka. Semua hal di dunia ini memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Ikatan tersebut berlaku pada kisah cinta tiap manusia. Berani untuk jatuh cinta berarti berani untuk patah hati kapanpun hal itu menghampiri...