Anak rambut Karen berkibar halus mengikuti hembusan angin. Ia menggigit bibir bawahnya sambil memutar pulpen asal dengan telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Beberapa menit sekali gadis itu melirik arloji yang melilit pergelangan tangannya sambil berdecak cemas. Ketika konsentrasi yang ia harapkan sejak 2 jam yang lalu akhirnya menghampiri, ponselnya berdering nyaring.
Karen kesal karena diganggu panggilan tersebut. Tapi begitu membaca Caller ID-nya, senyum cerah terulas di bibirnya.
"Hai, halo." Sapa Karen.
"Kamu di mana?" Tanya sang penelepon.
"Di hatimu."
"Iya sih," sebuah jeda terjadi ketika senyum Karen makin mengembang mendengar pembuka percakapan mereka. "Eh, engga, bukan itu maksud aku."
Karen terkekeh mendengarnya. "Kenapa? Aku lagi di lapangan basket deket komplek."
"Kamu ngapain jam segini di situ?"
Karen melirik arlojinya lagi. "Kenapa emangnya? Jam 5 di sini ada yang salah?"
"Kan panas. Ntar kamu sakit trus aku yang repot. Kalo kamu sakit, siapa yang nyakitin aku?"
Lagi-lagi Karen dibuat tertawa geli olehnya. "Duh, kebanyakan nge-follow akun galau tuh jadi alay."
Karen masih tertawa selama beberapa detik hingga ia baru sadar kalau lawan bicaranya tidak merespon.
"Halo? Kak? Kok diem?" Panggilan Karen masih tidak direspon. "Halooo, Kak Christo? Ini marah gara-gara diledekin?"
Bukannya suara cowok itu yang Karen dengar melainkan suara terputusnya sambungan telepon mereka.
"Ih, kok jadi ngambekan sih." Karen bergumam kesal sambil menyimpan ponsel di ranselnya kembali.
Gadis itu hendak kembali mencurahkan perhatiannya pada kegiatan sebelumnya namun terhenti ketika ujung rambutnya yang diikat dengan model ekor kuda ditarik dari belakang. Membuat kepalanya terjengkang dan emosinya meluap.
"Rese banget sih. Siapa nih?!" Serunya galak lalu bangkit berdiri dan menoleh ke belakang.
"Halo, hai." Christo memasang senyum lebarnya sambil menyodorkan seikat bunga mawar merah ke arah Karen.
Ribuan kupu-kupu terasa menggelitik perut Karen mendapati kehadiran kekasihnya. Namun begitu mengingat cowok itu menarik rambutnya barusan, ia memasang tampang cemberut.
"Apaan nih? Sok romantis." Karen melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan tajamnya.
Christo mengabaikan sikap Karen yang bete. Ia masih tersenyum lebar sambil berjalan mendekati pacarnya. Christo sangat merindukan Karen karena akhir-akhir ini mereka jarang bertemu. Tugas kuliahnya yang hampir mencapai semester akhir membuatnya harus melupakan dunia untuk menyelesaikan kewajibannya sebagai mahasiswa.
Tanpa membuang waktu lagi, ia menarik Karen ke dalam dekapannya. Christo menumpukan kepalanya di bahu Karen sambil memejamkan matanya. Posisi favoritnya ketika sedang lelah.
"Eh, eh. Apa nih peluk peluk?" Karen meronta dalam pelukannya. "Kita lagi marahan nih."
"Marahan?" Gumam Christo kemudian mengeratkan pelukannya. "Gak ada waktu buat marahan, Sayang."
Gerakan Karen berhenti. Hatinya luluh mendengar ucapan tersebut. Mengingat kebiasaan Christo ketika sedang penat, ia memeluk tubuh cowok itu balik.
"Udah selesai belom tugas besarnya?" Tanya Karen lembut.
"Baru selesai."
"Belom mandi ya?"
Christo terkekeh pelan. "Hehe, belom."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
RomanceHidup ini penuh suka dan duka. Semua hal di dunia ini memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Ikatan tersebut berlaku pada kisah cinta tiap manusia. Berani untuk jatuh cinta berarti berani untuk patah hati kapanpun hal itu menghampiri...