Part 33 : Love Song

6.4K 479 15
                                    

Karen's POV

Tubuhnya mendingin. Aku mati-matian menghangatkannya dengan segala cara tapi selalu gagal. Kuteriakkan namanya berkali-kali namun dia tak kunjung menjawab. Suaraku mulai serak, sepertinya aku tak sanggup lagi untuk memanggil namanya.

Sebuah guncangan membuatku membuka mata dan menyadari bahwa penglihatan tadi hanya mimpi. Kurasakan tubuhku menegang dengan banyak keringat dingin yang mengalir cukup deras. Tangan kak Kevin meraih dahiku lalu menempatkan diri di sisi tubuhku.

"Lo mimpi lagi?" Tanyanya pelan sambil tersenyum samar. Mendengar itu, aku mulai menangis.

"Gue ga bisa ngilangin bayangan kak Christo dari otak gue." Isakku kemudian.

"Jangan diilangin. Lo cuma perlu berdoa supaya dia sembuh. Gue yakin Christo bakal sembuh kok."

Ingatanku kembali ke saat itu. Dua minggu yang lalu, aku berencana menginap di villa milik Laura yang berada di dekat pantai. Kedua temanku yang lain akan berkumpul di rumah Laura dan aku akan menjemput mereka lalu pergi ke tempat tujuan kami bersama. Ketika sampai di rumah Laura, aku melihat mobil Ivano yang terparkir di depan. Feelingku mulai tidak enak lalu aku segera memasuki rumah yang pagarnya terbuka begitu saja.

Yang kudapati adalah Ivano dan Laura sedang berpelukan di teras sementara dua temanku yang lain hanya memandangi mereka dalam diam. Tubuhku rasanya ingin jatuh ke dalam lubang terdalam di muka bumi. Ivano menyadari kehadiranku dan panggilannya membuat air mataku merebak tak karuan. Aku segera pergi meninggalkan mereka dan kembali ke rumahku.

Ivano berhasil mengejarku ketika aku berlari menuju rumah. Jalanan yang macet membuatku tidak tahan bila harus berlama-lama di dalam mobil. Setelah adu mulut yang singkat, aku kembali berlari meninggalkannya. Tak berapa lama setelah itu, sebuah suara keras terdengar. Aku mencari sumber suara itu dan mendapati truk yang menabrak bangunan di sisi trotoar. Namun bukan itu yang menarik perhatianku. Seseorang tergeletak di dekat truk itu dengan darah yang mengalir di sisi tubuhnya. Awalnya aku mengira itu adalah Ivano tapi aku menyadari bahwa orang itu mengenakan gelang yang biasa dipakai kak Christo di tangan kanannya.

Perkiraanku semakin benar ketika aku berjalan pelan mendekatinya. Teriakanku lolos begitu saja ketika aku menyadari bahwa orang itu memang kak Christo.

Tubuhku bergetar ketika bersisian dengannya. Aku menangis sejadi-jadinya melihat kondisinya yang sangat parah. Aku tak ingin dia berakhir seperti ini. Hatiku rasanya begitu nyeri melihatnya susah untuk bicara, bahkan lebih nyeri daripada melihat Ivano berpelukan dengan Laura tadi.

Setelah itu, kak Christo tak kunjung bangun dari komanya.

"Gue nyesel, Kak. Kalo aja gue ga keluar dari mobil..."

"Udahlah. Kejadiannya udah terjadi dan penyesalan lo ga bisa bikin dia kembali lagi."

Aku terdiam.

Satu yang kusadari setelah kejadian itu adalah aku baru merasakan bahwa sosok kak Christo sangat melekat di hatiku, lebih dari seorang teman.

Aku baru menyadari kehadirannya setelah merasa kehilangan dirinya.

Mengingat itu, aku menangis makin keras tanpa suara.

"Gue nyesel, Kak."

"Nyesel kenapa lagi?"

"Gue baru sadar kalo gue ngerasain hal yang lebih ke dia."

"Maksud lo? Lo suka sama dia?"

"Gue ngerasa nyaman banget kalo sama dia. Bahkan lebih nyaman ketimbang deg-degan di samping Ivano."

Aku mendengar kakakku mendengus pelan lalu beringsut memelukku.

"Lo yakin kalo dengan itu doang, lo beneran suka sama dia?" Tanyanya pelan.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang