Part 22 : Sorry

6.6K 549 8
                                    

Ketukan pintu berirama ciri khas Mama membangunkanku. Mataku menyipit ketika sinar matahari pagi menelusup dari tirai jendelaku. Aku menggerakkan badan untuk melihat jam dinding ketika Mama menerobos masuk ke kamarku.

"Dek, ada yang pengen ketemu."

Aduh siapa sih yang dateng jam 7 pagi?

"Bilangin Karen ga ada di rumah Ma." Ucapku asal sambil menarik selimutku.

"Orangnya udah di luar, mana mungkin kamu udah ga di rumah sepagi ini."

"Siapa Ma?"

"Keluar gih, dia di teras."

Teras? Apakah Ivano datang lagi?

Dengan kekuatan yang entah datang dari mana, aku memaksa tubuhku untuk bangun dan segera mencuci muka serta menyikat gigiku.

Aku bercermin sejenak lalu mencepol rambutku asal. Setelah memastikan tak ada bekas iler atau kotoran apapun, aku segera menemui tamuku.

Ternyata tidak sesuai harapan.

"Ngapain ganggu orang pagi-pagi sih?" Tanyaku membuatnya menoleh dan nyengir lebar ke arahku.

Ia mengenakan kaos hitam dan celana jins gelap. Wajahnya terlihat sedikit lelah walau ia berusaha menutupinya dengan senyum khasnya.

"Ih galak. Lagi ulang tahun ga boleh galak-galak." Sahutnya.

"Bukannya lo di Singapore?"

"Bokap udah ngajakin balik jadi gue ikutan balik."

"Oh."

"By the way, happy birthday Karen." Ia menyodorkan sekotak cokelat sebagai hadiah untukku.

"Udah lewat kali."

Ekspresi cerianya berubah menjadi tegang.

"Kan hari ini toh?"

"Kemarin, Bro."

"Serius lu?"

"Buat apa gua boong?"

Kak Christo terduduk di kursi terdekatnya sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan yang ia tumpukan pada lututnya.

"Kenapa lo?" Tanyaku kepo.

"Gua kira hari ini." Gumamnya di balik tangannya.

"Makasih makasih. Udah ah lo jangan kayak orang depresi gitu."

"Gue malu."

"Hah? Orang kayak lo punya malu?"

"Gue cabut ya." Cowok itu berdiri secara tiba-tiba dan berjalan cepat ke arah pagar rumah.

"Lah? Eh cuy!" Aku mengejarnya terburu-buru kemudian berhasil menarik tangannya dan membuat langkahnya berhenti.

"Eh ini jangan kayak sinetron gini deh." Tegurku ketika wajahnya terarah ke arah yang berlawanan dengan wajahku.

"Gue cabut dulu. Besok aja ngomongnya."

"Eh apaan sih kok lo jadi lebay gini?"

"Udah gue bilang, gue malu."

"Anjir, Kak. Bodoamat dah sana pergi." Aku menghempaskan lengannya. Kukira dia akan segera pergi namun ia malah menoleh dengan senyum jahilnya.

"Canda atuh. Malah jadi sinetron beneran kan."

"Rese lo."

"Btw, sorry telat ya. Gue salah inget hari."

"Selow aja kali."

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang