Part 8 : Sweetness

7.5K 650 13
                                    

Setelah semua anggota ekskul musik menampilkan permainannya, Pak Edo memutuskan untuk membagi kami menjadi 2 grup.

Grup pertama akan tampil pada pembukaan HUT, sedangkan grup kedua akan tampil pada acara penutupan. Pak Edo juga mengatur agar di pertengahan acara kami dapat menampilkan beberapa lagu lagi.

Semua anggota kebagian tampil. Yang lebih mahir bernyanyi, dibentuklah grup vocal oleh Pak Edo dengan diiringi oleh band yang terdiri dari sisa anggota yang tidak ikut bernyanyi. Cukup adil kurasa. Jadi tidak ada yang merasa tersingkirkan dalam seleksi kali ini.

Aku masuk dalam grup pertama yang akan bermain gitar akustik bersama Reno. Arina juga satu grup denganku, dan by the way, Ivano juga masuk dalam grup pertama. Rencananya, aku dan Reno akan menjadi backing vocal sambil bermain gitar. Kata Pak Edo, supaya ada sedikit dramatisasi dalam penampilan nanti.

Pak Edo bisa aja.

"Lo basket ya?" tanya Arina padaku sambil berjalan beriringan keluar ruang musik.

O-oh. Aku menepuk jidatku.

"Lo kenapa?" tanya Arina lagi.

"Gue lupa kalo mau kerja kelompok. Ivano mana ya?" aku langsung celingukan mencari cowok itu.

"Cie. Udah main sama Ivano aja."

"Ngaco lo. Main apa coba?"

"Tuh, Ivano udah di parkiran." Arina menunjuk tempat parkir. Aku mengikuti arah telunjuknya dan mendapati cowok itu sedang memasukkan ranselnya ke jok belakang mobil.

"Yah, gue ga enak kalo nyamperin dia ke sana."

"Yaudah sih samperin aja. Kan dia yang janji buat nebengin elo."

"Kalo dia lupa gimana? Buktinya dia udah sampe situ."

"Yaelah elo mah gitu doang nethink. Sini biar gue yang ngomong ke dia." Arina menarik lenganku menuju tempat parkir.

"Eh jangan ih gue ga enak." Aku memberontak sebisaku.

Aku memerhatikan cowok itu yang menutup pintu mobilnya kemudian mencari-cari keberadaan seseorang dengan mata tajamnya. Ketika aku dan Arina hampir mendekati tempat parkir, matanya menemukanku kemudian berjalan ke arah kami.

Duh. Aku bingung harus memasang tampang seperti apa kalo ketauan ditarik-tarik Arina ke mobilnya seperti ini.

Akhirnya kami bertiga berhenti sambil berhadapan.

"Lo ga mau ngajak Karen pergi kan?" tanya Ivano pada Arina.

"Gue mau ajak dia main ke rumah gue nih."

Hah? Kok Arina jawab gitu?

"Sayangnya hari ini dia pergi sama gue." Ivano meraih lengan kiriku yang bebas dari tangan Arina. "Lo lupa?" kini tatapannya beralih ke arahku.

"Oh iya. Ke rumah Inka ya?" tanyaku bego dan pura-pura lupa. Gara-gara jawaban Arina nih.

"Ayo. Kita udah telat. Duluan ya, Rin."

"Yah, Karen mah ga seru." Ujar Arina.

Aku menatap Arina tajam sedangkan gadis itu hanya cengengesan melihatku ditarik Ivano ke mobilnya. Mulut Arina menggumamkan kata, "Bye" lalu melambaikan tangannya.


***


Anggota kelompokku terdiri dari 7 orang. Aku, Inka, Sania, Ivano, Gandi, Ardito, dan Argi. Aku belum terlalu dekat dengan mereka, hanya sebatas bertegur sapa saja di sekolah.

Saat aku dan Ivano tiba di rumah Inka, mereka sudah membagi tugas pada masing-masing anggota kecuali pada kami yang terlambat datang.

"Tapi kita belom dapet tempat buat ngerawatnya nih. Halaman rumah gue ga memungkinkan tuh. Kalian bisa liat sendiri." Ujar Inka diikuti pandangan kami ke pekarangan rumahnya. Memang tidak ada tanah sama sekali. Semuanya dibeton.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang