2. Dua keluarga

5K 346 6
                                    

Aku tidak tahu kalau berbuat baik akan mengubah takdir seseorang dengan sangat cepat, secepat kilat hingga di sini lah aku berada, di tengah-tengah pertemuan orang tua yang dilakukan secara dadakan. Aku tidak paham bagaimana jalan pikir kedua orang tua kami, bagaimana bisa, mereka main setuju-setuju saja?! Tidak masuk akal! Audrey adalah mahasiswaku, tidak mungkin dia berubah status menjadi pasangan hidupku, astaga.

"Ayah kita perlu bicara berdua," bisikku pada Ayah saat kami berenam sudah kumpul di ruang tamu kediaman Audrey. "Ayah, tolong jangan lakukan hal konyol seperti ini, Saskia enggak mau!" Kali ini aku menolak dengan tegas bahkan sebelum pembicaraan dimulai.

"Audrey juga enggak mau, Pa. Bu Saskia itu dosen Audrey, mana mungkin Audrey nikah sama dosen sendiri," kata Audrey dengan tegas, sama sepertiku. Baguslah Audrey memiliki pemikiran yang sama denganku.

"Sudah duduk dulu," ucap Ayah, mau tidak mau aku pun kembali duduk saat suara Ayah sudah terdengar lebih galak dari sebelumnya.

"Kalian ini kan pacaran, jadi tidak perlu khawatir. Apalagi kedua keluarga sudah saling mengenal, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Semua sudah terjamin pasti bakal aman."

Aku melongo mendengar perkataan Pak Hutama. Kenapa, kenapa kedua orang tua kita malah setuju?! Aku bilang lesbian bukan berarti aku benar-benar lesbian, tapi aku hanya ingin menghindari perjodohan ini! Astaga.

"Papa, aku tuh sama Bu Saskia kebetulan pulang bareng karena Papa bilang gak bisa jemput! Bukan pacaran!" aku mendengar suara Audrey terdengar menggebu-gebu, wajar saja. Audrey pasti terkejut dengan semuanya, aku bahkan merasa tak enak hati dengan gadis itu karena harus menempatkan dirinya diposisi yang sulit.

"Kalian ini tidak perlu mengelak lah, kami orang tua sangat paham kok."

Aku menggeleng keras menolak semua ini. "Ayah salah paham!"

Saat hendak kembali berbicara, mataku tak sengaja menangkap seorang wanita seumuran dengan ibuku keluar sambil duduk di atas kursi roda, keadaan wanita itu terlihat pucat namun tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang cantik meski sudah cukup tua. Wajahnya mirip Audrey, sepertinya dia adalah Ibu perempuan itu.

"Ada apa toh berisik-berisik," kata wanita itu sembari mendekat pada kami.

Pak Hutama bangun kemudian meraih gagang kursi roda lalu mendorongnya pelan. Aku ingat sekarang, dia Bu Hera, istrinya Pak Hutama. Aku hampir tak mengenali beliau karena wajahnya sangat berbeda saat aku kecil dulu.

"Loh, ada Nak Saskia. Ya ampun, Mama kangen banget sama Nak Saskia." Bu Hera meraih tanganku sambil mengelusnya pelan. Senyumnya masih terlihat sama seperti dulu, namun lebih lemah dan matanya terlihat amat sayu. "Nak Saskia apa kabar?"

"S-saya baik, Tante." Aku memaksakan tersenyum meskipun kepalaku tengah sakit.

"Ini loh sayang, Saskia ternyata pacaran sama Audrey," ucap Pak Hutama, yang tentu saja membuatku semakin melotot. "Kamu setuju gak, kalau kita menjadikan Saskia sebagai menantu? Daripada anak kita pacaran enggak jelas kan, mending nikah," ucapan Pak Hutama sama konyolnya dengan ucapan Ayah.

"Pak Hutama, saya—"

"Serius? Mama setuju kalau gitu. Mama pengen banget liat Audrey nikah, tapi Mama takut kalau waktunya gak cukup."

"Mama— jangan ngomong gitu dong, Drey pasti bakalan nikah tapi cari calonnya dulu..." Suara Audrey melunak, tidak setegas tadi.

Aku menghela napas samar. "Saya harus pergi karena ada urusan yang penting."

Aku harus buru-buru pergi sebelum obrolan konyol ini semakin tidak terkontrol.

"Saskia kalau boleh Mama minta, Mama pengen kamu yang mendampingi Audrey selama sisa hidupnya karena Mama yakin cuma kamu yang bisa menjaga Audrey."

My Lecture is My Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang