31. her past

1.9K 186 29
                                    

Saskia mendorong trolley nya menuju rak yang berisi sayuran, daging, dan buah-buahan. Saskia membeli bahan makanan mentah yang bernutrisi untuk ibu hamil yang ada di rumahnya, karena dia tidak ingin kalau Ibu hamil itu kekurangan nutrisi sehingga akan menyulitkan kehidupannya.

Berbelanja bahan makanan yang tinggi serat, protein, dan karbohidrat baik merupakan salah satu bentuk sayang Saskia kepada calon buah hatinya, agar mereka bisa terlahir tanpa kurang suatu apapun. Untuk itu pula, Saskia jarang membeli makanan instan, tidak lagi menyetok mie dan soda, serta ia lebih sering minum air putih, agar dirinya bisa hidup lebih lama dengan tubuh yang sehat dan bugar.

Sebuah perubahan hidup yang begitu signifikan. Keduanya menikmati perubahan-perubahan itu, apalagi perubahan itu menuju arah yang positif. Sehingga, tak akan jadi masalah nagi keduanya untuk melakukan hal-hal tersebut.

"Saskia.."

Saskia tertegun saat ia melihat wanita yang tidak asing baginya memanggil namanya. Ia menelan ludah sukar, ia tak ingin terlibat apa-apa lagi dengannya. Apapun. Saskia hendak berbalik, namun hal itu tidak memungkinkan karena pengunjung yang penuh membuatnya kesulitan untuk bergerak.

"Saskia aku mau bicara sama kamu," Jeanna mendekati Saskia. PArfum wanita itu masih sama saja, wanginya sangat menenangkan. Ia tak pernah gagal membuat Jeanne kembali jatuh cinta padanya berkali-berkali.

"Bicara soal apa?" Saskia bersikap defensif. Ia tak mengindahkan Jeanne yang mengekor di belakangnya.

"Soal kita, ada banyak hal yang perlu diluruskan sekarang."

"Semuanya udah berlalu. Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi," jawabnya cuek, seraya membaca kandungan yang terdapat pada sebuah merk susu ibu hamil; berusaha untuk mengabaikan kehadiran Jeanne.

"Kamu salah paham soal dulu." Saskia memandang Jeanne sepenuhnya.

"Ikut aku." Ia memilih untuk membawa Jeanne pergi ke sebuah kedai kopi yang letaknya tak jauh dari tempat Saskia berbelanja.

Saskia menyesap kopinya perlahan, seraya menunggu Jeanne untuk berbicara. Namun Jeanne mati kutu, tatapan mata Saskia selalu sukses membuatnya kebingungan dan bertanya-tanya perihal seberapa besar kebencian yang Saskia punya untuk dirinya? "Salah paham apa yang terjadi diantara kita?"

"Banyak hal." Jeanne menenangkan diri. Ini tempat ramai, Saskia tidak mungkin akan membunuhnya juga kan?

"Dari dulu kamu selalu ngira kalau aku selingkuh dan tidur sama orang lain, padahal nggak. Kamu salah. Aku gak pernah tidur sama orang lain kecuali kamu, bahkan sampai detik ini." Jeanne mulai terlihat santai, ia pun balas memandang Saskia dengan lekat.

"Okay."

"Just okay?"

"Memang apalagi? Kamu mau aku bagaimana?"

"Saskia, tolong."

Saskia mendesah pelan. "Sebenarnya aku sudah nggak mikirin kejadian dulu, i already move on. Jadi kamu nggak perlu repot-repot jelasin apa-apa lagi."

"I know. Tapi aku ngerasa punya hutang beban moral ke kamu, aku bener-bener minta maaf soal itu."

Saskia hanya mengangguk. "Iya," balasnya seraya melihat arloji yang melingkar ditangan kirinya. "Aku harus pergi, Audrey pasti udah nunggu di rumah."

Jeanne terlihat sedih, dengan sengaja dia memegang tangan Saskia, menahan wanita itu untuk diam lebih lama. Saskia menatap tangan yang dipegang oleh Jeanne, hendak ditepis tapi tak bisa dipungkiri jika Saskia kasihan melihat Jeanne. Ia iba, dan memutuskan untuk tinggal lebih lama. Senyum merekah dikedua sudut bibir itu, dan rasanya.. Entahlah, Saskia tidak bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Campur aduk sekali.

My Lecture is My Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang