14
Aku hanya bisa bertahan dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa selama 3 minggu. Menghabiskan waktu dengan jadwal yang sama seperti anggota balai pelatihan yang lain. Latihan fisik, makan siang, menjenguk Karma yang—aku tidak yakin bagaimana keadaannya. Ia selalu sedang tidur setiap aku datang. Tapi luka-lukanya mulai merapat dan sembuh. Lebamnya juga sudah hilang.
Setelah itu, aku akan ke aula untuk melakukan pujian malam. Ke ruang makan untuk santap malam kalau ingin. Kemudian kembali ke kamar. Jika beruntung, Diandra ada di sana.
Diandra selalu tak banyak bicara. Ia tetap menunggui Karma, sambil merawat koleksi pisau lipatnya. Kadang, ia kembali ke kamar kami untuk mandi, berganti baju, berguling-guling di tempat tidurnya. Tapi ia tetap tak banyak bicara soal insiden itu. Satu hal yang aku tahu, ia sedang menghindariku.
Ia sering ketahuan sedang menatapku, tapi tak mengakuinya. Jujur aku merindukannya. Seperti sebelum insiden Karma. Tapi cuma iblis yang tahu, apa sebenarnya yang sedang dipikiran Diandra. Kami tak banyak bicara.
Kata orang mata adalah jendela hati. Begitulah pribahasa itu tidak berlaku pada Diandra. Warna iris mata yang berbeda membuatnya jauh dari kata dapat terbaca olehku. Aku bukan seorang paranormal, tentu saja. Tak mudah bagiku untuk tahu jika tak melalui proses tanya jawab lebih dahulu. Ditambah sikap Diandra yang juga sama tak tertebaknya. Kadang aku khawatir dengan keselamatanku sendiri. Karena dari desas-desus yang kudengar di sini, Diandra adalah satu-satunya yang tak terkalahkan sejak Karma jatuh 'sakit'.
Kalau sampai aku berhadapan dengannya di panggung tinju itu, aku tidak akan bisa menggunakan siasat yang sama seperti yang kulakukan pada Karma dulu. Aku pasti kalah telak, Diandra akan dengan mudah 'menyelesaikanku'.
Aku tidak mau berpikir macam-macam, seolah Diandra sengaja melakukan itu pada Karma. Aku masih yakin, ia punya sisi baik. Apa yang terjadi di luaran sana saat ia menjalankan tugas, apa pun itu, tak akan merubah sifatnya, yang sebenarnya cukup manis. Kalau saja ia tak setertutup itu, seperti Karma yang sangat terbuka. Aku dan Diandra pastilah sudah... Ah, aku tidak akan membayangkan hal yang tidak mungkin terjadi.
Masih banyak lagi hal yang mengganjal. Aku merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Karma belakangan ini, seolah dia adalah target operasi, bulan-bulanan rencana. Yang bahkan tidak kuketahui apa.
Aku berjalan dalam ketidakjelasan dan kegelapan. Merupakan sebuah masalah atau tidak, aku tidak dapat diam saja begini. Diandra adalah temanku, dan Karma, aku sangat menyukainya. Tidak banyak waktu yang kami habiskan bersama setelah malam itu memang. Tapi, aku masih punya keinginan untuk mengenalnya lebih jauh.
Sambil memikirkan itu, sebuah ide muncul begitu saja dalam kepalaku.
Sepulang latihan dan sebelum pujian malam aku kembali ke klinik balai pelatihan. Masih belum mengerti mengapa mereka malah memperkerjakan seorang spesialis jiwa di tempat macam ini. Bukannya dokter bedah sekalian, berhubung pasien terluka fisik lebih banyak daripada yang patah hati.
Sepertinya Ibu Margot sudah ada di dalam klinik lebih dulu dariku. Karena aku bisa mengenali bayangannya dari celah jendela klinik yang mulai renggang karena usia dan musim yang membuat kayunya memuai. Dengan sabar aku menunggu, sambil menempelkan telinga pada celah itu. Tanpa berniat menguping. Tapi aku tak bisa menahan diriku untuk tidak berkonstrasi pada pembicaraan mereka.
"Sampai kapan kamu akan meninggalkan tanggung jawabmu?"
"..." Karika tidak menjawab pertanyaan Ibu Margot.
"Tinggalah di sini, kamu sudah mendapatkan semua yang kamu minta. Pendidikan, uang, semua. Apa susahnya untuk membantu di sini?"
"Apa yang bisa aku lakukan di sini? Sementara Yovanes kamu biarkan di luaran sana, Margot." Karika terdengar frustasi. "Kamu tidak bisa membuangnya seperti itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
7. Sembilan Belas GXG (END)
Romance18+ Siapa pun yang ada di sini, jika sedang sial, ketika tiba akan ditempatkan sekamar dengan seorang perempuan yang diduga, telah membunuh neneknya sendiri. Atau seorang kleptomaniak, atau seorang sosiopat yang terobsesi pada pisau, atau sesederhan...