Epilog

504 19 10
                                        

Epilog

Dalam 6 bulan, semua yang dimiliki Ibu Margot, uang, deposito bahkan warisan ayahnya mengucur langsung ke rekening Karika. Kalau Karika mau, ia bahkan tak perlu donatur, tak perlu bekerja lagi, ia dapat memberi makan seluruh anggota balai pelatihan yang tersisa selama 10 tahun.

Yang tersisa?

Dengan cara yang cerdas, Karika mengembalikan nama baik Balai Pelatihan Khusus Perempuan Santa Carla. Ia memulangkan lebih dari separuh anggota balai pada keluarganya (jika pihak keluarga masih menginginkan anak mereka). Jika tidak, balai pelatihan akan senang hati menampung mereka. Karika juga memastikan semua orang yang tinggal di sini memiliki mental yang baik (waras) melalui serentetan tes kejiwaan. Ia mengirim beberapa yang tak bisa dijinakkan ke penjara atau rumah sakit jiwa. Mereka akan mendapat perhatian khusus di sana dan akan datang kembali jika diperlukan.

Karika bisa meyakinkan pengadilan bahwa setelah kepergian ibunya, ia menjamin bahwa balai pelatihan ini bukanlah balai pelatihan tempat pembunuh—seperti yang dituduhkan semua orang sebelumnya. Karika menyulap balai pelatihan ini sebagai balai pelatihan bagi perempuan—yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, keluarga.

Bahkan korban perundungan. Senior balai pelatihan dengan sukarela mengajari mereka bertahan hidup, bela diri sesuai keminatan. Sehingga, tidak ada lagi yang akan terbunuh di sini. Semuanya nampak begitu transparan.

Pemerintah merasa senang, pengadilan senang, pihak keluarga—tenang. Mereka berpikir Balai Pelatihan Santa Carla kini adalah sebuah yayasan, gimnastik untuk mereka yang tertindas sampai kelebihan energi. Berharap tempat ini akan mendidik, mendisiplinkan anak-anak mereka.

Tidak sepenuhnya benar.

Ada beberapa hal yang pelan-pelan harus disingkirkan di sini. Mereka, donatur, yang berjudi, membuang uang untuk melihat pertarungan sampai mati di jamuan makan malam. Orang-orang kaya dan musuh mereka. Karika, cukup bijaksana memisahkannya. Hanya perempuan-perempuan yang tidak memiliki keluarga (atas kemauan mereka sendiri), yang dapat membantunya memuaskan hati orang-orang di atas sana.

Aku dan Karma.

Orang tuaku ingin aku pulang, tapi aku tak pernah merasa pulang di rumah mereka. Jadi, aku menetap di sini. Karma, ia tak punya rumah selain di sini. Kupikir paman dan bibinya senang saat dulu Margot memberi kabar bahwa Karma sudah mati.

Aku melatih Latihan Dasar sambil melaksanakan Latihan Lanjutan. Karma sibuk dengan Pelatihan Atasnya. Sesuatu yang ia minati dan kuasai. Sesuatu yang selalu pertarungan.

Karika membiarkan kami di sini. Memelihara kami seperti saudaranya sendiri. Sebab tidak dia juga kami, percaya pada siapa pun lagi.

Soal hubunganku dan Karma.

Kami memilih untuk menyimpannya sendiri. Kami memutuskan memiliki kamar sendiri.

Kami khawatir akan saling membunuh jika sedang beda paham atau merasa cemburu. Baik Karma dan aku lebih senang saling menjaga privasi, sadar mengenai sisi gelap masing-masing. Di luar itu, aku masih tergila-gila pada Karma. Kupikir ia juga begitu.

Soal efek biovitamin, kami tidak punya pilihan lain kecuali melakukan detoksifikasi dari injeksi itu—akhirnya (Karika tidak banyak bercerita soal hilangnya sisa biovitamin mahal yang dibeli Margot).

Tanpa perlu menjadi manusia super atau pahlawan, kami sadar bahwa Karika butuh dilindungi. Kami mencemaskan keadaan psikis Karika.

Lucu memang, karena Karika seorang ahli kejiwaan. Kadang dokter pun butuh seorang dokter untuk menyembuhkan sakitnya sendiri.

Karika kehilangan saudara kembarnya, Diandra, ibunya (kami tidak yakin Karika sedih soal Ibu Margot). Dia kehilangan banyak sekali, dan kami khawatir ia tidak bisa menangani kesedihannya sendiri.

Sebab, suatu ketika, kami melihat kabut itu di matanya. Liar dan penuh kemarahan.

Karika menyimpan semuanya sendiri, ia berusaha sekali. Tapi aku dan Karma paham, kami hidup di balai pelatihan ini sebelum ia datang. Kami hapal, bagaimana tatapan itu datang dari sebuah kemenangan atas hilangnya nyawa seseorang.

Setelah melihat Yovanes untuk yang terakhir kali—di sepetak tanah gembur di sebelah milik ayah dan ibunya, di makam keluarga Draw. Karika tidak lagi terlihat sedih. Ia mencoba bertahan. Tegar. Meski masih sering kudapati ia menelan sebutir—kadang dua butir obat penenang jika mulai diserang gangguan obsesif dan kompulsif.

Hari ini, Karika masuk ke dalam kamarku tiba-tiba.

Tanpa koordinasi aku dan Karma berebut selimut, menutupi semua yang bisa kami tutupi. Di saat seperti ini.

"Karika!" Aku dan Karma menyapa bersamaan.

Karika berjalan dengan tenang. Senyumnya manis. Kulitnya bersih dan ia terlihat lebih pintar dari siapa pun orang-orang yang tinggal di dalam Balai Pelatihan Santa Carla.

"Maaf mengganggu pertengkaran kalian," katanya tenang.

Karika duduk di sisi tempat tidur.

Tak biasanya Karika mendatangi kami dengan cara seperti ini. Ia lebih sering berkordinasi dengan petugas lain jika ingin kami menghadap.

"Bukan urusan balai pelatihan. Ini pribadi," katanya.

Karma duduk di sebelah Karika. Siap mendengarkan apa pun itu masalah yang membebani perempuan di depannya.

"Aku butuh kalian keluar dari sini."

"Siapa yang harus kami singkirkan, Dokter?" tanyaku. Penasaran.

"Bukan. Bukan." Karika menarik kacamatanya dari wajah. Mengelapnya dengan ujung baju meski tidak ada kotoran yang menempel di sana. Memakainya kembali dengan tangan yang gemetar.

"Aku ingin kalian mencarinya dan membawa perempuan ini dengan selamat ke sini. Sehat. Aku, tidak ingin sehelai rambut pun menghilang dari pori-porinya." Ia memberi pengertian pada kami dengan hati-hati.

Aku memandangi Karika. Meneliti kabut gelap di matanya. Aku menahan nafas karena ngeri.

"Siapa namanya?"

"Maya. Summer. Maya Summer."

THE END 

Terimakasih sudah membaca sampai selesai...

Support aku di www.nihbuatjajan.com/arunglembayung agar aku semakin semangat menulis ya...

Love you,

7. Sembilan Belas GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang