23

173 8 0
                                    

23

Seminggu sudah berlalu sejak itu. Diandra tidak pernah kembali ke kamar kami. Karika tidak menunjukkan diri, meski berkali-kali aku sengaja datang ke klinik, gimnastik, atau ruang pelatihan lebih awal. Dia tak muncul sama sekali.

Sepulang latihan, sebelum pujian malam aku sengaja mampir ke klinik. Berharap bisa mendengar pertengkaran Karika dan ibunya. Tapi, tidak ada siapa pun di sana.

Pernah aku mengetuk pintu seorang anggota balai pelatihan—orang yang sama yang punya luka bakar di tangannya pada saat pertemuanku yang pertama dengan dokter itu.

Tidak ada. Orang itu pun sudah tidak ada di sana. Yang kutemui hanya seorang anggota balai pelatihan dengan wajah bodoh, menyebalkan dan asing.

Karma, tidak ada yang tahu ke mana dia pergi. Tidak satu pun anggota balai pelatihan yang tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati. Sampai-sampai aku nekat menyusuri gedung asrama setiap malam.

Aku sempat berkenalan, tidur dengan beberapa anggota balai pelatihan yang 'haus' hanya untuk mendapatkan sedikit informasi tentang ketiga orang itu. Tapi tetap, aku tidak menemukan apa pun selain tubuhku yang lebam-lebam. Tidak seorang pun yang membahasnya. Tidak ada sama sekali yang menyebut nama mereka. Seolah mereka tidak pernah tinggal di sini. Mereka menghilang ditelan bumi.

Tidak ada yang berubah setelah lenyapnya mereka. Tak ada yang perduli. Mungkin benar, di tempat ini nyawa tak ada harganya. Selalu ada keluarga yang memasok anak perempuannya ke sini. Wajah-wajah baru bermunculan. Dengan mimpi soal keteraturan, perubahan sikap ke arah yang lebih baik.

Lalu, tak ada yang pernah kembali, bukan masalah. Justru terhindar dari rasa malu terhadap lingkungan jauh lebih penting. Keluarga kaya, terpandang atau miskin sekali pun, harga diri adalah yang paling penting. Lagipula, siapa yang ingin memiliki anak perempuan yang bajingan?

Setelah apa yang terjadi seminggu kemarin. Eksperimen biovitamin objek 19, Karma yang terluka parah sampai hampir mati, penyekapan di dek lantai 5, hilangnya Diandra dan Karika, adaptasi Karma terhadap eksperimen dan keputusan sepihak tentang siapa yang boleh atau tidak terlibat dalam masalah ini. Bagiku ini sia-sia saja.

Sekarang, apa gunanya bagi Karma menyembunyikan itu semua kalau pada akhirnya dia pun ikut menghilang bersama Diandra dan Karika? Apa Ibu Margot berhasil menangkap mereka dan membunuh mereka juga?

Apa Diandra tahu? Apa Karika tahu soal Karma atau hanya aku yang tidak tahu? Aku tidak akan terima kalau ternyata diam-diam mereka bersembunyi dariku dan hilangnya mereka tidak ada sangkut pautnya dengan rencana eksperimen masal milik Ibu Margot. Sial sekali 'kan kalau benar demikian?

Mungkin aku yang terlalu pusing memikirkan semua hal yang mereka bilang. Itu bukan lagi urusanku. Aku yang sok tahu. Aku yang selalu terlambat tahu—atau seharusnya tidak tahu. Tapi itu bukan salahku. Sejak awal kenyataan yang membawaku, seperti menarikku untuk selalu terlibat.

Diandra teman sekamarku. Bukan salahku kalau pada akhirnya kami berteman dan dia menyukaiku.

Karma... Ah! Dia selalu datang padaku dan mencari perhatianku. Giliran aku perduli, apa yang dia lakukan? Dia meninggalkanku di belakang. Sungguh, aku tidak akan pernah menuntut pertanggungjawaban dari anggota balai pelatihan ini lagi. Percuma.

Dan Karika. Perlukah aku membahasnya?

Dan dari penjelasanku yang panjang itu, apa aku masih tak pantas untuk andil?

Di luar rasa penasaranku tentang semua hal yang terjadi di dalam sini, di belakang tembok Balai Pelatihan Perempuan Santa Carla, aku tak juga menyelesaikan apa yang aku dan Karma mulai. Tapi, ini bukan waktu yang tepat memikirkan itu. Karena semua akan kembali pada poin yang sama. Aku tidak akan pernah menuntut pertanggungjawaban dari anggota balai pelatihan ini. Percuma.

7. Sembilan Belas GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang