30

179 7 2
                                    

30

"Setelah ini bagaimana?" Karika memandangi panel bervoltase tinggi temuan Diandra, yang dicurigai sebagai alasan Karika dan Karma lumpuh sementara pada insiden biovitamin waktu lalu.

Diandra yang sejak tadi bersandar di sisi ranjangku buka suara, "Terus terang, aku mulai tidak tahu tujuan kita membahas ini semua."

Karika diam sebentar, menaruh panel yang dipegangnya tadi, kemudian menghampiri Karma dan mengecek lukanya, "Omong-omong hasil jahitanmu lumayan, Diandra," Ia memuji.

Diandra menunduk, kemudian mengalihkan pandangannya padaku.

Karika terbatuk, lalu merobek bungkusan plester hidro colloid dan menempelkannya di atas kedua luka jahitan Karma. "Kamu yakin tidak akan membukanya lagi, 'kan?"

Karma buang muka. Kelihatan masih kesal dengan sikap Karika padanya kemarin.

Aku dan Diandra tersenyum melihat mereka berdua. Diandra diam-diam menyentuh telapak tanganku dan menggenggamnya. "Kamu bilang setelah alat itu keluar dari tubuhmu kamu akan melakukan sesuatu. Coba katakan apa sebenarnya rencanamu?" Ia bertanya pada Karma.

Karma melirik tangan Diandra, melirikku dan kembali pada Diandra. "Sebelum itu, aku ingin tahu bagaimana benda itu bisa ada di dalam tubuhku. Dan siapa yang membuatnya ada di sini." Ia menunjuk bekas lukanya yang kini tertutup plester dan dengan sengit Karma melempar pandangannya pada Karika.

"Bagaimana aku tahu. Aku bahkan tidak bisa menemukan letak alat itu di badanku." Ia menjawab dengan ringan.

"Aku bisa membantumu mencarinya." Diandra dengan antusias menawarkan diri.

"Kamu bukan dokter." Karika berkilah.

"Tapi operasiku yang pertama berjalan lancar." Diandra akan bangun ketika Karma dengan cepat membekap leher Karika dan membuatnya rebahan di ranjang.

Karika berkelejotan karena panik. "Jangan sentuh aku, kalian penuh kuman."

"Karma, jangan gila!" Diandra terlihat khawatir pada sikap Karma yang langkas. Ketika hendak mendekati mereka, aku menahan tangannya. "Biar dulu," kataku.

Dan antara Karika dan Diandra, sepertinya Karma benar.

Omong-omong aku memang tidak segila Karma, tapi aku juga penasaran dengan adegan selanjutnya. Aku penasaran dengan jawaban Karika setelah ini.

"Diandra, ambil radio itu. Bantu aku mengeluarkannya dari tubuh Karika," kata Karma sambil membekap leher Karika, menekan nadinya pelan-pelan. Sehingga Karika melemas dan kehilangan kesadaran.

Diandra terlihat panik. "Apa yang kamu lakukan padanya?"

"Aku belum membunuhnya, tenang saja," kata Karma. Ia membenarkan posisi tubuh Karika.

"Kamu tidak percaya pada Karma?" tanyaku pada Diandra. Aku sudah berjanji pada Karma untuk tidak mengatakan apa pun. Tapi, aku tidak bisa menahan mulutku untuk bertanya.

Diandra langsung bersikap tenang. "Aku ambilkan radio itu."

Karma memandangku, aku membalasnya sambil mengangkat kedua alisku. Karma menggeleng, kemudian mendengus.

.

.

Karika siuman setelah Karma dan Diandra berhasil menemukan dan mengeluarkan benda itu dari tengkuknya. Karika mengaduh kesakitan, ingin menyentuh tempat asal sakitnya tapi tak berani.

Karena sudah yang kedua kalinya, Diandra dapat membuat goresan yang lebih kecil dan rapi. Sehingga ia tak perlu menjahitnya seperti milik Karma.

"Dia seorang dokter, kasihan jika ada bekas jahitan di kulitnya," kata Diandra. Ia hanya menempelkan plester pada luka itu.

7. Sembilan Belas GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang