Chapter 15 - Kotak Bekal

23 11 0
                                    

Jessi sudah mematut diri di kaca sejak setengah jam yang lalu. Ia bolak balik mix and match baju yang akan dipakainya. Untung saja cermin besar di kamarnya itu tidak bisa protes karena bosan melihat bayangannya terpantul terus menerus. Hari ini Reihan akan menjemputnya untuk pergi bersama-sama menuju ke kampus. Senyumnya selalu terukir saat mengingat pesan Reihan yang terkirim di ponselnya.

Rei-Hero
Ada kelas ga besok?
Mau bareng?

Jessica Arabella
Ada, tapi kelas pagi. Jam 06.45 udah di rumah bisa ga?


Rei-Hero
Ok. Tunggu ya besok.
Jangan lupa sarapan dulu biar kuat
Bawa motor boleh?

Jessica Arabella
Boleh
Thanks ya


Jessi sudah sarapan seperti yang Reihan sarankan. Biasanya ia malas untuk sarapan karena gampang mual jika makan di pagi hari. Mungkin benar jika jatuh cinta bisa mengalahkan akal sehat. Emangnya benar gue lagi jatuh cinta, ya? gumam Jessi dalam hati. Jessi sekarang bisa dengan lahap menyantap sepiring nasi goreng yang ada di hadapannya. Entah kemana perginya rasa mual yang biasa ia jadikan alasan jika Mami atau Papi menyuruhnya sarapan.

Reihan memang postur tubuhnya tidak tinggi besar, tetapi cukup atletis. Rambutnya agak gondrong, sering ia menyugar saat mulai menghalangi wajahnya. Salah satu yang Jessi suka adalah Reihan terlihat berwibawa. Reihan bisa mengobrol dengan santai, tetapi bisa serius juga jika menjelaskan sesuatu. Jessi jadi menebak, pasti IPnya diatas 3,5 karena Reihan terlihat pintar.

Reihan bagai membawa nafas yang baru bagi Jessi. Selama dengan Deo, Jessi tidak bisa berpendapat. Jiwa patriarki Deo sangat tinggi, sulit dilawan. Saat dengannya, suara Jessi menjadi tidak penting. Jessi harus tunduk pada semua kehendak Deo. Jessi tidak bermaksud membuat perbandingan. Namun, kadang terbersit di pikirannya benarkah ada lelaki yang berbeda dari Deo? Lelaki yang berwajah rupawan dan sikapnya tidak bajingan. Ternyata ada, Reihan jawabannya.

Jessi memotong buah pir dan melon dalam kotak bekal. Rencananya akan ia berikan kepada Reihan. Jessi tidak sempat memasak untuk bekal, jadi ia hanya memasukkan sandwich coklat dan buah potong.

Suara klakson terdengar dari luar pagar. Reihan sudah menunggu di atas motornya. Lengkap dengan hoodie dan helm berwarna hitam yang biasa dipakainya. Jessi langsung menghampiri Reihan yang memberinya helm berwarna putih yang bergambar We Bare Bears.

"Pake punya adek gue dulu, ya. Ntar kalau toko helm udah buka, kita beli yang baru. Terserah, deh, mau warna apa."

"Iya, siap!" Jessi memakai helm dan kesusahan saat mengikat tali di bagian dagunya.

"Sini, gue bantu." Reihan mengikatkan tali itu sampai berbunyi klik. "Eh, bentar dulu."

Reihan menunduk dan mengulurkan tangannya ke belakang untuk menurunkan pijakan kaki yang akan Jessi jadikan tumpuan kakinya. Aksi kecil namun bisa membuat Jessi sedikit bergetar. Ia merasa Reihan sedang menyerang love languagenya. Iya, bagi pecinta Act of Service seperti Jessi, hal-hal yang nampak sepele tapi sangat bisa membahagiakannya.

"Yuk, naik sekarang." Reihan mempersilakan Jessi naik ke motornya.

Motor Reihan adalah motor matic berwarna hitam dengan tempat duduk yang nyaman. Jadi tidak ada modus untuk berdempetan saat rem mendadak atau karena jok yang licin. Sesekali ia hanya berpegangan pada sisi motor atau besi yang ada di bagian belakang. Hal yang memalukan jika Jessi langsung berpegangan pada Reihan sementara mereka baru kenal belum lama ini.

Reihan mengantar Jessi ke fakultasnya. Jessi membuka helm yang Reihan pinjamkan. Jessi juga memberi kotak bekal yang disiapkannya kepada Reihan.

"Nih, lumayan buat cemilan. Gak sempat masak yang berat. Nanti, deh, kapan-kapan, ya."

Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang