Chapter 1 - Kemeja Biru dan Kecap

160 23 0
                                    

Ini adalah cerita tentang Reihan Sagara dan bagaimana ia bisa bertemu dengan Jessica Arabella. Reihan tidak ingat tentang cuaca hari itu. Cerah atau berawan, atau doa apa yang sempat ia rapalkan saat akan berangkat ke kampusnya.

Tidak ada yang istimewa. Hanya berjalan seperti hari-hari biasanya. Selama ini, Reihan adalah figuran dalam cerita teman-temannya. Si pembuat ribut yang emosinya gampang tersulut. Sang pemandu sorak yang membuat ramai setiap momen yang dilalui oleh teman dekatnya. Namun, hari ini adalah hari dimana cerita ia yang menjadi tokoh utama akan dimulai.

Sepagi ini Reihan sudah mengendarai motornya untuk pergi ke kampus. Sebenarnya tadi dia hendak langsung ke fakultasnya, Fakultas Teknik. Namun, saat sedang di motor, ponselnya terus berbunyi. Ternyata Gea yang menelponnya. Gea meminta dibelikan batagor dan es jeruk kesukaannya. Sebagai teman yang baik, Reihan menuruti keinginan temannya itu.

Reihan memarkirkan motornya di parkiran FISIP. Ia kemudian  menyimpan helmnya dengan segera. Sebenarnya, ia di sini karena terpaksa. Arloji di tangan kirinya menunjukkan pukul 07.40. Ia masih punya banyak waktu untuk menunggu masuk ke kelasnya. Reihan langsung berjalan menuju kantin FISIP karena titah seseorang yang mustahil ia tolak.

Ponselnya berbunyi lagi. Reihan mengangkatnya dengan tergesa. Betul sekali, si pemesan sedang memastikan kalau perintahnya sedang dikerjakan oleh Reihan.

"Iye, iye, batagornya pangsit doang sama es jeruk tapi gula sama esnya sedikit aja, kan? Ya, baik, Nyonya Lentera." Reihan menjawab tanpa basa-basi. Ia ingin tugas mulianya itu cepat selesai.

"Reihan terbaik. Lu emang the best friend ever ever ever and forever."

"Halah, pujian macam apa itu? Belum ngidam aja titipan lo udah macam-macam. Jangan sampe pas ntar lo hamil, lo masih nyusahin gue."

"Omongan lo udah sampai hamil aja. Mikirin tugas kuliah doang, udah rontok rambut gue," jawab Gea  dengan semangat di seberang telepon.

Disinilah Reihan sekarang. Mengantre di kantin FISIP untuk sebungkus batagor dan segelas es jeruk yang jelas-jelas bukan untuk dirinya.

"Bang, pesan batagor satu, pangsitnya doang. Sama es jeruk tapi es sama gulanya dikit aja. Sori kalau ribet, buat temen soalnya."

"Ok, tunggu bentar, ya." Bang Rus menampilkan senyuman terbaik kepada Reihan sambil memberikan jempol ke arahnya.

Saat hendak membayar dan mengambil pesanan Gea, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara disampingnya.

"Ya Tuhan! Maaf, ya. Bajunya jadi kena kecap. Aduh, gimana ini?" Gadis berambut panjang itu mengusap kecap yang tumpah pada lengan baju Reihan dengan tisu basah yang dia keluarkan dari tasnya.

"Eh, hati-hati, dong. Jangan sambil ngelamun makanya." Reihan menjawab sesantai mungkin, walau ia sebenarnya agak kesal karena hari ini dia memakai kemeja berwarna biru terang. Nodanya terlihat sangat kontras di kemejanya sekarang. Apalagi kemeja ini adalah hadiah ulang tahun dari adiknya sebulan yang lalu.

"Gue aja yang bayar. Maaf ,ya, beneran maaf." Tampak jelas perasaan bersalah di air muka gadis itu.

"Gak usah. Gue bisa bayar sendiri."

"Bang, tolong hitung sekalian punya saya, ya."

Gadis itu menyodorkan selembar uang berwarna merah kepada Bang Rus. Dia masih menunggu kembalian sambil menyodorkan tangannya kepada Reihan. Reihan menyambutnya dengan agak malas. Sebenarnya ia ingin sekali menggerutu pada gadis itu. Namun, ia mengurungkan niatnya, energinya akan ia simpan dan akan ditumpahkannya saat bertemu dengan Gea. Ini bisa dia jadikan alasan untuk tidak mau lagi ke kantin FISIP.

Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang