Chapter 40 - Gagal Total

10 3 0
                                    

Ada satu koper besar yang akan dibawa Reihan ke kosannya. Ia memilih untuk kos sebelum tanggal keberangkatannya ditentukan. Alasan lainnya tentu saja karena ia ingin mulai menjaga jarak dengan Jessi.

Hanya dua hari, perpanjangan waktu yang ia minta kepada Om Bram, kemarin dan hari ini. Kemarin Reihan menghabiskan waktu seharian bersama Jessi. Kemudian hari ini adalah hari terakhirnya berbalas pesan dengan Jessi. Besok, Reihan akan mengganti nomornya dan memblokir semua sosial media Jessi.

Ada sebuah quotes dari Pidi Baiq, "Bahagia itu tidak dicari, tetapi diciptakan." Reihan berharap bahwa Jessi akan mampu mencipta kebahagiaannya sendiri. Ia pun akan berusaha untuk melakukan hal yang sama.

Di tengah lamunan, ponselnya bergetar. Ada nama Jessi yang terlihat di layarnya.

Candy Pretty Jessi
Knock, knock

Reihan Sagara
The door is open

Candy Pretty Jessi
Hari ini aku mau jemput Kak Lita di rumah temannya

Reihan Sagara
Sama siapa? Maaf aku gak bisa antar

Candy Pretty Jessi
Gak apa-apa, aku bisa sendiri

Reihan Sagara
Beneran?

Candy Pretty Jessi
Iyaaaaa. Aku kan udah lancar nyetir karena kamu yang ngajarin

Reihan Sagara
Hati-hati yaaaw
Jangan ngebut

Candy Pretty Jessi
Ok

Setelah berpamitan kepada Rere dan Mamah, Reihan berangkat ke kosan barunya diantar oleh Papah. Namun, entah mengapa hatinya terasa sangat gusar. Ada gemuruh yang terus bergejolak walau ia coba tenangkan.

***

Rencana yang dirancang Reihan tampak sempurna. Ia susun satu per satu penyelesaian masalah saat ia akan beranjak pergi. Namun, sebagus apapun rencana manusia, tak akan pernah bisa mengalahkan takdir yang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.

Jessi senang karena kini dia sudah lancar menyetir berkat Reihan. Banyak hal yang sekarang Jessi kuasai berkat bantuan Reihan. Dimulai dari menyetir, taekwondo, les bahasa Perancis hingga memasak. Bersama Reihan, Jessi merasa bertumbuh. Pelan tetapi pasti, sedikit tetapi berarti.

Jessi melajukan mobilnya perlahan. Reihan pernah berpesan, jika sedang menyetir posisikan bahwa kita adalah orang paling waras. Jangan meladeni orang yang ngebut atau marah-marah di jalan karena mereka mungkin sedang mengejar setoran.

Jessi baru saja berhenti di perempatan saat lampu lalu lintas menyalakan warna merahnya. Ia menjadi pengendara paling depan, berada di depan garis zebra cross. Detik angka merah menunjukkan angka 30, masih ada waktu untuk menunggu. Jessi bernyanyi mengikuti lantunan lagu yang ada di playlistnya.

Lampu hijau sudah menyala, Jessi menarik rem tangannya dan melajukan mobilnya perlahan. Baru saja hampir melewati perempatan, sebuah truk bermuatan berat melaju kencang dari arah kanan.

Jessi sempat menoleh, tetapi terlambat. Kini truk itu hanya berjarak setengah meter dari mobilnya. Tidak ada waktu untuk menghindar. Mobil yang Jessi tumpangi terpental, lalu terpelanting tinggi sebelum akhirnya mendarat dengan keras di aspal dan terguling beberapa kali.

Remuk dan penyok adalah gambaran yang tepat saat melihat mobil Jessi sekarang. Di dalamnya, entah berapa kali Jessi merasakan benturan. Tubuhnya terguncang dan kepalanya membentur kaca mobil yang pecah. Rambutnya sudah tak karuan dan dari kepalanya keluar cairan segar berwarna merah. Ada rasa perih yang menjalar di beberapa bagian tubuhnya. Pandangannya mulai kabur, tetapi telinganya masih bisa mendengar riuh klakson dan suara orang yang sahut menyahut. Sebelum semua inderanya terasa mati, Jessi sempat menggumam pelan, "Tolong aku, Rei ...."

***

Reihan sudah sampai di tempat yang akan menjadi sarangnya selama kurang lebih satu bulan. Belum ada yang tahu dengan tempat ini selain keluarganya. Bahkan saat Gea bertanya pun, Reihan hanya menjawab, "Nanti aja kita ketemu di bandara pas gue mau berangkat."

Reihan membuka koper dan menyusun barangnya.  Ia sempat beberapa kali mencoba menghubungi Jessi karena merasa khawatir. Namun, perasaan itu diabaikannya. Ia harus terbiasa untuk menjaga jarak.

Lalu, semuanya menjadi buyar saat ada panggilan telepon dari seseorang. Sebuah nama yang baru kali ini singgah di layar ponselnya, Kak Lita. Suara di seberang sana terdengar gemetar, ada juga tangisan yang menjadi latarnya. "Rei, kamu tahu ... Jessi kecelakaan. Kami sudah di rumah sakit." Hanya itu yang bisa Reihan tangkap karena setelahnya Reihan hanya bisa tertunduk lesu dan menangis.

***

Banyak orang yang membenci rumah sakit. Alasan pertama karena baunya yang khas terasa asing di indera penciuman. Alasan lainnya karena di tempat ini ada kabar duka yang kerap menjadi penyebab runtuhnya sebuah pertahanan seseorang. Bermacam-macan vonis yang menakutkan bisa terdengar di sini. Kabar kehilangan keluarga, teman, tetangga atau siapapun adalah hal yang biasa terjadi.

Kabar baiknya, di sini juga terlahir harapan yang biasanya semesta ragukan. Berita kelahiran yang menjadi suka cita. Ada doa-doa yang menembus langit meminta kesembuhan. Seperti yang Reihan dan keluarga Jessi lakukan sekarang. Mereka sedang menunggu berita baik datang dari kamar operasi tempat Jessi sedang dibedah sekarang.

"Rei, tolong doakan Jessi juga, ya. Kita tidak pernah tahu doa siapa yang bisa menyentuh kuasa Tuhan untuk membuat Jessi sembuh." Om Bram menepuk pundak Reihan, ia mencoba untuk tegar. Ia harus kuat karena dari tadi Tante Ruth dan Kak Lita tidak berhenti menangis.

"Baik, Om. Saya selalu berdoa untuk kesembuhan Jessi."

Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang