Chapter 37 - Berdamai

9 4 0
                                    

Dari dalam mobil, Reihan tampak mengamati toko kue berinterior dominan pink itu. Reihan sedang menunggu, apakah orang yang ia cari berada di sana atau tidak. Mau tak mau, ia harus menyelesaikan masalahnya bersama Daisy.

Reihan segera keluar dari mobil setelah melihat sosok Daisy terlihat di balik etalase kue. Reihan sengaja datang sesaat setelah toko kue buka agar tidak banyak pengunjung yang datang ke sana. Saat pintu dibuka oleh Reihan, bel tanda pengunjung masuk langsung berbunyi. Mata Daisy langsung menuju ke arah pintu dan menyambut Reihan dengan senyuman terbaiknya. "Selamat datang, Han."

"Hai, Sy. Boleh minta waktunya sebentar? Gue mau ngobrol, nih."

"Boleh banget. Lo mau minum apa?"

"Air putih aja." Lalu, Reihan memilih kursi yang berada di ujung toko agar lebih leluasa mengobrol dengan Daisy.

Daisy datang dengan membawa nampan berisi beberapa potong kue, segelas teh, dan sebotol air mineral. "Gue tahu kalau lo bakal nerima tawaran gue buat balikan. Lo udah putus sama pacar lo?"

Reihan menarik napas panjang sebelum berbicara. Ia tatap gadis yang dulu pernah menjadi pujaan hati sekaligus patah hati pertamanya. "Sy, lo sadar gak, sih, kalau yang lo rasain itu bukan rasa suka atau cinta?"

"Gue suka sama lo, gue maunya kita jalan bareng kaya dulu lagi."

Reihan menggelengkan kepala melihat kelakuan Daisy. Berpendirian teguh memang bagus, tetapi bukan berarti harus memaksakan kehendak pada orang lain. "Bukan, Sy. Menurut gue itu bukan perasaan suka atau cinta. Lo cuma terobsesi aja sama gue. Lo selalu merasa kalau apa yang lo mau harus lo dapatkan. Lo memaksakan kehendak lo ke orang lain."

Mata Daisy mengerling karena merasa tersindir dengan perkataan Reihan. "Jadi apa masalahnya? Lo sama pacar lo kan gak bisa sama-sama. Terus ada gue di sini yang nungguin lo."

"Gak gitu, Sy. Kalaupun gue nanti udah gak sama Jessi lagi, bukan berarti gue bakal bisa balik sama lo." Reihan mencoba memberi pengertian lagi kepada Daisy.

Daisy menggenggam tangan Reihan, berusaha untuk meluluhkan hatinya. "Ayolah, Han. Gue janji, gue gak bakalan selingkuh lagi."

"Sy, dunia ini luas, gak semua hal harus searah dengan apa yang lo mau. Lo harus mulai belajar buat nerima kalau ada hal yang berjalan di luar kendali lo." Reihan menarik tangannya dari genggaman Daisy. Ia harus bisa menyadarkan Daisy bahwa ia tidak akan pernah lagi menjalin hubungan percintaan dengannya.

"Kenapa harus kaya gitu?"

"Nanti lo terbuai sama keberhasilan-keberhasilan yang bikin lo merasa di atas awan. Saat lo jatuh, rasanya pasti akan sakit banget."

Daisy memalingkan pandangannya ke arah jendela. Pikirannya sedang bertaktik, mencari cara agar Reihan bisa bersamanya lagi. Hatinya masih menolak untuk menerima jika Reihan tak sejalan dengan apa yang ia mau. "Kenapa gak kita coba dulu aja, Han? Just try me, please!"

"Mohon maaf, gue gak bisa."

Ada bulir air yang jatuh dari mata Daisy. Ia tidak menyangka jika Reihan akan tegas menolak balikan lagi dengannya. "Lo gak kasihan, ya, sama gue?"

"Gue udah gak ada perasaan suka ke lo, Sy. Hubungan apa yang lo harapkan kalau cuma berlandaskan rasa kasihan aja?"

Reihan membuka botol air mineral dan langsung menenggak isinya sampai tandas. Melelahkan sekali berbicara dengan orang yang keras kepala seperti Daisy. "Lagian gue juga ke sini mau pamit, Sy."

Daisy terkejut dengan perkataan Reihan barusan. "Emangnya lo mau ke mana, Han?"

"Gue mau S2 ke Kanada, Sy. Gue mau ngejar mimpi-mimpi gue."

"Ngejar mimpi atau menghindari pacar lo?"

"Dua-duanya. Makanya gue harus selesaikan semua urusan gue sebelum gue berangkat. Gue sadar kalau gue sama dia gak bisa melangkah maju, makanya gue yang harus pergi."

Daisy merasa terharu dengan omongan Reihan. Dari tatap matanya terlihat sedalam apa rasa cintanya pada Jessi. Selama ini, Daisy selalu menutup mata. Ia pikir Reihan tidak akan bisa mencintai perempuan lain karena Reihan lama membuka hatinya setelah dulu putus dari Daisy.

"Temukan orang yang beneran sayang sama lo, tapi bukan gue orangnya. Mulai perbaiki sikap lo, ya. Jangan egois jadi orang, asah empati lo."

Daisy mengangguk. Memori tentang kelakuan buruknya di masa lalu kembali berkelebat. Tentang ia yang dulu mengaku pada Moreno bahwa ia tidak punya pacar padahal sudah jelas Reihan masih terikat dengannya. Tentang ia menolak ke bioskop dan berpura-pura sakit padahal ia berkencan dengan Moreno. Tentang Moreno yang ternyata adalah sepupu Reihan. "Maafin gue, ya, Han. Gue jahat banget dulu, gue kira kalau gue balikan lagi sama lo itu bisa nebus kesalahan gue di masa lalu."

"Lo gak perlu nebus kesalahan lo, cukup jadi diri lo dengan versi lebih baik."

"Kapan lo berangkat?"

"Mungkin bulan depan, belum tahu tanggal pastinya kapan."

"Gue boleh gak nanti ikut antar lo?"

"Hah? Gimana?"

"As a friend, just a friend."

***

Reihan melajukan kembali mobilnya setelah berbicara dengan Daisy. Ia sudah membuat janji dengan seseorang. Ia mencoba untuk tenang walaupun hatinya ingin berteriak.

Ada sesosok manusia yang sudah menunggunya di dalam kafe yang menjadi tempat pertemuan mereka. Lelaki berkacamata itu mengetuk-ngetuk tangannya ke meja. Ia menunggu Reihan datang.

"Udah lama nunggu?"

"Lumayan, silakan pesan. Gue barusan udah pesan juga." Daniel mempersilakan Reihan untuk memesan dengan memberikan buku menu kepada Reihan.

"Langsung aja, ya."

Daniel mengangguk sebagai tanda persetujuan. "Tentang Jessi, ya? Sorry kalau gue sengaja deketin dia karena gue kira dia belum punya pacar."

Daniel teringat pada sikap dingin Jessi, penolakan halusnya, dan mimik wajah yang kurang suka saat ia mendekati Jessi. Jessi yang selalu berusaha menjaga jarak.

"Gak apa-apa. Gue malah mau minta bantuan ke lo, Niel. Tolong jaga Jessi, ya, pas gue pergi."

Daniel menatap Reihan dengan heran. Ia bisa merasakan cinta yang besar dari keduanya. Namun, memang perbedaan di antara mereka tidak bisa disederhanakan. "Lo mau ke mana? Tega banget lo ninggalin Jessi."

"Gue udah bicara sama Om Bram, dia bilang kalau Jessi gak akan pergi kalau bukan gue yang pergi duluan. Gue gak bisa menjanjikan sesuatu yang gak bisa gue tepati. Jadi lebih baik gue pergi daripada gue mengulur waktu buat Jessi."

"Terus gimana sama Jessi? Lo pikirin gak kalau nanti dia bakalan sedih banget."

Reihan memijit pelipisnya, tanda ia frustrasi. Siapa juga yang mau meninggalkan orang yang disayanginya selama setahun ini?

"Makanya, gue minta tolong sama lo, Niel. Tolong temenin dia pas gue udah gak di sisi dia lagi."

Daniel berdecih, tangannya terkepal menahan amarah. Dadanya bergemuruh membayangkan seseorang menarik hatinya sekarang malah akan ditinggal pergi oleh orang yang sangat dikasihinya. Sungguh sebuah ironi. "Ternyata lo brengsek, ya?"

"Iya, gue emang bangsat. Tapi bakalan lebih bangsat lagi kalau gue memaksa sesuatu yang emang gak bisa disatukan, Niel. Kalau lo ada di posisi gue, emangnya apa yang bisa lo lakuin?"

Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang