Chapter 34 - Berjuang Bersama

10 4 0
                                    

34 fix

Reihan sudah sampai di parkiran tempat Jessi kursus bahasa Perancis. Ia masih menunggu di dalam mobil karena kelas Jessi tampaknya belum bubar. Reihan meraih ponsel yang sedang diisi daya baterainya untuk menghubungi seseorang.

Reihan memang punya banyak hal yang ia ingin wujudkan untuk Jessi. Namun, Reihan juga harus punya rencana yang matang untuk dirinya sendiri. Mementingkan orang lain diatas kepentingan diri sendiri mungkin di masa depan akan menjadi boomerang dan Reihan tidak mau itu terjadi.

Jadi, Reihan sudah menentukan satu per satu langkah yang akan diambilnya. Memetakan dengan gamblang tentang apa yang harus ia lakukan untuk mencapai tujuannya.

Reihan Sagara
Pak, sorry nih ganggu. Kayanya gue lagi perlu bantuan lo

Bapak Negara
Napa, Han? Apa yang gue bisa bantu?

Reihan Sagara
Lo ada rencana balik Jakarta gak dalam waktu dekat?

Bapak Negara
Kayanya minggu depan, ada nikahan sepupu gue

Reihan Sagara
Ok lah sip. Thanks.

Bapak Negara
For what? Gue belum ngapa-ngapain juga, lo udah bilang makasih

Reihan Sagara
Hehehe

Bapak Negara
Yang jelas anj. Gue gak suka dibikin penasaran kaya gini

Reihan Sagara
Ntar aja

Bapak Negara
Jangan sampai gue suruh Gea datang ke rumah lo buat ngewakilin gue nimpuk pala lo ya

Reihan Sagara
Bantuin gue ngurus visa, takut ditolak
Soalnya gue perlu banget

Bapak Negara
Lo mau kemana emangnya? Liburan?

Reihan Sagara
NZ. Ada lah pokoknya

Bapak Negara
Yang lain udah tau?

Reihan Sagara
Gak ada, cuma lo yang tau.
Jangan pada dikasih tau dulu, terutama Ibu Negara

Bapak Negara
Kenapa?

Reihan Sagara
Nanti gue cerita kalau lagi santai

Bapak Negara
Gak bisa nih gue diginiin
Reihan sialan, gue jadi kepikiran

Reihan Sagara
Bye

Bapak Negara
BGST

Jessi mengetuk pintu kaca yang berada di sisi kanan Reihan. Reihan membukanya dan melihat senyuman Jessi yang menyambutnya. Reihan mengusap pelan pipi Jessi dan membuka pintu mobil.

"Gimana? Asyik gak kelasnya?"

"Hm.. Lumayan, gurunya baik. Terus tadi aku juga udah kenalan sama yang lain."

"Bagus deh. Mau cari yang lain atau lanjut disini aja?"

"Lanjut disini aja deh kayanya. Biar gak buang-buang waktu, terus disini aku udah klik juga kok."

"Ok. Aku sih senyamannya kamu aja. Eh ke apartemen Jayden dulu boleh ga?"

"Oh, kenapa?"

"Laptop ku ketinggalan disana. Ambil dulu bentar ya?"

"Iyaaaa."

Mereka sudah sampai di apartemen Jayden. Dan segera naik ke unitnya. Reihan menggandeng tangan Jessi. Ia ingin terus menggenggam sebelum akhirnya harus melepas.

"Lupa beli apa gitu buat Jayden."

"Mau beli apa emangnya?"

"Ya makanan atau apa gitu buat dia."

"Jess, kamu coba buka deh kulkas sama kitchen set di apartemen dia. Isinya makanan semua, makanya kalau pada ngumpul tuh maunya di tempat Jayden. Karena disini tuh ibarat lumbung padi buat para tikus."

Jessi tertawa mendengar perkataan Reihan."Kalian ya yang jadi para tikusnya?"

Reihan mencubit gemas pipi Jessi karena berhasil meledek dia dan temannya. Kenyataannya memang begitu, dijamin tidak akan kelaparan kalau masuk ke apartemen Jayden.

"Udah bilang ke Jayden mau kesini?"

"Dianya lagi di rumah Dami, tapi tadi aku udah izin kok."

Reihan memencet kode akses pintu apartemen Jayden. Sepi tak berpenghuni karena sang pemilik sedang ada di rumah orang tuanya. Jessi duduk di sofa depan televisi. Sementara Reihan mengambil laptop di atas meja belajar dekat rak buku Jayden.

Reihan merapikan laptop dan charger nya ke dalam tas. Lalu duduk bergabung dengan Jessi di sofa itu. "Jess, aku sayang  deh sama kamu."

"Kalau aku udah tahu, terus apa?"

"Ya gak apa-apa. Kamu tahu kalau aku sayang kamu, itu udah cukup." Reihan mengelus rambut Jessi.

Cukup? Jawaban yang Jessi harapkan adalah "Ayo kita berjuang bersama" atau "Aku sayang kamu, makanya aku ingin kita sama-sama terus." Tapi sampai saat ini, kalimat itu tidak pernah ia dengar.

Jessi mengusap pipi Reihan dengan tangan kirinya. Lelaki ini, dia menahan untuk tidak memberi harapan. Dia segan untuk membuat Jessi dibuai janji yang tidak bisa ditepati. Jadi dia hanya bertahan karena masih ingin merasakan getaran cinta yang sama-sama mereka rasakan.

Jessi menatap Reihan dengan seksama. Lalu ia mengecup bibir Reihan. Reihan terkejut atas tindakannya. Namun Jessi tidak ingin berhenti, setidaknya untuk kali ini. Jadi dia naik ke pangkuan Reihan untuk lebih mendekatkan diri. Bahkan membuka kakinya di pinggang Reihan agar bisa lebih melekat.

Ada hembus nafas yang beradu. Ada bibir yang saling menuntut. Seperti saling mengabarkan jika mereka ingin waktu ini lebih panjang.

Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang