Chapter 25 - Paling Halus

15 10 2
                                    

Adzan subuh sudah berkumandang, sebagai pengingat para umat untuk segera melakukan kewajibannya. Alarm dari satu ponsel ke ponsel lainnya seakan bersahutan, meminta segera dimatikan atau ia akan menjerit terus menerus sampai tuannya bangun dari tidur. Satu per satu penghuni villa itu segera mengambil wudhu karena akan berjamaah bersama.

"Lo kalau masih ngantuk, tidur lagi aja, Jess. Kita cuma bentar, kok." Oya sudah memakai mukena dan berjalan menuju ke musala yang berada di lantai dua. Di sana yang lain sudah menunggu, hanya tinggal Oya dan Hagi yang belum datang.

"Gak apa-apa, gue di belakang aja. Sepi juga sendirian di kamar." Jessi mengekor di belakang Oya.

"Kebiasaan banget, nih, si duo lelet," gerutu Gea.

"Lo pernah kepikiran gak, gimana jadinya kalau Oya ternyata jodohnya Hagi?" Kayli berkelakar lalu disambut oleh gelak tawa oleh temannya yang lain.

"Janganlah, siput ketemu siput, nanti gak ada yang maju hidupnya." Chaka menanggapi lelucon Kayli.

"Sialan, lo! Siput siput aja, siput juga kalau naik jet bisa ngalahin pesawat terbang." Hagi segera maju ke saf depan sambil berlari kecil.

"Juna, cepat ikamah. Han, lo yang jadi imam," perintah Marvel pada keduanya.

"Han, surahnya jangan panjang-panjang, ya, gue masih ngantuk." Jayden berkata sambil mengucek mata kantuknya.

"Astagfirulah, ibadah aja harus ditawar dulu, giliran doa aja lo langsung minta dikabulin. Emang lo mah hamba gak tahu diri." Tera mendorong badan Jayden yang ada di sebelahnya.

Suara ikamah Juna langsung membuat mereka diam dan bangkit dari duduk. Reihan sudah berada di depan untuk memimpin salat. Lantunan ayat suci terdengar sangat syahdu di telinga, suara Reihan sangat merdu. Ia membaca surah Alfatihah dan Alzalzalah di rakaat pertama serta surah Alfatihah dan Alqadr di rakaat kedua.

Di belakang, Jessi hanya menunggu dan memperhatikan semuanya beribadah dengan khidmat. Mungkin begini pemandangan yang akan terjadi jika ia dan Reihan berada di jalan yang sama. Ia melihat dengan jelas benteng yang berdiri antara Reihan dan dirinya, benteng yang terlalu tinggi untuk bisa dirobohkan. Tak terasa air matanya meleleh, membuat basah pipinya.

Allah, kenalin aku Jessica, seorang hamba Tuhan Yesus yang mencintai umat-Mu yang menjadi imam salat itu. Izinkan aku untuk bersama dia, ya. Jika takdir akhirnya memisahkan kami, tolong ambil dia dengan cara paling halus yang Engkau bisa. Aku tahu kalau aku ini serakah, tapi sebagaimana Engkau Maha Pengasih, tolong kasihi aku juga, karena aku tidak akan melepasnya sebelum ia melepaskanku.

Setelah salat selesai, Reihan memimpin untuk berdoa dan diamini oleh makmum yang ada di belakangnya. Mereka kemudian bersalaman sebelum membubarkan diri.

Chaka langsung tersenyum ke arah Reihan. "Han, salut banget gue sama lo. Malamnya maksiat, subuhnya langsung taubat."

***

Pagi sudah datang, tetapi para penghuni di villa itu masih belum beranjak dari tempat tidur. Udaranya sangat dingin, kabut pun masih menyelimuti. Belum terlihat aktivitas apa pun, semuanya masih berada dibalik selimut.

Ponsel Reihan bergetar karena ada pesan yang masuk. Ia segera membuka pesan itu dan membacanya.

Oryza Sativa
Han, gue mau ngomong dong sama lo

Reihan Sagara
Apaan? Ngomong aja langsung


Oryza Sativa
Gue serius, tentang pacar lo

Reihan Sagara
Lo ke dapur aja bikinin sandwich,
ntar gue ke sana


Oya dan Reihan sudah ada di dapur vila. Oya menyodorkan roti selai yang sudah dibuatnya kepada Reihan. Air muka Oya terlihat ragu untuk memulai pembicaraan.

"Udah ngomong aja, Ya. Gue gak bakalan gigit ternak warga, kok."

"Jokes lo makin ampas. Gimana, ya, gue bingung."

"Santai aja, gue gak bakalan marah."

Akhirnya Oya bercerita kepada Reihan. Reihan hanya menyimak apa yang Oya katakan. Sesekali ia memijat pelipis dengan jarinya. Dahinya berkerut, ia mencoba mencerna cerita Oya dan menyambung satu per satu titik dari peristiwa ini. Ke mana masalah ini akan bermuara dan bagaimana cara ia menuntaskannya. Kepalanya langsung terasa berat, bagaikan ada berton-ton beban yang bergelayut di sana.

"Makasih, lo udah mau bilang, Ya. Nanti bakalan gue cari tahu."

"Lo gak sendirian, Han. Lo punya kami, teman yang selalu siap bantuin lo. Jangan gegabah."

"Iya, thanks, Ya."

***

Setelah menginap dua hari di vila, mereka memutuskan untuk pulang. Barang-barang sudah dikemas dan dimasukkan ke mobil. Tera, Gea dan Juna berada di mobil pertama. Juna sebenarnya sudah protes karena dia hanya akan jadi obat nyamuk bagi pasangan kekasih itu. Mau bagaimana lagi, Juna sudah ditolak berada dalam mobil Chaka karena Kayli mengancam akan naik mobil travel saja jika satu mobil dengan Juna. Mobil Chaka adalah mobil tiga baris yang paling banyak muatannya. Marvel duduk di kursi kemudi dengan Oya di sebelahnya, sementara di kursi tengah ada Kayli, Hagi dan Chaka. Jayden, Reihan dan Jessi berada di mobil ketiga.

"Jagain, Jay. Kalau berdua takut belok kemana-mana," teriak Hagi dari kaca jendela.

"Lo memang brengsek, Hagia!" Reihan membalas teriakan Hagi yang kemudian disusul oleh lemparan botol kosong. Hagi tidak suka dipanggil dengan nama itu. Menurutnya, nama Hagia terdengar seperti nama perempuan.

Semua mobil telah meninggalkan vila, menuruni jalan berkelok dan masih berkabut. Jayden terlebih dahulu menyetir, Reihan ada di kursi sebelahnya.

"Gak apa-apa kan aku duduk di depan?"

"Iya, temenin aja Jayden ngobrol. Aku juga ngantuk, nih."

"Kamu istirahat aja, ya." Reihan mengelus rambut Jessi dan mencium puncaknya.

"Anggap aja gue makhluk astral. Gue mah tembus pandang, kok. Lanjutin aja, silakan." Jayden hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua.

Sekitar satu jam perjalanan, ponsel Reihan bergetar karena ada pesan masuk, ternyata pesan dari Mas Jody. Reihan segera membaca dan membalasnya.

Mas Jody
Han, lagi dimana?

Reihan Sagara
Di jalan nih Mas, baru balik dari Bandung


Mas Jody
Kalau udah sampe kasih tau aja

Reihan Sagara
Kenapa emangnya?


Mas Jody
Nanti aja ngomongnya pas udah ketemu

Reihan Sagara
Ok deh


Ada apa sebenarnya? Setelah cerita Oya di dapur, jujur Reihan masih pusing memikirkannya. Ditambah lagi sekarang Mas Jody mengajaknya segera bertemu, seolah ada info penting yang ingin segera ia sampaikan. Reihan lelah menduga-duga, ia pejamkan mata dan membenturkan kepalanya ke sandaran kursi.

"Lo kenapa? Kok, diam aja, sih? Jangan bikin gue takut, dong, Han."

"Gak apa-apa. Lo fokus nyetir aja sampai Jakarta. Gue lagi gak bisa nyetir, pusing kepala gue."



Gaes, mohon maaf buat update-an kemarin. Aku rasa itu adalah bab paling ampasssss deh 😭😅
Tapi tadi udah aku edit kok, silakan kalau mau baca ulang Chapter 24. Makasiiiiyyy 💖

Jangan lupa vote dan komen juga yaaaaaa 😊😊


Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang