Jessi dari semalaman gusar. Ia hanya tahu kabar Reihan melalui Jayden. Sampai pagi ini, ponsel Reihan masih mati, tidak bisa dihubungi. Jadi Jessi berencana untuk menemui Reihan langsung di apartemen Jayden.
Ada banyak tanya yang berkeliling di benak Jessi. Bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Reihan? Apakah masih berlanjut atau tidak? Mengapa Reihan bisa sampai bertengkar? Apa yang diucapkan Deo sampai Reihan tidak bisa mengontrol emosinya? Harusnya Jessi tidak mengajak Reihan masuk dalam urusan rumitnya dengan Deo. Jessi menyalahkan dirinya sendiri.
Jessi mengabarkan kepada Jayden bahwa ia sudah berada di depan unit apartemen Jayden. Pintu terbuka dan Jayden mempersilakan Jessi masuk. Ada Reihan yang masih terbaring di sofabed. Dari semalam Reihan memang tidur disitu. Tidak mau beranjak walau Jayden sudah membujuk untuk bergantian saja tidur di ranjangnya.
"Jess, gue tinggal lo sama Reihan gak apa-apa, ya? Soalnya gue disuruh bundami balik ke rumah. Ada eyang gue datang dari Solo."
Jessi hanya bisa mengangguk. Jayden sudah bersiap untuk berangkat. Sama sekali tidak pamit kepada Reihan karena takut mengganggunya. Sudah ada Jessi yang akan menjaga dan menemaninya.
"Makanan yang ada disini semuanya halal buat dimakan. Gak usah segan, ya. Tapi kalau lo perlu bantuan, hubungin aja gue atau Gea. Gue cabut dulu, bye."
Pintu apartemen tertutup, menandakan Jayden sudah pergi. Hanya tinggal Jessi dan Reihan di ruangan ini. Jessi mengusap pelan wajah Reihan yang lebam. Tak terasa air matanya jatuh, isaknya pecah membuat Reihan terbangun.
Reihan langsung bangkit dari sofabed. Mengusap air mata di pipi Jessi. "Hei, kenapa nangis?"
"Maaf, ya, gara-gara aku, kamu jadi begini."
"Siapa yang bilang ini gara-gara kamu? Gak ada, Sayang."
Reihan mengajak Jessi dalam rengkuhannya untuk memeluk dan menenangkannya. Ia mengusap rambut halus Jessi yang berwarna hitam legam dan wangi murbey. Reihan sama sekali tidak ada pikiran menyalahkan Jessi atas semua ini. Mengingat bagaimana Reihan pernah melihat Deo pernah berbuat kasar langsung di depan matanya, omongan tentang Jessi semalam pasti hanya karangan Deo semata.
"Bentar, bentar, lepas dulu."
Jessi melepaskan diri dari peluk yang hangat itu. Ia membebaskan diri sambil heran.
"Aku malu tahu, belum mandi." Reihan langsung berlari ke kamar mandi. Meninggalkan Jessi yang jadi tertawa karena melihat tingkahnya. Padahal beberapa detik yang lalu ia masih menangis.
***
Reihan sudah keluar dari kamar mandi. Wajahnya tampak segar walau lebam masih terlihat jelas. Ia kemudian duduk di meja makan karena Jessi sudah menyiapkan sarapan untuknya.
"Aku gak maksa kamu buat cerita. Tapi aku bakalan senang kalau kamu jujur tentang apa yang terjadi semalam."
Reihan masih mengunyah roti dengan olesan selai kacang yang Jessi buat. Sebenarnya ia malas membicarakan hal ini dengan Jessi. Ia takut Jessi harus membuka lagi kenangan buruk yang dulu dilaluinya.
"Aku gak suka aja orang yang aku sayang dihina."
"Emangnya dia bilang apa aja tentang aku?"
"Sesuatu yang cukup bikin aku marah. Ok, sudah tamat ceritanya. Jangan diperpanjang lagi, ya."
"Terus? Gimana?"
"Aku percaya sama kamu, Jess. Mana mungkin aku percaya sama omongan binatang sableng yang bejat itu. Everything gonna be fine right now. I'm promise."
KAMU SEDANG MEMBACA
Au Revoir [END]
Novela JuvenilAu Revoir Blurb Reihan pernah merasakan sakitnya dikhianati. Jadi, dalam waktu yang lama ia enggan untuk membuka hati. Jessica tidak pernah tahu bahwa ada bentuk lain dari cinta, karena selama ini ia hidup dalam belenggu yang memenjara jiwanya. ...