Chapter 9 - Planet Mars

35 14 0
                                    

Tiada hari tanpa macet di Jakarta. Manusia berjejal di jalanan dengan aneka tujuan. Ke sekolah, ke kampus, ke kantor, ke rumah saudara atau ke mana pun. Jalan sesak saling klakson menyuruh cepat jalan jika ada celah. Benar-benar perjuangan untuk bisa sampai tepat waktu pada tempat yang diinginkan.

Reihan mengawali paginya bersama ribuan para pengendara jalan itu. Ia menggeser jadwalnya untuk berangkat lebih awal. Ia selalu mencoba menata jadwalnya dengan baik setiap hari. Padahal, hari ini jadwal kelasnya dimulai pukul 10.30. Ia akan ke perpustakaan sebelum memasuki kelasnya. Mau tidak mau, berangkat pagi adalah tindakan aman yang bisa ia ambil.

Perpustakaan kampus adalah tempat yang paling dihindari oleh Reihan. Bukan karena ia tidak suka membaca. Hanya saja menurutnya petugas perpustakaan kampus sangat jutek. Pernah suatu kali Reihan lupa untuk menyimpan tas di tempat penitipan barang, ia langsung diteriaki seperti maling. Semua mata langsung jadi tertuju padanya. Rasanya Reihan ingin menghilang saat itu.

Berbanding terbalik dengan Reihan, perpustakaan menjadi tempat favorit Jayden. Walaupun penjaganya judes, baginya tak mengapa. Tak akan menyurutkan niatnya untuk berburu buku-buku bagus disana.

Sialnya, hari ini Reihan harus ke perpustakaan karena harus meminjam salah satu buku disana. Reihan sudah meminta tolong kepada Jayden untuk meminjamnya. Namun, Jayden menolaknya dengan alasan hari ini dia tidak ada kelas. Jadi dia akan tidur sampai siang di apartemen.

Reihan Sagara
Jay, ayo dong hari ini ke perpus. Gue beliin sbux deh

Jayden
G dl.

Itu adalah usaha terakhir Reihan sebelum menyerah.

Reihan dengan fokus masuk ke perpustakaan. Walaupun malas, jangan sampai kejadian buruk terulang lagi. Dia mulai mencari-cari buku yang akan dipinjamnya. Lebih cepat ditemukan akan lebih baik, karena berarti ia bisa segera keluar dari perpustakaan.

Reihan akhirnya menemukan buku itu. Buku yang akan membantu ia untuk menyelesaikan tugas dari dosennya. Dia mengapit buku dengan tangan kirinya. Suasana perpustakaan tak semenakutkan aura dari penjaganya. Jadi Reihan berkeliling untuk sekalian meminjam buku lainnya. Dijelajahinya satu per satu rak buku dan menelusuri judul yang menarik baginya.

Reihan memiliki firasat yang bagus. Baginya itu merupakan pertahanan diri yang harus dikuasainya. Seperti sekarang, ia merasa ada seseorang yang mengikutinya. Gerak geriknya bagai diintai oleh sepasang mata yang berhasil bersembunyi saat Reihan menoleh ke belakang.

Reihan sudah merasa tidak nyaman. Jadi ia buru-buru keluar dari perpustakaan. Lagipula siapa sih yang pagi-pagi sudah mematai-matainya. Kurang kerjaan banget, katanya dalam hati.

Memang ada sepasang mata yang sedari tadi menyelidiki Reihan. Gadis yang menumpahkan kecap itu ingin meminta maaf atas sikapnya tempo hari yang membuat Reihan kesal. Jadi dia tidak sadar malah menjadi penguntit. Padahal ia murni hanya ingin menyelesaikan itu. Karena setelah kejadian, hatinya jadi gusar.

***

Jayden
Han, sore mau kemana?

Reihan Sagara
Gak tau. Tadi ada yang ngintilin gue di perpus. Merinding bgt.

Jayden
Nyenyak banget tidur gue

Reihan Sagara
Hahaha info yang sangat berfaedah sampai gue pengen forward ke admin Lambe Turah biar seluruh rakyat Indonesia tahu

Jayden
Eh yang tadi tuh
Siapa yg ngintilin lo?

Reihan Sagara
Setan penunggu perpus

Jayden
Si bangsat, bikin gue malas ke perpus aja

Reihan Sagara
Mampus lo

Reihan cekikikan setelah berhasil membuat Jayden takut. Ia senang karena merasa balas dendamnya sudah lunas.

Setelah dari perpustakaan, Reihan pergi ke rental komputer di dekat kampus. Ada tugas yang ingin dia cetak. Ia memang sengaja tidak mencetaknya di rumah karena ada bagian yang ingin ia sunting saat sudah membaca buku yang dipinjamnya dari perpustakaan.

Dalam rentang waktu setengah jam, Reihan sudah membereskan semuanya. Namun, saat ia hendak memakai helm, ia mendengar keributan yang ada di lorong samping rental komputer.

"Lepasin. Gue gak ada urusan lagi sama lo. Kita udah lama putus." Ada suara perempuan yang terdengar. Suaranya seperti menahan tangis, pilu sekali.

"Ayo, ikut gue. Sekarang!" titah suara lelaki yang sepertinya sedang memaksa pada perempuan itu.

"Lepasin atau gue bakal teriak!" Suara perempuan terdengar lagi.

"Teriak aja kalau lo berani! Gak bakalan ada yang nolongin lo!"

Reihan sebenarnya tidak suka ikut campur urusan orang lain. Namun, baginya adalah sebuah dosa saat ada orang yang meminta tolong di sekitarnya namun ia malah mengabaikannya. Jadi saat ini, Reihan memilih untuk menolong dengan upaya yang ia bisa.

Satu tamparan hampir mendarat pada perempuan itu. Namun, berhasil Reihan tangkis dengan menahan tangan si lelaki.

"Kalau mau jahat ke cewek, tolong pastiin dulu kalau lo lahir dari telur atau dari bongkahan batu," gertak Reihan pada lelaki itu. Reihan lalu mendorong lelaki itu untuk menjauh.

Reihan mengamati keduanya. Mereka tampaknya masih mahasiswa seperti dirinya. Wajah si gadis tertutup oleh rambutnya yang berantakan akibat kena jambak oleh lelaki yang ada di hadapannya.

"Jangan ikut campur, anjing! Ini bukan urusan lo." Lelaki itu menatap Reihan dengan tatapan sinis.

"Jadi urusan gue karena kejadiannya di depan muka gue."

Reihan pernah belajar silat sejak SD. Lalu, di SMP ikut ekstrakurikuler Taekwondo. Di SMA melanjutkan berlatih Taekwondo dengan serius. Walau tidak sehebat Juna, tetapi baginya semua itu cukup untuk mempertahankan diri. Jadi sudah seharusnya kalau ia tak gentar menghadapi lelaki yang ada di hadapannya sekarang.

"Anjing, pergi sana!" Lelaki itu mencoba meninju Reihan.

Tak kalah sigap, Reihan bisa menangkisnya dengan satu tangan. Tangan yang lainnya ia gunakan untuk memegang ponsel yang sedari tadi merekam.

"Kalau mau adu mulut dan gak ada yang tahu, lo pergi aja sana ke Planet Mars atau minimal ke bulan, deh. Di Bumi masih banyak manusia punya telinga yang terganggu sama suara lo."

Gadis itu menahan senyum. Disaat genting seperti ini Reihan masih bisa bicara hal lucu.

"Gue udah rekam semuanya. Pilihan ada di lo, sih. Lo milih berhenti bersikap kaya gini atau bakalan viral karena kasar sama cewek."

Lelaki itu mengepalkan tangannya ke udara dan berlalu dari hadapan Reihan. "Bangsat, lo!"

Au Revoir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang