Dua jam sudah dengan basa basi yang ada, Becky tau persis Freen tidak pernah nyaman dengan semua keadaan ini, bukan Becky tidak tau sifat sang Ayah yang berubah kepada suaminya itu, di tahun ketiga pernikahan Mereka, semua keluarga Becky tau jika Freen tidak akan pernah ingin memiliki anak, alasan itu bahkan dengan sangat amat jelas Freen jelaskan, tapi siapa yang peduli?, hanya dirinya, hanya Becky, yang melihat dengan jelas bagaimana trauma itu membuat Freen selalu kekurangan oksigen setiap malamnya karena serangan panik yang membuatnya ketakutan sepanjang hari.
Becky tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menjelaskan semua hal ini kepada Mereka, karena menurut logika awam orang-orang untuk apa memilih untuk tidak memiliki anak, atau kenapa harus dirinya bertahan dengan laki-laki yang penuh trauma dalam hidupnya, kenapa harus selalu memikirkan perasaan orang lain dari pada perasaan sendiri, karena tidak ada yang tau bagaimana luka itu bergerak liar dalam isi kepala.
"Papa mau Kalian udah mulai mikirin buat masa depan deh Freen, Bec. "
Lelaki itu mengangkat kepalanya, mulai menatap laki-laki paruh baya yang ada di hadapannya ini, pembicaraan yang sama untuk setiap tahunnya, dan akan berakhir tidak enak setelahnya.
"Pa, Kami nyaman kok dengan keadaan kayak gini. "
"Bec, Papa yakin Kamu gak nyaman, Kamu lulusan dokter spesialis pediatri, dan milih gak kerja dibidang itu, Kamu kira Papa gak tau alasannya apa, karena Kamu terlalu sedih kan harus berurusan dengan anak-anak orang tapi Kamu sendiri gak punya anak. "
"Pa, "
Becky menghembuskan nafasnya perlahan, walaupun kenyataannya, itu benar adanya, perkataan sang Ayah tidak semuanya salah.
"Aku punya agency model, Aku model, Aku punya usaha Ku sendiri, Aku gak mungkin untuk...
"Usaha Freen yang Kamu lanjutin?, Kamu kuliah hampir 7 tahun, dan Kamu menyerah dengan cita-citamu karena mengerti laki-laki yang tidak mengerti mimpimu ini?"
"Pa, cukup, kalau Papa kayak gini terus, Aku gak bakalan datang lagi kalau ada pertemuan keluarga. "
Ia terluka, benar adanya, Ia sakit karena harga diri Freen akan selalu Mereka injak, karena Becky sudah sepenuhnya jengah, tangan itu menarik tangan Freen menjauh dari sana, setidaknya Ia tidak lagi merasakan sakit hati.
Menangis, terluka, karena kenyataannya Ia melakukan semua ini memang dengan alasan tidak ingin menyakiti hatinya sendiri dengan harapan kosongnya, hanya ingin menjaga keutuhan rumah tangganya karena Ia tidak ingin Freen merasa sakit yang sama sepertinya jika Mereka tetap memaksakan untuk memiliki anak.
"Bec. "
"Aku kayaknya mau ketemu sama Irin dulu ya, tadi bilang harus neme...
Pelukan itu, masih terasa sama, bukan hampa namun hangatnya mulai pudar, Ia tidak yakin ini karenanya atau Freen, tapi yang Ia tau, semuanya telah redup karena terlalu lama dipaksa bersinar.
"Kamu bela Aku lagi di depan Mereka, Aku tau ini berat, tapi Aku gak mau Kamu bersikap kayak gitu di depan Papa, Aku takut Papa nyangkanya Aku yang suruh Kamu gitu. "
Kadang, Becky juga terluka dengan perkataan Freen yang sedikit namun membuatnya sakit, masalahnya bukan pada dirinya, namun pada lelaki itu sendiri, tapi seakan semuanya tidak terlihat seperti debu olehnya.
"Iya, Aku pergi dulu. "
"Apa mau Aku antar. "
"Gak usah. "
"Ya udah Kamu aja yang bawa mobil ya. "
"Hmm. "
Apa yang harus Becky harapkan dari sikap Freen?, lelaki itu yang menggampangkan segala hal, lelaki yang tidak pernah paham diamnya dirinya, lama kelamaan semua terasa asing untuknya, Freen jauh berubah, walaupun Ia masih sangat manis untuk segala hal.
Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang namun air mata yang lebih deras dari pada beberapa saat yang lalu, menekan kuat kembali ingatan tentang perkataan sang Ayah, Ia mati-matian untuk tidak peduli dengan itu semua, namun tidak bisa, sisa 3 tahun setelah kuliah yang Ia sia-siakan membuatnya masih terluka sampai detik ini.
"Sekali aja Freen, Kamu dengerin Mereka, Aku mau Kita punya anak, Aku terlalu rindu akan seorang bayi di antara Kita, Aku yang selalu sakit saat melihat anak teman-teman Kita tumbuh besar, namun Kita tidak memiliki satupun. "
Cengkraman pada setir mobilnya semakin kuat, seiring raungan tangis terdengar berisik, namun setelah ini bagaimana Ia harus berperan seperti tidak lagi terjadi apapun di hatinya?, bagaimana?.
"Rin, Aku mau ketemu Ka..
Darah yang tiba-tiba mengalir di hidungnya membuat Becky berhenti berucap, Ia mencerna apa yang sedang terjadi padanya, hingga panggilan itu Ia tutup begitu saja, memberhentikan mobilnya, mulai mengecheck bagian tubuhnya, dan Ia terdiam sebentar, karena Becky tau persis gejala ini, Ia memiliki genetic terkuat dari sang Ibu, dan wanita tercintanya pergi karena penyakit itu.
"Gak, gak mungkin, Aku baik-baik aja, ini cuma mimisan karena capek aja. "
Namun kenyataan mengkhianatinya, saat tiba-tiba nyeri terasa pada tulangnya, membuat kesemutan yang benar-benar terasa sakit sekujur tubuhnya, selama ini Becky menahan semua rasa sakitnya, menganggap hanya seperti kelelahan biasa saja, tapi sampai detik ini Ia masih berpikir jika ini hanya sebuah akibat dari tubuh yang Ia paksa bekerja selama sebulan ini.
"Please, in healer, astaga. "
Becky buru-buru menekan benda kecil itu ke dalam mulutnya, sudah 3 bulan ini Ia rutin menggunakan in healer karena sesak yang selalu datang jika lelah dan stress mendera.
Tapi kali ini darah itu seakan berpacu dengan rasa sesaknya, memundurkan jok mobilnya, menekan sandaran kursinya agar Ia bisa sedikit merebahkan tubuhnya, dibalut rasa bingung, tidak satupun mampu Ia hubungi, tidak juga ingin siapapun panik karena dirinya.
Menenangkan dirinya sendiri, Becky sering menangis hingga dadanya sesak dan nafasnya sulit untuk dirinya raih, tapi tidak seperti hari ini, sangat aneh.
"Tolong, apapun yang terjadi, jangan hari ini, dan jangan di sini. "
Men-sugesti diri sendiri, Ia coba untuk menjadi tenang, mengatur nafasnya, menyemprotkan in healer itu berulang kali, hingga Ia kembali mendapatkan udara yang baik untuk paru-parunya.
Ketukan pada kaca mobilnya membuat Becky yang masih sibuk mengatur nafas dan menyeka darah di hidungnya terkejut, laki-laki dengan seragam dishub itu menghampirinya, ini jalanan tol yang ramai, dan tidak boleh mobil berhenti sembarangan di bahu jalan, karena akan menyebabkan kemacetan.
"Pak, apa boleh bawa Saya ke rumah sakit, sepertinya ada yang salah pada tubuh Saya. "
"Baik Bu, silahkan ke mobil Kami, biar anggota lainnya yang membawa mobil Ibu. "
Sekali lagi, Ia berharap semuanya baik-baik saja, apapun itu.
hay, Aku sudah sangat siap untuk menyakiti hati moengil Kalian lagi, peluk BUF erat-erat ya 🫶🏻, ayaflu 🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi untuk Freenky (Freenbecky)
Short Story(Misgendering⚠️) Bumi itu luas, Ia tidak akan membuatmu kesepian.