Tiga belas

2.2K 273 16
                                    

Becky POV.

Aku tidak pernah merasakan segemetar ini, di saat seharusnya semua kabar yang akan Aku katakan adalah sebuah kebahagiaan, di tangan kananku ada satu alat pengukur kehamilan, tertulis pregnant di sana, Aku sudah hampir satu jam berada di dalam kamar mandi ini, Aku takut, Aku membahayakannya nanti.

Tapi satu sisi, Aku menginginkannya, Aku merindukan suara tangisan bayi di rumah ini, 10 tahun Aku mendambakan buah hati, dan saat Aku mendapatkannya, apa iya Aku harus mengikhlaskannya karena penyakit ini.

Ada hati lain yang sedang berdebar menunggu jawabanku, yang ingin mendengar perkataan "iya" dari ku, Aku tidak ingin Ia kecewa, Aku ingin Kami  bahagia dengan hal yang sama.

"Babe? gimana? udah satu jam. "

"Iya. "

Tidak ada yang tau bagaimana takdir memainkan perannya, cerita yang bahkan rumit akan selalu punya endingnya, bagaimana mulai akan selalu ada selesai, Becky percaya akan banyak pertolongan atas semua masalah yang Tuhan berikan kepada setiap umatnya. 

"Bec, kenapa?"

Wajahku datar, ini bukan karena Aku ingin memberikan kejutan kepada suamiku, bukan.

Aku lebih ke terkejut dan bingung, bagaimana penyakitku akan tertular kepadanya nanti, bagaimana Ia tumbuh di dalam tubuh yang dipenuhi sel kanker, bagaimana Ia bisa berkembang dengan tubuh yang tidak sehat, apa kah bayi kecil itu mampu bertahan? atau pertanyaan yang pentingnya adalah, apakah Ia bisa bertahan?.

"Hamil? Sayang? serius?"

Tidak ada jawaban atau pergerakan apapun dariku, Aku masih sibuk mencerna semua hal yang terjadi kepadaku saat ini, dan atas semua kemungkinan yang terjadi nantinya kepada Kami.

"Kita ke dokter ya, "

"Huh?"

"Ke dokter. "

"I--iya. "

Freen sibuk dengan gawainya, mencari dokter ahli kandungan yang bisa Ia temui, Ia semangat sekali, apakah Aku bisa sejahat itu untuk menghancurkan harapnya?.

"Hallo, hallo Noe, dokter kandungan Kamu di mana kemarin? buka gak malam ini?"

Senyumnya, Aku tau jika setiap gesture bahagia yabg Freen lakukan, Aku senang, jujur, melihatnya bahagia, melihatnya tertawa, Aku merasa jauh lebih hidup.

"Ada dokternya Irin, daerah Tebet, ayok Sayang. "

Kenapa?, setelah sepuluh tahun berlalu, baru kali ini Aku melihatnya benar-benar sembuh, maksudku, Ia tidak takut sama sekali dengan berita kehamilanku, Ia tidak bereaksi berlebihan untuk sebuah rasa cemas, Freen seakan sudah selesai dengan traumanya, saat Aku mulai bertenggar dengan semua isi kepalaku.

"Hati-hati. "

Freen, begitu manis rasanya semua perlakuan yang Dia berikan, jika memang seharusnya seperti itu, kenapa tidak sedari dulu, Aku mengingikan ini bahkan sudah dari lama.

"Apakah Kau senang Freen?"

"Ini gila, tapi Kamu harus percaya, Aku tidak merasakan takut seperti yang pernah Ku bayangkan selama ini, woah Bec, rasanya benar-benar bahagia. "

Senyumku menguar seketika, perasaan yang Ku dambakan selama ini terjadi, walaupun pada waktu yang tak tepat, tapi setidaknya melihatnya tertawa dengan perasaan senang sudah sedikit membuatku tenang.

Gawainya berdering, Aku tau itu adalah hal penting, dari tatapnya, Aku yakin kalau lelakiku di hadapkan dengan dua pilihan sulit untuknya.

"Gak masalah, Kita bisa pergi lain waktu. "

Bumi untuk Freenky (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang