Kadang tidak semua berita adalah yang baik untuk didengar, patah hati memang tidak mengenal waktu, Ia bisa datang kapan saja dengan alasan apa saja.
Ia menangisinya, ternyata ini jauh lebih sakit dari sebelumnya, Becky tidak tau bagaimana harus menjelaskan isi hatinya saat ini.
Wanita itu marah sekeras itu dengan dirinya sendiri, Ia kehilangan Bumi, kehilangan harapan yang Ia tanam sejak dari lama, kehilangan semua do'a yang Ia semogakan kepada Tuhannya.
"Babe. "
"Aku seenggak pantes itu punya anak?"
"Babe. "
"Kenapa semua yang Aku inginkan untuk tinggal selalu Beliau ambil?"
"Becky, semua milik Tuhan akan kembali kepadanya. "
"Diam, ini kan yang Kamu mau? Kita gak jadi punya anak?"
Suara yang mulai bergetar, tatapan yang tidak lagi punya semangat, tubuh yang lemah terlihat, Becky kehilangan semuanya.
Bahkan untuk air mata, Ia tidak lagi sanggup untuk itu, Freen bersalah untuk semuanya, berulang kali ucap terlontar, maaf yang Ia minta tidak menemui ujungnya.
"Aku butuh Dia Freen, tolong. "
Dekapannya, Freen tidak bisa melakukan apapun saat tubuhnya diremas kuat untuk menghilangkan rasa sesak yang Becky rasakan.
"Maafin Aku. "
"Bumi Freen, tolong. "
Berbagi rasa sakit yang ada, dalam pelukannya, menumpahkan semua sedih yang meremas dadanya kuat.
Kehilangan kesadaran, bahkan sudah berulang kali terjadi sedari tadi, namun Freen tidak mengendurkan pelukannya saat suara Mereka menyuruhnya keluar dari ruang rawat itu.
"Bantu istri Saya. "
"Baik, Bapak bisa keluar sebentar. "
Langkah kaki itu tidak lagi bersemangat, Freen menjatuhkan dirinya saat tubuh itu sudah sepenuhnya keluar dari ruang rawat Becky.
Air mata yang mengalir seakan tidak lagi bisa Ia hentikan, teriakannya menggema kuat, lantunan kata-kata penyesalan mulai berisik terdengar, Freen menumpukan kesalahan itu pada dirinya.
Tidak lagi percaya akan takdir baik dalam hidupnya, Tuhan terlalu ingin bermain-main dengannya, kenyataan hidup yang selalu kurang beruntung, kehilangan yang selalu Ia dapati, kenapa ada luka jika bahagia lebih baik tercipta?.
"Freen. "
"Aku kehilangannya. "
Siapa yang pernah siap untuk kehilangan, tidak ada yang mau untuk sebuah perpisahan, Ia menjaganya, namun akhirnya harus mengikhlaskan semuanya.
"Mungkin belum saatnya, masih ada waktu untuk itu, "
"Becky... Aku hancur melihat mata itu, Ia terluka. "
"Hmm, Ia seorang Ibu, sakitnya mungkin jauh lebih besar, Kau harus mendukungnya, Dia membutuhkan itu. "
Semua ini berjalan sesuai dengan apa yang sudah Tuhan tentukan, pertemuan dan kehilangan adalah hal yang akan selalu terjadi dalam takdir siapapun, tidak akan ada yang mampu menghapusnya.
"Pak, "
Perhatian itu sepenuhnya milik Bella, gadis itu berlari dengan sorot mata panik yang mampu Freen lihat dengan jelas, nafasnya terengah lelah, suaranya bergetar takut.
"Di dalam. "
"Mba Becky baik-baik aja kan Pak?"
Sekali lagi Freen menangis, hatinya terluka dengan pertanyaan itu, bagaimana Ia harus menjawabnya jika kenyataannya dari awal Becky lah yang paling hancur untuk semuanya.
"Bumi. "
"Pak? jangan bikin Saya bingung. "
"Bumi udah gak ada Bella. "
Entah harus bahagia atau bersedih, Bella bingung, suatu sisi ini akan memudahkannya untuk membujuk Becky untuk menjalankan pengobatannya, suatu sisi, Ia kehilangan sosok yang sangat Becky inginkan hadir di hidupnya.
"Pak. "
Namun perkataan Becky waktu itu berputar liar di kepalanya, tidak mungkin mengatakan apapun, rahasia gila yang harus Ia simpan sendirian.
"Saya boleh masuk Pak?"
"Silahkan. "
Bella mengatur nafasnya, jantungnya berdebar tidak karuan, saat tangannya tepat berada di ganggang pintu itu, Ia mendengar dengan jelas bagaimana tangis pilu itu mengudara, mengusik hati kecilnya, terlalu tidak adil untuk Becky mendapatkan semua masalah ini.
"Mba. "
"Aku kehilangannya Bel. "
Suara tangis itu berisik terdengar, Bella hanya mampu diam, bahkan setiap kata yang Ia pikirkan di kepala tak mampu terucap.
"Aku pengen ketemu Bumi di surga. "
"Mba jangan ngaco. "
Becky tertawa dalam tangisnya, Ia kira perasaannya mampu mentolerir berbagai macam rasa sakit yang anak, tapi nyatanya tidak.
"Mba...
Tangisnya meraung bebas terdengar, Bella memberikan peluknya, tidak akan ada yang berubah, suara itu masih sangat pilu, bagaimana kehilangan mampu menghancurkan perasaannya seketika, Becky selesai dengan semua harapannya.
"Mungkin belum saatnya Kita ketemu sama Bumi Mba, makanya Mba harus sembuh, mungkin Bumi sedih karena Ibu gak denger kata dokter. "
Ia tidak pernah tau bagaimana rasa sakit itu bekerja pada hati wanita baik itu, namun Bella ingin Becky tidak lagi menyalahkan dirinya sendiri untuk kehilangan ini.
"Aku gak akan pernah maafin diri Aku sendiri Bel, gak akan pernah. "
"Bukan salah Mba. "
"Bumi pergi karena Aku, karena tubuh Aku yang lemah, coba aja kalau Aku gak sakit, Bumi bisa sama-sama ama Kita Bella, Aku yang salah. "
"Gak Mba, itu takdirnya Tuhan. "
"Aku, satu-satunya orang yang harus di salahin itu Aku. "
Menggeratkan pelukannya, Ia tidak ingin mendengar hal bodoh ini lagi, tidak ada yang harus di salahkan, apa lagi Becky yang jelas-jelas sudah berjuang sedari awal.
"Akan ada Bumi lainnya yang Tuhan ijinkan hadir di rahim Mba, jangan gini ya. "
"Kamu bantu Aku, bantu Aku Bella, Aku mohon. "
"Kali ini Aku gak bakal nolak apapun. "
Bella bersumpah, untuk hari dan seterusnya, Becky tidak akan mengalami kehancuran yang seperti ini lagi, jika itu satu-satunya jalan, Ia akan melakukannya.
Apa Kau kira, dipermainkan rindu itu menyenangkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi untuk Freenky (Freenbecky)
Short Story(Misgendering⚠️) Bumi itu luas, Ia tidak akan membuatmu kesepian.