Untung saja semua selamat, sebab gua tadi tertutup rapat, ketika diluar mereka mendengar suara kehancuran di mana mana bahkan dapat membuat guncangan dahsyat, semua nya terlihat ketakutan salah satunya Maharani. Dia mulai menangis dan memeluk erat Caesar.
Semuanya bertanya tanya, siapa yang melakukan ini, sampai kerusakan terjadi sangat parah, semua kebingungan sirna sebab anak kecil yang mempunyai pengetahuan luas memberitahu bahwa itu adalah ulah pria bertopeng.
Tak lama langit terlihat hitam dipenuhi kegelapan dan api dari kejauhan terlihat sangat jelas sebab sangat besar, mereka pun dapat merasakan panas.
Maharani terus menjerit tak karuan, wajahnya yang menggemaskan kini memerah, Caesar bingung bagaimana cara mendiamkannya. Sudah dibujuk dengan apapun, tapi tak berhenti, tetap tenggelam dalam tangisan.
Tiba tiba banyak pisau terlempar dari segala arah, untung mereka bisa menghindarinya. Pisau itu ada yang menusuk hewan, ada pula yang melesat entah kemana, orang yang melemparnya seakan akan sesuka hati dan tak peduli siapapun yang terkena.
Caesar harus cepat bertindak, jika tidak, mungkin dunia ini akan hancur oleh pria bertopeng itu. Segera dia mengajak semuanya untuk pergi ke sana dengan angin, tapi sebelum pergi ia menitipkan Maharani pada anak kecil berambut gimbal itu.
"Aku titip Maharani ya..." Caesar pun memberi pada anak kecil berambut gimbal itu
"Iya, pasti aku jaga" Maharani yang digendong anak itu pun tetap menangis
"Tunggu siapa nama kamu?" tanya Caesar
"Dahlan om"
"Oke, tolong jaga ya Dahlan, aku percaya sama kamu"
Dahlan menjawab dengan senyuman, angin yang sudah dipersiapkan pun siap untuk dinaiki, tapi sebelum pergi tiba tiba Maharani berkata pada Caesar.
"Om itu tuh panas, Kalau om kesana bisa kepanasan" ucapnya dengan lirih tangisan yang tersedak sedak
"Nggak papa Maharani"
"Aku buatin dulu baju buat om sama yang lainnya biar nggak kepanasan" Maharani menawarkannya
"Emang kamu bisa?" tanya Cecep
"Bisa dong kak" ketika Cecep yang berbicara, tangisannya menghilang dan diganti kemarahan.
"Gelembung buatin baju dong buat orang orang baik ini" ucap Maharani sambil memfoto satu persatu dengan kedua tangannya.
Tiba tiba muncullah gelembung, entah dari mana asalnya namun yang pasti diri mereka kini dilindungi gelembung.
"Wah Maharani keren" Cecep memujinya dan langsung mencubit kedua pipi anak itu.
"Ah, kak Cecep diem dong jangan cubit cubit, sakit tau" jeritnya
Semuanya tertawa karena suara Maharani yang sangat lucu ditambah dengan marahnya.
Caesar lalu menyuruh semua pergi, namun sebelum itu dia usap kepala Maharani dan mencium keningnya. Berpesan padanya bahwa jangan menjadi anak yang nakal ketika bersama Dahlan.
Anak itu pun mulai mengeluarkan air mata, tangisan mulai kembali padanya, namun sekarang tanpa suara. Wajahnya nampak sangat lucu sehingga lagi lagi Cecep menjailinya.
"Nangis Mulu, cerewet" hina Cecep
Seketika Maharani berhenti dan membuang muka. Memang anak kecil yang satu ini tidak suka pada Cecep karena selalu menjailinya.
"Yaudah, ayo sekarang kita berangkat"
Semuanya pun pergi dengan angin, bersamaan agar kekuatan dapat menyatu menjadi kuat, ketika Caesar sudah berada di atas langit. Maharani memberinya semangat, Dahlan yang mendengarnya pun merasa sangat sedih.
"Kita doain aja mereka ya Maharani"
"Ya, kak"
°°°°°
Pangeran melihat dari langit bahwa benarlah yang menciptakan api sebesar itu adalah Raja, sedang Caesar menatap jahat pria bertopeng.Suara tawa jahat menggema di cakrawala, membuat semua hewan ketakutan sebab jahatnya, mata pun dipenuhi kebencian yang sangat dalam.
Tapi entah apa yang dilakukan Raja kali ini, dia semakin tertawa lalu api yang dia keluarkan semakin besar dan memanas, untung mereka berempat memakai baju gelembung sehingga tak terasa panasnya.
Api yang Raja ciptakan semakin besar dan membentuk bola besar, seakan ingin menghancurkan dunia. Benar saja karena besarnya api itu, pohon pohon mulai terbakar dan bola api seketika dipecahkan.
Otomatis siapapun yang berada di dekatnya, dipaksa untuk bersiap siap menghadiri undangan maut, mengetahui itu akan terjadi, Caesar menyuruh semuanya mundur, ketika pelarian semua tiba tiba terpental. Semua terpisahkan gara gara ledakan api.
Jarak pisah nya bukanlah dekat, sampai satu sama lain tak tahu keberadaan temannya, terjatuh dengan luka pun menjadi bencana, sebab mempersiapkan diri untuk bertengkar tidaklah wajar dalam kondisi seperti ini.
Tapi, walau terpisah jauh mungkin mereka akan mudah menemukan satu sama lain, sebab bumi kini tidak diisi lagi dengan hutan, perairan dan lain lain, namun sudah menjadi lapangan luas yang panas, ini semua terjadi sebab ledakan api yang dahsyat.
Efek dari ledakan sangatlah besar, mungkin tak tau seberapa jauh lapangan panas ini tercipta. Tapi perkiraan sudah menghabiskan setengah bumi.
Untung semua tak merasa kepanasan, karena baju gelembung memberikan perlindungan. Maharani memang hebat, walau seorang anak kecil dia dapat faham apa yang perlu dipersiapkan.
Caesar berusaha berdiri dengan kondisi tubuh yang sangat menghawatirkan, luka terukir banyak pada dirinya.
Ketika dia berusaha untuk berdiri, tiba tiba mendengar suara tawa kejahatan, dicari cari namun tak ada hanya lapangan luas. Tapi tiba tiba suara itu berasal dari belakangnya dan dilihat dialah pria bertopeng.
°°°°°
Sedang disisi lain Pangeran pun sama halnya dengan Caesar, tiba tiba suara yang menjengkelkan terdengar keras.
"Kakak yang bodoh, kenapa nggak ikut aku, coba aja kalau ikut mungkin kamu nggak akan kayak gini"
Pangeran tak bisa meliuk sedikitpun, karena luka yang parah. Kelemahan dimanfaatkan oleh Raja, dia langsung menendang keras wajahnya.
"Sekarang kita musuh Pangeran"
°°°°°
"Waduh dua lawan satu, kayaknya bakalan seru nih"Ucap Bimo yang duduk dihadapan Ceceng dan Cecep, menghina, meludahi bahkan menendang sekuat kuatnya, sampai darah dalam hidung tercucur dan tak kuat untuk berbuat apa apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN ALAM [TELAH TERBIT]
ActionMalam itu, terjadi pembantaian sangat sadis kepada orang orang yang mempunyai kekuatan, sehingga banyak mayat bergeletakan, namun keselamatan berpihak pada kakak dan adik yang masih berumur belia, karena tragedi itu pun keduanya tinggal terpisah. Ta...