04

2K 112 5
                                    

Jika hari libur, maka yang dilakukan adalah berkumpul. Hari ini, kebetulan sekali mereka libur di waktu yang sama. Si Zafran libur kuliah, jadwal latihannya pun juga. Danish kebetulan memang selalu libur di hari ini, jadi sudah biasa di rumah. Sedangkan Diana, dia merelakan bertukar hari libur agar bisa menyamai semuanya.

"Liburan enak ni, Pa." Itu Zafran. Zafran, Danish, dan Diana tengah berada di ruang tamu kali ini.

"Kayak ada waktu libur aja kamu, ngajak liburan." Kata Danish. Untuk di rumah saja jarang, apalagi liburan~

"Gampang itu mah. Mama noh yang susah libur." Yang disindir itu menoleh, memukul lengan anaknya pelan.

"Emang mau ke mana sih, Bang?"

"Ya ke mana aja gitu. Stress juga Abang kuliah, latihan terus. Si Kafka juga boring pasti di rumah terus. Abang kadang kasian sama dia tuu."

"Nanti diomongin sama Adeknya juga, ya. Mama bakal usahain minta cuti. Nanti kita jalan-jalan."

"Masih tidur anaknya, Di?" Tanya Danish pada Diana. Dia belum melihat anaknya pagi ini.

"Masih. Semalem ngeluh pusing itu anaknya. Baru bisa tidur hampir tengah malem banget." Kata Diana. Dia menemani anaknya hingga larut malam hari.

"Aman tapi?" Diana mengangguk.

"Aman, Mas." Jawabnya.

"Adek tuh kok sesak mulu, ya. Abang liat-liat sering bgt akhir-akhir ini."

Terdapat helaan nafas dari Diana saat ini. Sebenarnya ia pun heran. Bahkan siklus sesak Kafka melebihi biasanya.

"Sebenernya Mama juga sadar kayak kamu, Bang. Mama curiga suatu hal, tapi, Mama agak takut mau menuju ke sana nya. Mama mau bawa periksain adek sebenernya. Karna Mama gak bisa diagnose asal aja. Bukan ranah Mama di sini."

"Di? Kenapa nggak cerita sih? Kok diem aja? Jangan di pendem sendiri aja, dong." Kata Danish. Dia menatap serius istrinya sekarang.

"Aku masih mau terus pantau adek, Mas. Aku nggak maksud mau diem. Cuma, aku masih bisa tanganin ini sendiri."

"Ma. Abang sibuk, tapi Abang nggak nolak kalo Mama mau cerita. Apalagi ini soal adek." Diana mengelus rambut hitam anaknya. Dia sangat mensyukur kekompakan keluarganya.

"Mama oke. Abang sama Papa yang musti deketin adek. Adek yang per,-

"Pagi..." si bungsu yang tengah di bicarakan ini muncul juga. Dengan wajah bangun tidurnya ia menyapa. Namun, setelah sampai di sofa, ia kembali merebahkan dirinya. Kafka benar-benar tak ada tenaga untuk memulai hari ini.

"Adek okey, sayang?"

"Oke, Ma. Tapi masih ngantuk. Bentar, ya." Suaranya kecil ketika menimpali pertanyaan Mamanya itu.

"Kata Mama, semalam sakit kepala, dek?" Kini Danish yang berbicara. Posisi nya yang lebih dekat membuatnya mampu mengusap lengan hangat anaknya.

"Gakpapa, Pa. Udah mendingan."

"Adek kalo lagi ngerasain jangan dibiasain diem gitu, dek. Bagi-bagi ke kita, cerita, biar adek nggak stres sendiri jadinya."

"Mas, udah. Belum waktunya. Anaknya masih belum mood gini."

Danish menghela nafas. Terkadang dirinya susah untuk peka terhadap hal-hal sensitif anaknya.

"Kata gue kita main aja, Kaf. Mumpung Abang libur nih."

"Gak mood gue, Bang. Males, pengen diem aja." Kata Kafka, masih dengan pejaman matanya.

"Ma," panggilnya. Matanya kini terbuka, namun posisinya masih sama.

ABOUT RAKAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang