32

458 66 6
                                    

Mama demam Kafka demam. Paket komplit! Masih pagi yang sangat gelap sebetulnya. Pukul tiga pagi. Tapi para lelaki itu berjaga matanya. Tadi, tak sengaja Danish menyentuh tubuh istrinya, dan merasakan panas itu menyengat. Padahal, istrinya itu sudah tertidur pulas memeluk anaknya. Jangan lupakan jika wanita itu juga sempat terkena pukulan dari Abangnya. Menjadikannya ikut menurun juga kesehatannya.

Semalam, ketika Kafka membuka mata, anak itu hanya diam saja, tak berespons apapun membuat ketiganya panik seketika. Anak itu terlihat sedih sekali, tapi tak bisa menumpahkannya, maka Diana hanya bisa menangis juga, memeluk anaknya dalam baringan mereka hingga keduanya terlelap bersama.

"Mamaa.." Diana tersentak kaget. Padahal suara itu pelan sekali, tapi mampu membuat tidurnya terusik.

"Iya kenapa, sa,-

"Ma, gak usah bangun!" Diana memejamkan mata menghalau sakit dikepala yang menerjangnya. Tak jadi bangun dari baringan ketika anak sulungnya itu melarangnya.

"Kafka ngigau aja, Di. Masih tidur," kata Danish membuat Diana menghela nafas.

"Anakku gelisah banget tidurnya." Turun kembali air matanya. Menyentuh pipi yang begitu hangat itu padahal Diana juga samanya. Tengah tinggi suhu tubuhnya.

Dirinya menoleh, menatap dua pria yang tengah menatap dirinya juga. "Kenapa pada nggak tidur? Nanti pagi mau pulang, nanti kecapean." Danish menghela nafas. Diana bersikeras untuk pulang pagi ini juga. Bahkan wanita itu sempat memaksa tadi malam untuk pulang.

"Gimana kalo kita ke hotel aja, sayang? Tunggu kamu, Kafka mendingan dulu baru kita pulang, ya?"

Tak ada jawaban yang berarti. Wanita itu diam masih menatap anaknya yang terlelap dalam kegelisahan. Diana begitu terpukul. Karna lagi-lagi, keluarga yang justru melindungi justru membuat anaknya dalam kondisi mengenaskan seperti ini. Tatapannya dalam sekali, namun tak ada yang melihat kilatan merah yang terus terpatri. Diam-diam Diana mengepalkan tangannya "Aku mau laporin ini ke jalur hukum."

•••••

"Kafka, bangun dulu.."

"Adek, denger Mama, nggak? Bangun dulu, ya." Dia mengusap lengan itu pelan. Hari sudah semakin pagi, maka Diana tetap akan pendiriannya untuk pergi dari rumah ini, meski dia akhirnya menyetujui suaminya untuk menginap di hotel hingga keadaan keduanya membaik.

"Kafka.." panggilnya. Anak itu melenguh, dan membuka mata, menatap Mamanya yang.. pucat sekali wajahnya. Ada apa dengan Mamanya itu?

Ketika Kafka tak sengaja menyentuh lengan Mamanya, ia melebarkan sedikit matanya. "Mama demam," ujarnya parau.

"Iya, Kafka juga. Tapi Mama udah turun kok panasnya. Adek bangun dulu, ya? Kita mau pergi."

Keningnya mengerut, kemudian tubuhnya ia paksa untuk bangkit. Kerutan itu tak hilang ketika dia merasakan nyeri disekujur tubuhnya. Bahkan berusaha untuk senyum saja bibirnya nyeri sekali rasanya.

Diana meringis melihat itu. Tersiksa sekali anaknya.

"Mau ke mana?" Tanyanya.

"Nggak usah mandi, ya. Masih demam banget.. Kafka cuci muka sama gosok gigi aja." Mamanya malah mengalihkan pembicaraan, membuatnya makin mengernyit bingung.

"Mau ke mana, Ma?" Diana menghela nafas. Tidak ingin membuatnya berfikir yang tidak-tidak.

"Ke hotel. Papa gak setuju untuk pulang sekarang karna adek sama Mama lagi sakit. Kita ke hotel untuk sementara, ya." Kafka jadi menundukkan kepalanya. Ia yang menyebabkan situasi ini kembali ada.

ABOUT RAKAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang