12

811 60 6
                                    

Zafran menggeleng. Melihat adiknya yang langsung terlelap padahal mereka baru sampai. Padahal, dia yang menyetir, kan? Tapi adiknya itu yang sepertinya paling lelah.

Belum lama mereka tiba, di vila, tepatnya daerah Bandung sana. Vila yang hanya sedikit pemukiman, dan berada di dekat pegunungan, berada di antara hutan-hutan... Wah, Zafran tentu senang sekali. Yang seperti ini memang sedang ramai-ramainya di buru wisatawan. Itung-itung healing, mencium aroma asri yang tidak ia dapat di kota gersang. Punya banyak stok foto aesthetic yang bakal dia posting. Minusnya serem aja sih kalo malem...

Zafran mengernyit melihat ponsel yang berada di ranjang itu terus menyala dengan deringan saja. Ponsel adiknya itu, dan tertera kontak Mamanya yang menelpon di sana.

"Bikin panik aja! Kenapa nggak ngabarin sih? Daritadi ditelponin, nggak ada satupun yang angkat, nggak kamu nggak Abang. Kesel Mama jadinya."

Zafran menggaruk tengkuk mendengarnya. Iya! Sumpah, Zafran lupa untuk mengabari siapa-siapa.. kan, kirain adiknya si anak Mama ini udah kabar-kabaran.. lah, ternyata enggak kan...

"Ma.. Ini Zafran. Hehehe, maaf, ya, kita-kita lupa ngabarin."

"Zafran... Huuu, kamu ini, nak.. Minimal kasih info sedikit ke Mama. Mama di sini jadi cemas. Gimana, nak? Udah sampai?"

"Iya Mama, maaf, Abang sama sekali nggak buka hp. Zafran pikir adek yang saling kabar-kabaran sama Mama, ternyata enggak.. Udah sampai, Ma, keknya sepuluh menit lalu."

"Yah.. Kalo gitu, adek lagi mode ngambek sama Mama ini.."

"Alhamdulillah kalo udah sampe, nak. Istirahat, sayang, kamu capek kan pasti. Adeknya tidur, ya?"

"Iya, Ma, adek tidur dari pas baru sampe."

"Yaudah, nak, salam buat adek, ya. Abang istirahat yang banyak, jangan main hp. Mama insyaAllah start dari sini siangan mungkin, nak. Makan malam nanti mungkin kita udah sama-sama."

"Alright, Ma. Hati-hati, ya." Zafran mematikan sambungannya ketika selesai berpamitan. Ikut merebahkan tubuh disamping adiknya ketika merasakan kantuk yang menyerang.

Mungkin sepuluh menit lalu, Kafka membuka matanya, melirik Abangnya yang terpulas dengan mulut menganga. Kafka berdecak, apakah Abangnya ini abis menggrebek ponselnya? Melihat, ponsel miliknya berada di dekat Abangnya.

Kafka melihat ponselnya, sembari berjalan. Melihat sekitaran luar, matahari terlihat sudah ingin masuk tak terlihat. Udah sore banget uyy. Perutnya juga lapar! Tapi, semua makanan instan sudah habis ia makan di perjalanan.

"Bang, jangan nyariin. Gue ke restoran vila, ye. Laper."

Emang dasarnya bocil, ada aja tingkahnya, keluar vila padahal dia gak tau isinya apa di sekitaran sana. Modal perut laper, rintangan apapun akan Kafka hadapi.. katanya:v

Faktanya.. dia bingung, mana restoran, mana resepsionis, dan tempat lain-lainnya. Sungguh, tempat ini beneran agak laen baginya.

Mau nanya, tapi gak ada orang. Ini yang punya orang apa bukan:)

Jadi Kafka terus berjalan dengan.. rasa pedenya aja. Menyusuri sekitaran.
"Ini tempat seru juga, tapi kalo malem wassalam, takut tetiba ada yang ngagetin depan muka."

Makin jauh dia berjalan.. Namun lama kelamaan, ada secercah harapan. Seingatnya tadi saat menuju ke vila, memang ada pemukiman. Kafka menatap takjub, keren betul ini daerah, seumur-umur Kafka tidak pernah tinggal di tempat se asri ini. Kampung halaman pun tidak, karna, kata Mama Papanya, mereka sudah merantau dari zaman SMA.

"Nah! Akhirnya." Serunya. Melihat ada warung jajan di sini. Ada juga.. Makanan rumahan, ya.. istilahnya warteg lah ya.

"Dari kota, A?" Kafka kaget. Tetiba ada orang dewasa yang menyapanya. Kafka mengangguk. Dia masuk ke dalam bilik kecil tempat di mana warung makan itu ada.

ABOUT RAKAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang