06

1.2K 68 3
                                    

"Perasaan ini rumah sakit nggak pernah sepi, ya."

"Yeu bocil. Namanya rumah sakit pasti rame lah. Tandanya emang lagi musim penyakit. Kuburan noh sepi."

"Kayak gue ya, Bang, penyakitan."

"Kafka mulutnya." Dia menyengir ketika ditegur Mamanya itu, juga mendapatkan bombastic side eye Abang resenya.

Mereka sudah ada di rumah sakit sekarang. Diana, Zafran, juga si pasiennya -Kafka-.

"Kenapa? Gugup?"

"Dikit.." Kata Kafka. Kepalanya menyandar pada pundak Zafran ketika kini mereka tengah berada di ruang tunggu depan ruanf pemeriksaan.

"Tenang aja. Semoga dugaan Mama nggak bener. Lu pasti sehat, kok. Percaya sama gue."

"Percaya mah sama Allah, Bang. Sama lu mah musyrik."

"Yeu bocil. Maksud gue bukan begitu." Zafran memukul punggung tangan adiknya itu. Padahal katanya lagi gugup, tapi sifat ngeselinnya nggak ilang juga.

"Gue takut kalo emang beneran gue itu sakit. Gimana reaksi Mama sama Papa, Bang. Udah gua tuh beban, pengeluaran paling banyak Mama Papa ya dari gue, ditambah kalo gue sakit, makin tambah aja bebannya. Takut banget mereka marah, Bang. Marah karna gue gakbisa jaga diri, marah karna udah ngecewain mereka. Mamanya padahal dokter, masa anaknya penyakitan."

"Ujung-ujungnya entar mereka nggak peduli sama gue karna ngerepotin, entar lu juga ikutan ninggalin gue, gue sendirian, gue bakal mati sendiri-,"

"Bacot mulut lu. Diem nggak? Udah ngawurnya anjir. Rendah banget kita-kita di mata lu sampai lu punya pikiran begitu?"

"Kita keluarga, Kaf. Aneh lu. Yang ada, kalo salah satu keluarga sakit ya di support lah, di urusin. Gedek gue denger lu begitu. Udah ah, positif thinking dulu. Lagian belum tentu juga lu sakit." Nada sewot Zafran berikan. Seensk jidat adiknya ini berbicara. Nggak pakai di filter dulu!

"Ya, kan nggak ada yang tau."

•••••

"Udah gue bilang nggak ada apa-apaan, batu lu. Makanya jangan pesimis jadi orang, doa yang banyak."

"Iye udeh, berisik lu. Namanya orang panik. Iye Alhamdulilah ini gue nggak kenapa-napa. Takut banget tadinya, sekarang udah lega."

Setelah waktu yang cukup lama untuk melakukan beberapa pemeriksaan, dan menunggu hasil yang signifikan, akhirnya mereka sudah menyelesaikan. Apa yang menjadi praduga Diana syukurnya salah. Kafka tidak terdiagnosis apa-apa, hanya memang, kesehatannya tengah menurun sekarang. Banyak sekali faktor, maka dari itu dia disarankan untuk meningkatkan kualitas hidup keseharian.

"Aman, dek, alhamdulillah. Mama lega banget. Semua beban di dada Mama berasa hilang pas denger kondisi kamu tadi. Alhamdulillah, alhamdulillah." Diana baru saja datang setelah tadi nama Kafka dipanggil dibagian farmasi untuk mengambil obat yang diresepkan dokter tadi. Melihat ke arah dua anaknya yang sudah kembali ceria tidak seperti tadi yang tegang dua-duanya.

"Makasih Mama. Udah doain adek, udah temenin adek periksa. Adek seneng Mama lega kayak gini. Alhamdulillah, Ma." Zafran ikut tersenyum, melihat Mamanya mencium pucuk kepala adiknya, kemudian memeluk Kafka. Dia juga ikut lega ketika mengetahui semuanya terbantah begitu saja.

"Ekhmm! Minimal rayain gitu, ke mana kek kita."

"Mau ke mana? Makan siang?" Kata Diana.

ABOUT RAKAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang