24

1.1K 79 6
                                    

Ucaplah dirinya merasa bersyukur atas kenikmatan yang diberikan Tuhan menyanggupinya keluar dari permasalahan. Satu hari setelah kejadian, Kafka berangsur pulih. Kesadaran anak itu sudah kembali, meski kondisinya harus terus dipantau secara teliti.

Syukurnya, hari ini Diana sudah bisa tersenyum setidaknya dengan tingkah bungsunya yang merajuk sehabis digoda Abangnya.

"Iye cil. Buat lu udah, tenang-tenang." Kata Zafran. Menggeleng, menatap adiknya yang dikelilingi oleh berbagai makanan. Siasat Danish yang meminta maaf, berakhir bed rumah sakit itu berisi makanan-makanan kesukaan Kafka sesuai permintaannya, dan jelas, ini sudah dalam persetujuan dokter yang menganangani, begitupun Mamanya yang memilah milih. Cukup mudah sih.. untungnya, adiknya ini tidak menyukai makanan aneh-aneh, yang mungkin sembarangan yang tak jelas kandungannya.

Lagipun, mereka dengan senang hati memperbolehkan. Selain karna Papanya ingin meminta maaf, maksud lain adalah agar mood Kafka terjaga, dan merasa semangat menjalani pengobatan. Self Reward setelah kemo sebelumnya tidak terlaksana, maka saat inilah waktunya.

"Pa, mending ceburin ke air mancur di belakang rumah sakit ini deh itu orang! Males aku liat mukaknya." Seperti biasanya.. Kafka juga sudah selayaknya bocil kematian yang apa-apa mengadu dengan orang terdekatnya.. yaa begitulah...

"Adek.." Kafka mendengus, ketika Mamanya memperingatinya karna tak sopan.

Heran Diana ini.. Padahal pipi berisi makanan itu masih dengan kunyahannya, tapi tak henti-hentinya mengeluarkan kata. Gak pegel memangnya?

"Entar gue beneran kecebur lu nanges." Kata Zafran. Dia sedang asyik main game sebenarnya. Tapi masih sempat juga untuk menggoda adiknya.

"Ngapain nangis? Ketawa paling pertama gue."
Balas Kafka tak ada habisnya. Yang tua menggeleng. Danish kini fungsinya membekap mulut sulungnya yang semakin ada aja idenya, sementara Diana mengalihkan atensi bungsunya untuk tidak terus menanggapi Abangnya.

"Coba, Mama mau cicip." Dirinya tersenyum, menerima suapan bungsunya yang menyuapinya. Dia senang sekali, anaknya sudah jauh lebih baik dari kemarin yang rasanya Diana sudah hampir gila ketika tau anaknya masuk ICU tiba-tiba.

"Adek ngerasa lebih enak nggak badannya?" Tanya Diana. Dia mengelus pipi anaknya yang tengah mengunyah itu.

"Iya Ma.. Masih berat sedikit napasnya, tapi aman. Doain adek biar cepet pulih ya, Ma. Mau pulang aja, nggak enak di sini." Sembari membetulkan nasal kanulnya yang bertengger, Kafka mengatakan ini pada Mamanya.

"Mama yakin, kalo adek semangat, adek pasti cepet pulih.. Mama minta adek semangat. Banyak nak, pasien yang sembuh dari penyakit ini karna pikiran positifnya,"

"Jangan kayak kemarin lagi. Emang mau ngeliat Mama nangisin adek?" Kafka menggeleng tegas. Mendengar curhatan dari Abangnya tentang keluarganya yang seharian kalut aja dirinya sedih mendengarnya. Maka dari itu, dia berusaha mempertahankan moodnya menjadi anak yang tidak gampang marah.. kecuali sama Abangnya sih, maaf..

"Jelek Mama kalo nangis." Diana mendengus. Mencubit pipi itu pelan.

"Hehehe, maaf. Ma, tapi aku kenyang deh. Masih banyak tapi ininya. Taruh kulkas dulu aja gimana? Nanti malem deh adek lanjut lagi."

"Buat gue boleh gak?"

"Gak!" Zafran mendengus.. Memang adeknya ini kalo dengan dirinya emosyian betul. Melirik malas melihat Papanya yang terbahak di sampingnya.

ABOUT RAKAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang