"Kamu nggak denger? Aku bilang enggak ya, enggak."
"Terserah kamu mau ikut, aku gak larang. Tapi aku, anak-anak nggak ikut. Mau Ibu paksa kayak gimana aku tetep nggak mau. Nggak mau. Aku bisa ajak anak-anak liburan ke tempat lain. Aku bisa sama mereka kemanapun kami mau, tanpa harus diganggu dengan Ibu. Buat apa aku cuti kalo untuk ngebahayain anak sendiri?"
"Gak perduli kalo Ibu bilang durhaka. Aku nggak perduli. Aku udah baik ke Ibu, aku nggak ngelupain kewajiban aku sebagai anak ke Ibunya. Tapi tolong, Mas. Untuk hal ini aku nggak mau. Aku terlalu takut dengan kejadian-kejadian seperti waktu lalu."
Rasanya kepala Diana ingin pecah. Pulang dengan keadaan lelah. Dirinya yang pagi ini belum melihat anak-anaknya, malah disuguhkan dengan suaminya yang mengatakan bahwa Ibu mengajak mereka liburan bersama. Anak bungsunya ulang tahun katanya~
"Udah, ya? Kamu nggak usah bales omongan aku lagi. Udah sarapan? Abang, adek udah bangun belum? Bangunin, Mas tolong. Sarapan sama-sama, ya.. Aku mau di sini dulu bentar." Diana duduk di ranjang setelahnya. Tak menatap Danish yang tanpa berbicara apa-apa berlalu dari sana.
"Ibu. Giliran sama aku nggak mau balas pesan. Heran. Suka banget bikin marah gini, Bu." Ujarnya menatap ponsel. Padahal banyak pesan yang ia kirim, tapi satupun tidak di respon Ibunya itu.
Kafka tidak tau mengapa suasananya tidak enak pagi ini. Dia tau Mamanya sudah pulang, ketika dia mendengar suara mobil masuk ke garasi depan. Dia juga sudah selesai mandi ketika Papanya datang berniat untuk membangunkan.
"Whaaa!" Kafka mengerjapkan matanya beberapa kali, ketika merasa dikejutkan.
"Apa sih lu, Bang. Masih pagi. Gak ada tenaga gue buat bercanda."
"Lu sakit?!" Kafka melepaskan tangan Zafran yang baru saja menyentuh keningnya.
"Kagak udeh. Baik gue, aman." Ujarnya dengan langkah menuruni tangga.
"Sarapan apa, ya. Mbak masak apa, ya." Kafka tak mengidahkan. Abangnya itu berisik sekali, jujur.
"Ehhh? Mama udah di sini aja. Pagi, Mama." Diana tersenyum melihat Zafran yang menghampirinya. Pemuda itu mencium pipi Mamanya, begitupun sebaliknya Diana lakukan untuk sulungnya.
"Pulang jam berapa, Bang?"
"Jam satu, Ma. Abang nyelesain tugas kelompok dulu di cafe. Pada lelet, jadi lama pulangnya. Hehe, maaf, Ma. Aman kok tapi, abis itu langsung tidur." Diana mengangguk.
"Iya. Jangan keseringan tapi. Masih ada besoknya lagi buat selesain tugas."
"Bohong tuh. Main dia. Mana ada kerja kelompok. Sana lu. Lama bener, giliran gue." Kata Kafka. Dasae kompor:v
"Kayak cewe pms lu. Ngomel mulu."
"Apa adek?"
"Pagi, Mama." Seperti yang Zafran lakukan, kini Kafka juga melakukannya. Ia mencium pipi Mamanya, dan kembali dibalas dengan sang Mama.
"Semalam aman, dek?" Kafka melirik sebentar ke arah Papa, yang melihati interaksi mereka.
"Sempet dapat serangan sedikit, Ma. Tapi aman.."
"Sama Papa, kan?" Tanya Diana. Kafka mengangguk kecil.
"Mama gimana kerjaannya?" Tanya Kafka. Saat ini mereka sudah berada di kursi masing-masing, dan memulai sarapan.
"Lagi rame banget, dek. Lagi banyak operasi appendik. Tuh adek, Abang, kalo makan jangan sembarangan."
"Ke Abang itu mah, Ma. Aku mah gak doyan." Kafka adalah anak yang sangat picky eater. Dia tidak suka makanan aneh-aneh, makanan luar yang biasa disukai yang lain. Dia tidak bisa menikmati kenikmatan seblak, contohnya~

KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT RAKAFKA
JugendliteraturTentang Rakafka. Remaja yang sibuk pada dunianya, dunia monotonnya. Si yang selalu mengerti apa yang orang mau, tapi susah untuk mewujudkan yang dia mau. Kafka yang berbeda, remaja yang tak biasa. Hidupnya indah, tapi banyak yang tak tau dengan diri...