"Mas ini bayi siapa?!" Sintia tidak bisa menahan keterkejutannya saat melihat suaminya pulang membawa seorang bayi yang menangis histeris bahkan wajah putihnya sudah memerah karena terlalu lama menangis."Gendong dulu Sayang!" Sintia mengambil alih bayi itu dan menggendongnya. Abimana berjalan menuju dapur lalu menyiapkan susu yang ia bawa bersama dirinya.
Sintia tidak lagi bertanya satu-satunya hal yang ia lakukan sekarang adalah menenangkan bayi merah itu. Perlahan tangisan sang bayi mulai mereda ketika merasakan dekapan hangat Sintia. Sintia tidak tahu bayi siapa yang sedang ia dekap namun rasa sayang tiba-tiba menjalar ke hatinya.
Ia bisa langsung jatuh cinta pada bayi merah ini bahkan dalam dekapan pertamanya ia sudah mencintai bayi ini.
"Ini susunya Sayang!" Abimana datang membawa botol susu namun ia terkejut saat melihat bayi yang ia bawa sudah terlelap nyaman dalam dekapan Sintia. "Tidur dia." Celetuk Abimana dengan ekspresi herannya.
Sintia hanya tersenyum ia kecup hangat bayi dalam dekapannya lalu beralih menatap suaminya. "Sekarang bisa kamu jelaskan siapa bayi ini? Apa mungkin ini anak kamu dengan perempuan lain Mas?" Sintia nyaris menangis ketika memikirkan jika bayi yang ia dekap ini adalah benih suaminya dengan wanita lain.
"Apaan ngaco kamu!" Abimana meletakkan botol susu yang ia bawa tadi lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa. "Ini putranya Mas Pram."
"APA? MBAK SABRINA UDAH MELAHIRKAN? KENAPA KAMU NGGAK KASIH TAU AKU MAS?!"
"Huwaaa!!"
Akibat teriakan Sintia yang begitu keras membuat bayi dalam dekapannya kembali menangis histeris hingga membuat keduanya kalang kabut.
"Jangan teriak gitu dong Sayang! Anaknya kaget ini." Omel Abimana yang dibalas ringisan oleh Sintia. "Maaf Mas, biasanya kita cuma berdua jadi aku lupa." Katanya sambil menenangkan bayi merah itu lagi.
Tak perlu berapa lama bayi itu kembali tenang dalam dekapan Sintia dan Abimana mulai menceritakan apa yang terjadi. "Mbak Sabrina pendarahan setelah melahirkan dan saat ini jenazahnya sedang diurus oleh keluarganya." Wajah Abimana terlihat sangat sedih ketika menceritakannya pada Sintia.
Tubuh Sintia nyaris tersungkur jika Abimana tidak sigap menahan tubuh istrinya yang masih menggendong bayi itu. Abimana membawa Sintia ke sofa lalu menenangkan istrinya yang mulai menangis.
"Jadi bayi ini putranya Mbak Sabrina?" Abimana mengangukkan kepalanya. "Dan hari ini Mas Pram juga melangsungkan pernikahannya dengan Siska."
"Ya Tuhan apalagi ini?" Tangisan Sintia kembali terdengar kali ini lebih keras. Wanita itu mendekap erat bayi dalam dekapannya dengan begitu erat, sungguh bayi ini sangat malang.
"Terus kenapa kamu pulang kalau Mbak Sabrina masih di rumah sakit Mas?" Tanya Sintia setelah tangisannya sedikit mereda. Abimana menyeka sudut matanya lalu kembali menatap istrinya. "Keluarga Mbak Sabrina sudah memutuskan hubungan dengan keluarga kita bahkan mereka menolak cucu mereka sendiri." Jelas Abimana dengan begitu lirih, air matanya ikut menetes saat melihat bayi kecil yang terlelap dalam dekapan istrinya.
Sintia diam-diam menyeka sudut matanya yang tanpa sadar sudah berair. Saat ini ia sedang membuka sebuah album yang berisi deretan foto anak-anaknya dimulai dari Ali yang masih bayi sampai Arina putri bungsu yang sudah beranjak dewasa. Sintia dan suaminya menyimpan semua momen-momen bahagia itu dalam sebuah foto.
"Kamu ngapain disini Sayang?" Abimana keluar dari kamar dan menemukan istrinya sedang duduk sendirian di ruang tamu yang sudah gelap. Sintia sengaja tidak menyalakan lampu di ruang tamu rumahnya supaya tidak ada yang menyadari keberadaannya disini.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Light
ЧиклитStory terbaru kali ini alur ceritanya sengaja aku buat sedikit lebih 'ehem' dari story-ku yang lain. Aku jamin seru, jangan lupa baca juga vote dan komennya yaaa♥️