My Light

Bab 22

Setelah melalui beberapa jam perjalanan akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Ali memasuki area perkampungan Prilly. Ali belum pernah menginjakkan kakinya ke daerah ini namun ia menyukai pemandangan yang ia lalui sepanjang perjalanan.

Rumah Prilly terletak di sekitaran lereng gunung sehingga hawa dan pemandangan disini benar-benar sejuk dan indah sekali. Sepanjang jalan yang mereka lalui di kiri kanannya terdapat hamparan sawah yang sedang menguning. Tanpa sadar Ali menarik sudut bibirnya, suatu saat nanti ia pasti akan membawa Ibunya dan adik perempuannya kemari.

Ia sangat mengenal Ibunya yang sangat menyukai pemandangan alam yang asri dan indah seperti ini.

"Pak ini mobil Bapak kita parkir disini nggak apa-apa?" Prilly merasa tidak enak pada Bosnya, pasalnya lorong masuk ke rumahnya sempit sekali takutnya mobil Ali baret jadinya terpaksa mobil pria itu di parkirkan di tanah kosong sebelum memasuki lorong rumah Prilly.

"Enggak apa-apa disini aja mobilnya." Ali membelokkan mobilnya menuju tanah kosong yang ditunjuk oleh Prilly. Setelah mobilnya terparkir dengan sempurna, pria itu tak langsung mematikan mesin mobilnya, Ali terlihat merentangkan kedua tangannya lalu menggerakkan badannya ke kiri dan kanan begitu juga dengan kepala pria itu.

Semua yang dilakukan Ali tidak luput dari pandangan Prilly, sungguh dilihat dari segi manapun pria ini memang sangat menawan.

"Kenapa melamun?" Suara Ali terdengar serak dan hal itu berhasil membuat sekujur tubuh Prilly meremang.

Keduanya saling bertatapan di dalam mobil yang masih belum Ali matikan. Prilly tidak tahu keberanian dari mana yang datang padanya hingga ia berani merapikan helaian rambut Ali yang sedikit berantakan.

Ali sama sekali tidak protes bahkan pria itu pasrah saja membiarkan Prilly melakukan apapun yang wanita itu mau. Selesai dari rambut kini tangan kecil Prilly turun menyentuh wajah Ali, kulit wajah pria ini benar-benar halus dan lembut bahkan lebih halus dari kulit wajahnya yang rutin ia pakaikan skincare setiap malamnya.

Meskipun sudah begadang semalaman namun kulit Ali sama sekali tidak terasa berminyak dibawah sentuhan Prilly. Kedua mata Ali relfeks terpejam saat jemari mungil Prilly terus menyentuh setiap gadis wajahnya.

"Alis Bapak kenapa tebal sekali?" Tanya Prilly sambil menyentuh kedua alis pria tampan ini. "Sebagai perempuan saya benar-benar iri dengan alis Bapak." Lanjutnya yang hanya mendapat senyuman kecil dari Ali sebagai respon.

Pria itu masih memejamkan matanya, rasanya lelah semalaman yang ia rasakan menghilang dalam sekejap karena sentuhan gadis ini. Mata Ali relfeks berkedip karena terkejut akibat sentuhan Prilly di bulu matanya meskipun matanya sudah terpejam Ali tetap merasa tidak nyaman saat Prilly menarik bulu matanya namun pria itu tetap memilih diam membiarkan Prilly melakukan apapun pada wajahnya.

"Bulu mata Bapak juga lentik banget kalah sama bulu mata saya walaupun sudah pakai maskara." Lagi-lagi Ali hanya merespon perkataan Prilly dengan senyuman kecil.

"Kalau hidung saya enggak terlalu iri karena hidung saya juga mancung." Celetuk Prilly saat mengusap hidung Ali. Hingga akhirnya tangannya tiba di bibir tebal laki-laki itu.

Perlahan kedua mata Ali terbuka saat ia merasakan sentuhan Prilly pada bibirnya namun gadis itu tidak lagi meracau seperti tadi. Prilly terlalu fokus pada bibir Ali sehingga ia tidak menyadari jika tatapan laki-laki itu mulai berubah terhadap dirinya.

"Apa bibir saya bisa membuat kamu iri?" Suara serak Ali terdengar, bibir pria itu yang bergerak ketika berbicara langsung bersentuhan dengan jadi telunjuk Prilly yang masih betah disana.

Pandangan Prilly teralihkan kini keduanya saling bertatapan, Prilly sadar ketika Ali mendekatkan wajahnya namun ia sama sekali tidak merasa keberatan bahkan dengan kesadaran penuh wanita itu memejamkan matanya bersiap menyambut ciuman dari atasannya itu.