Bab 6

1.4K 188 14
                                    

Fiona terlihat menyeret Prilly memasuki sebuah cafe dimana rekan kerjanya berkumpul. Mereka sepakat untuk berkumpul sebagai agenda rutin divisi mereka khusus untuk kaum hawa.

"Lo ngapain sih ngajak gue terus kalau ngumpul sama teman-teman kantor lo?" Sewot Prilly yang merasa terganggu dengan tindakan sahabatnya ini.

Fiona menghubungi dirinya sekitar setengah jam yang lalu dimana ia masih terlelap di apartemen Ferdi, meskipun hari sudah berganti malam namun Prilly masih ingin terlelap disana sambil menunggu pacarnya kembali.

Tetapi karena panggilan serta kerusuhan yang Fiona sebabkan akhirnya disinilah dirinya sekarang, diseret layaknya sapi oleh teman tercintanya.

"Gue nggak bisa kalau nggak ada lo Pril." Jawab Fiona masih terus menyeret Prilly memasuki cafe yang dekorasinya lumayan mewah. "Cuma mulut lantam lo yang bisa ngelindungin gue dari marabahaya teman-teman laknat itu!" Kata Fiona yang terdengar lebay memang namun begitulah kenyataannya.

Teman-teman sekantor Fiona memang kerap kali menyinggung Fiona ketika berkumpul, Fiona juga tidak tahu sebenarnya dirinya pernah berbuat salah apa pada mereka atau tidak pasalnya ketika sedang berkumpul satu-satunya manusia yang mereka bicarakan hanyalah dirinya.

Fiona selalu menjadi bahan lelucon bahkan pernah Prima salah seorang rekan kerjanya yang dikenal cantik se-divisi mereka itu menghina bentuk tubuh Fiona yang katanya terlalu tepos sehingga tidak ada lelaki yang melirik dirinya.

Dan satu-satunya 'senjata' yang Fiona punya untuk membungkam mulut jahat mereka adalah Prilly. Temannya itu begitu pandai membalas omongan Prima dan teman-temannya yang begitu kompak ketika membully Fiona.

"Ck! Makanya gue bilangin lo jangan lembekan jadi orang ditindas kan jadinya." Omel Prilly yang terlihat ogah-ogahan melangkah namun tetap saja ia biarkan Fiona menyeret tangannya.

Mereka sudah memasuki cafe dimana di dalamnya terlihat ramai pengunjung. Prilly baru saja melangkah mengikuti Fiona yang sudah melepaskan lengannya saat matanya tanpa sengaja menoleh ke sudut cafe dimana ia melihat seorang laki-laki yang sangat ia kenali.

Ferdi.

Prilly hampir tersenyum saat melihat pacarnya ada di cafe itu namun seketika senyumannya tertahan saat melihat tangan Ferdi meraih tangan seorang wanita yang duduk didepannya lalu mencium punggung tangan wanita itu dengan begitu mesra.

Rasa sakit tiba-tiba menjalar di dadanya menembus langsung ke hati bahkan hampir menyentuh jantungnya, saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri seorang pria yang sudah hampir satu tahun ia pacari itu menduakan cintanya.

"Pril ayok! Lo liat apa?" Fiona mengikuti arah pandangan Prilly dan seketika matanya membulat saat ia menyadari jika kekasih sahabatnya sedang makan malam bersama wanita lain.

"Pril tenang dulu, mungkin itu Adiknya Ferdi."

"Ferdi anak tunggal!"

"Sepupunya ah iya gue yakin sepupunya!"

"Sepupu ceweknya cuma 1 dan gue kenal."

"Emaknya kali!" Spontan Fiona yang sontak membuat Prilly menoleh kearahnya. Fiona hanya tersenyum kecil. "Mak tiri maksudnya." Koreksi Fiona masih dengan tampang cengengesannya.

Prilly sudah tidak bisa tertawa, hatinya benar-benar sakit namun sebagai independent  woman, dia bersumpah tidak akan menitikkan setetes airmata pun untuk manusia sampah seperti kekasihnya itu.

Prilly melangkah menuju meja dimana Ferdi masih belum menyadari keberadaan Prilly.

"Aku yakin kamu memang yang terbaik buat aku." Prilly nyaris muntah saat mendengar kalimat pujian yang dilayangkan Ferdi untuk wanita didepannya.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang