Bab 13

1.2K 172 14
                                    


Jika biasanya Prilly selalu apa adanya tanpa memperdulikan tata krama atau sopan santun terlebih didepan orang yang tidak ia kenali maka berbeda dengan hari ini. Siapa yang bisa menebak takdir? Tidak ada bukan. Sama seperti yang Prilly alami sekarang, siapa yang menyangka jika dirinya yang notabene karyawan baru yang direkrut beberapa jam yang lalu kini sudah duduk satu meja dengan pemilik perusahaan.

Prilly tidak tahu ia harus tertawa bahagia atau menangis menderita terlebih saat ini ia duduk berdampingan dengan pria yang menolongnya malam itu. Rasanya bernafas saja ia mulai kesulitan.

"Jadi nama Mbak siapa?" Agung yang duduk didepan Prilly bertanya dengan begitu ramah. "Prilly." Jawab Prilly dengan senyuman kecilnya.

Ia memang gugup namun pesonanya tetap harus menguar jadi sebisa mungkin Prilly mempertahankan sikap elegan dan lemah lembut yang tersisa sedikit di dalam dirinya. Jika biasanya ia makan menggunakan tangan maka hari ini ia terpaksa menggunakan sendok dan garpu meksipun kaku tetapi cukup baik.

Maya dan Abimana tampak begitu hangat menyambut Prilly, mereka sangat berterima kasih pada gadis itu karena gadis itu Maya masih bisa berkumpul bersama mereka, Abi tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tadi pagi Prilly tidak menolong Ibunya.

"Makan yang banyak Sayang." Maya mengusap lembut punggung kecil Prilly hingga nyaris membuat gadis itu tersedak. "I--ya Ibu eh Eyang." Suasana berubah cair ketika Abi tertawa diikuti yang lain hanya Ali yang menarik sudut bibir sedikit namun tidak ada yang menyadarinya.

Samuel dan Agung mulai mengajak Prilly berbicara dan ternyata Ali baru menyadari jika sejak tadi gadis itu terlalu kuat meremat sendok dan garpunya hingga kedua jari gadis itu tampak memerah.

Ali hanya diam sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya. Mereka makan siang bersama di sebuah restoran yang tak jauh dari kantor. Prilly dan yang lain mulai larut dalam pembicaraan sementara Ali diam-diam meminta sebuah mangkuk yang diisi air dan potongan jeruk nipis.

"Jadi kamu pernah berkerja di perusahaan Pak Yunus?" Abimana bertanya dengan ekspresi hangat khas seorang Abimana.

Prilly mengangukkan kepalanya. "Pernah Pak." Jawabnya kalem, jujur melihat keceriaan dan kehangatan Abimana mengingatkan Prilly pada almarhum Ayahnya.

Percakapan mereka terus berlanjut sampai akhirnya pelayan datang dan membawa pesanan Ali tadi. Kening mereka sontak berkerut termasuk Prilly hingga percakapan mereka terhenti dan fokus pada Ali. Sementara Ali dengan tenang meletakkan mangkuk air itu didepan Prilly.

"Pakai tangan saja kalau tidak nyaman menggunakan sendok dan garpu." Kata pria itu dengan ekspresi dan suara datar seperti biasanya.

Maya dan Abi sontak berpandangan begitupula Samuel dan Agung. Mereka sungguh tidak pernah melihat Ali seperhatian itu pada wanita selain Sintia dan Arina.

Merasa diperhatikan Ali mendongak dan menatap keluarganya dengan tatapan dinginnya. "Sudah selesai? Kita pulang sekarang!"

"Be--lum. Ini kami masih makan!" Agung dengan segera melanjutkan makannya begitupula dengan Samuel hanya Abi dan Ibunya yang masih mesem-mesem melihat Ali dan Prilly yang terlihat sangat serasi ketika duduk berdampingan seperti ini.

Prilly tampak sungkan namun ia tetap mencuci tangannya lalu melanjutkan makannya menggunakan tangan, diam-diam ia tersenyum saat menyadari jika pria dingin ini tidak sedingin kelihatannya. Ali masih memiliki sisi hangat yang membuat Prilly semakin yakin untuk memiliki pria ini.

Tunggu saja tanggal mainnya.

***

"Eum terima kasih Pak Ali." Prilly kembali di antar ke kantor oleh Ali. Pria itu seperti menawarkan dirinya ketika mereka selesai makan siang tadi.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang