Bab 16

1.3K 172 9
                                    


Di kediaman Bagaskara terlihat Maya sedang menyesap tehnya ditemani sang menantu, istri dari putra pertamanya, Siska. Siska memang sering mengunjungi dirinya bahkan lebih sering dari Sintia menantunya yang lain namun entah kenapa Maya justru lebih merasa nyaman dengan Sintia daripada Siska.

Tetapi untuk menghargai putra pertamanya ia selalu menerima kedatangan Siska dengan tangan terbuka seperti pagi ini. "Aku bawain kue tradisional ini khusus buat Mama." Siska tersenyum ramah pada Ibu mertuanya.

Maya menatap wadah putih yang diisi dengan berbagai kue tradisional yang cukup menggugah selera. "Terima kasih Siska." Katanya dengan senyuman kecil. Maya mengambil satu kue basah itu dan mulai menyantapnya sementara Siska tersenyum senang saat Maya mau mencicipi kue yang ia bawa.

Mereka sedang duduk di taman belakang menikmati sejuknya udara pagi. Siska tampak diam memperhatikan Ibu mertuanya. "Ma ada yang ingin aku bicarakan sama Mama."

"Ada apa Siska?"

Sebelum memulai pembicaraan Siska tampak menghela nafas pelan. "Kemarin aku dan teman-temanku sedang berkumpul untuk membahas tentang kegiatan sosial yang kami jadikan agenda rutin setiap kami berkumpul." Maya hanya mengangukkan kepalanya sambil terus menyantap kue yang ada ditangannya.

"Lalu?" Responnya singkat yang membuat Siska sedikit canggung tetapi ia tetap melanjutkan ceritanya ini. "Terus disana ada Ibu Fatma istri dari Direktur bank investasi sekaligus pemilik perusahaan tambang." Siska terdiam sejenak menunggu respon dari Maya ketika melihat kepala Ibu mertuanya mengangguk dengan penuh semangat kembali Siska melanjutkan ceritanya. "Jadi, aku dan Ibu Fatma berniat untuk menjodohkan putra dan putri kami Ma. Gimana menurut Mama?" Ekspresi wajah Siska tampak berseri menatap Maya dengan penuh harap.

Maya tidak langsung memberikan jawaban, wanita itu terlihat membersihkan tangan serta mulutnya terlebih dahulu. "Maksudnya kamu ingin menjodohkan Ali dengan putri teman kamu itu?"

"Iya Ma. Aku yakin Ali sangat cocok bersanding dengan putri Ibu Fatma selain cantik Putri beliau juga lulusan pascasarjana di London."

Maya kembali terdiam. "Menurut kamu apakah Ali akan menerima usulan kamu ini?"

Siska terdiam, ia sudah tahu jawabannya adalah tidak maka saat ini ia berusaha meyakinkan Maya supaya wanita tua ini bersedia membantu dirinya membujuk Ali.

"Siska, saya tahu niat kamu baik tetapi kita tidak bisa memaksa Ali untuk menikahi wanita yang bahkan belum ia kenal itu." Suara Maya terdengar begitu halus namun Siska bisa merasakan nada tidak sedang dalam setiap kata yang keluar dari mulut ibu mertuanya.

"Tapi Ma, ini kesempatan Ali untuk mendapatkan istri yang jelas bibit,bebet dan bobotnya." Siska masih berusaha meyakinkan Maya. "Saya lebih mendukung cucu saya menikahi wanita yang dicintainya daripada memilih bibit,bebet dan bobot itu." Bantah Maya kali ini cukup keras hingga membuat Siska sontak terdiam.

"Saya ingin ke kamar. Terima kasih untuk kue hari ini." Maya beranjak meninggalkan Siska yang menatap kepergian Ibu mertuanya dengan tangan terkepal.

Siska harus mencari cara supaya Ali bersedia menikahi putri Ibu Fatma karena jika Ali menjadi menantu wanita itu maka Siska akan mendapatkan bagian dari perusahaan Fatma yang cukup untuk menghidupi dirinya sampai tua. Melihat sikap suaminya yang semakin hari semakin dingin padanya jelas Siska harus mencari koneksi yang bisa ia jadikan sebagai sandaran jika suatu saat Pramudya benar-benar mencampakkan dirinya.

***

Kaki Prilly nyaris kesemutan menunggu Ali memeriksa berkasnya. Mereka sudah tiba di ruangan pria itu dan nyaris 30 menit Prilly berdiri didepan meja Ali.

Perlahan Prilly mulai menggerakkan kakinya secara bergantian, ia berusaha untuk tidak menarik perhatian Direktur tampan itu namun sepertinya mata Ali terlalu jeli hingga pria itu mendongak menatap dirinya.

"Kenapa kamu nggak duduk?" Tanyanya tanpa rasa bersalah.

Emang lo ada nyuruh gue duduk?

"Hehe. Enggak apa-apa Pak, saya berdiri aja hitung-hitung olahraga." Cengiran Prilly terlihat sekali dipaksakan namun Ali memilih abai dan kembali fokus pada berkas gadis itu.

Tak sanggup menahan kebas di kakinya lagi akhirnya Prilly menarik kursi dan menghempaskan tubuhnya disana. Ali hanya melirik tanpa berkomentar apapun.

Ringisan Prilly terdengar pelan, tangannya terulur kebawah untuk memijit pelan betisnya yang mati rasa. "Pak belum selesai juga?" Tanya Prilly yang mulai merasa jenuh dengan ketelitian Bosnya ini.

"Saya harus memastikan semua data kamu asli tidak ada yang palsu."

"Lah si Bapak mana berani saya pakek data palsu Pak! Asli semua itu." Protes Prilly yang sedikit kesal dicurigai seperti itu. Lagian Bosnya ini ada-ada saja dia hanya melamar menjadi salah satu karyawan biasa di bagian desain bukan menjadi manager umum, rasanya berlebihan sekali ketika berkasnya diperiksa sedetail ini oleh Direktur utama.

"Oke. Saya percaya semua data kamu asli." Prilly memutar bola matanya tanpa sadar hingga membuat Ali tertegun, baru kali ini ada yang begitu berani bersikap tak sopan padanya.

"Udah kan? Kalau udah saya mau balik kerja Pak." Prilly ingin meraih mapnya namun Ali lebih cepat menjauhkan map itu dan memasukkannya ke dalam laci.

"Bapak ngapain lagi itu?" Kembali suara protes Prilly terdengar. "Kamu jumpai Pak Samuel dan katakan padanya kalau saya meminta kamu menjadi sekretaris pribadi saya!" Perintah Ali dengan begitu tenang.

Kedua mata Prilly tampak berkedip beberapa kali. "Tunggu dulu, maksud Bapak gimana tadi?" Ali hanya melirik kearah Prilly tanpa berniat menjawab pertanyaan gadis itu.

"Pak Ali!" Panggil Prilly kali ini suara gadis itu naik satu oktaf. "Pak kalau mau bercanda jangan gini dong Pak! Hidup saya lagi susah jangan Bapak ajak bercanda seperti itu dong Pak!" Rengek Prilly yang justru terlihat menggemaskan di mata Ali.

"Memangnya tampang saya sekarang terlihat seperti sedang mengajak kamu bercanda?"

Prilly terdiam dan memperhatikan ekspresi wajah Ali dalam-dalam. "Enggak Pak." Jawabnya setelah menemukan jawaban kalau pria ini memang sedang tidak mengajaknya bercanda.

"Sekarang kamu lakukan sesuai perintah saya!" Kembali Ali bertitah. "Terus gimana dengan perkejaan saya Pak? Saya baru kemarin loh ngelamar di bagian desain."

"Itu akan menjadi urusan Pak Samuel. Sekarang kamu keluar dan lakukan sesuai dengan perintah saya!" Tegas Ali yang membuat Prilly segera beranjak dari ruangan Bosnya itu.

Didepan pintu ruangan Ali, lutut Prilly baru terasa bergetar. Ia merasa gugup namun juga merasa bahagia. Prilly benar-benar tidak tahu harus bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat ini.

Sementara di dalam ruangannya, Ali terlihat berbicara serius dengan Samuel melalui telepon kantor. "Lakukan seperti yang gue perintahkan Sam! Jangan ada kesalahan, bakat gadis ini tidak boleh kita sia-siakan."

"Lo yakin? Takutnya lo sendiri yang kelimpungan nanti Al. Lo harus sadar pergerakan lo sekarang nggak bakal luput dari perhatian musuh-musuh lo bahkan bokap lo sendiri."

"Gue yakin. Lo kerjakan bagian lo dengan baik."

"Baiklah. Gue tutup, cewek kesayangan lo udah didepan ruangan gue!"

Tut.

Ali meletakkan gagang teleponnya lalu mendengus pelan. "Kesayangan apanya." Decih Ali sebelum mulai memeriksa berkas-berkas perusahaan yang ditinggalkan oleh Ayahnya.

Ali akan mencari dalang dibalik semua ini, ia yakin kemunduran Bagaskara Group bukan tanpa tanpa sengaja melainkan sebaliknya. Tidak mungkin perusahaan sebesar ini bisa goyah dalam kurun waktu beberapa tahun saja.

Beberapa proyek besar tercatat sukses berkerjasama dengan perusahaan ini, data yang masuk juga sesuai jadi Ali putuskan jika masalah ini bukan dari bidang periklanan. Ali beralih pada pemakaian bahan baku juga hal-hal remeh lainnya. Ali akan memastikan jika tidak ada kesalahan lagi dimulai dari hari ini.

Map terakhir yang dipegang terlihat beberapa data yang tidak failed, produk yang diiklankan oleh perusahannya merupakan produk luar negeri namun kenapa hasil penjualan disini justru hanya setengah dari harga yang disepakati.

Ali meraih teleponnya kali ini ia menghubungi Agung menggunakan ponsel pribadinya. "Agung segera ke ruangan Mas sekarang!"

*****

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang