Bab 23

1.3K 207 15
                                    


"Ma!"

"Mama!"

Pagi-pagi sekali Pramudya menyambangi kediaman Ibunya. Sudah sejak tadi malam ia merasa gelisah dan tidak tenang setelah keputusan yang diambil oleh Ali kemarin. Jika Ali benar-benar mendepak orang-orang kepercayaannya, bagaimana mungkin ia bisa kembali merebut posisi Direktur utama?

Tadi malam istrinya juga membuat dirinya pusing dengan ulahnya, tiba-tiba saja Siska ingin menjodohkan Ali dengan putri salah satu temannya. Pramudya sedang tidak ingin memikirkan hal-hal tidak penting karena yang terpenting baginya sekatang adalah mendesak Ibunya untuk memerintahkan Ali menarik kembali keputusannya yang memecat orang-orang kepercayaannya di perusahaan.

"Mama dimana!" Kembali suara teriakan Pramudya terdengar.

"Bu Pak Pram datang." Rahma selalu asisten pribadi Maya terlihat tergopoh-gopoh menghampiri Maya yang begitu tenang menyiram tanamannya di halaman belakang.

"Biarkan saja sebentar lagi dia juga akan kesini." Jawab Maya tenang. Wanita paruh baya itu sama sekali tidak menghiraukan suara teriakan putra sulungnya. Jika tidak ada suatu hal yang mendesak tidak mungkin putranya itu rela datang pagi-pagi dan mencari dirinya.

"Mama disini ternyata." Maya dan Rahma menoleh saat Pramudya sudah berdiri di pintu pemisah antara taman milik Maya dengan ruang santai area belakang.

Rahma segera pamit meninggalkan Ibu dan anak itu untuk berbincang.

"Mama sedang apa?" Tanya Pramudya saat mendekati Ibunya.

"Ngerawat anak-anak Mama." Jawab Maya tanpa mengalihkan pandangannya dari tanaman bunganya.

Pramudya tertawa saat mendengar jawaban Ibunya. "Jadi selain kami Mama juga punya anak yang lain?" Ejeknya yang membuat Maya tersenyum kecil. "Setidaknya anak-anak Mama yang ini selalu menemani Mama bukan seperti anak yang lain yang hanya datang ketika dia butuh." Jawab Maya telak yang membuat Pramudya bungkam.

Tawa pria itu tidak terdengar lagi bahkan setelah beberapa saat pria itu masih belum bersuara. Maya juga tidak ingin memulai percakapan apapun, wanita itu terus membiarkan fokusnya pada tanaman miliknya.

"Ma sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengan Mama."

"Katakan!"

"Disini bukan tempat yang cocok untuk membicarakan hal ini Ma."

"Bicarakan disini atau tidak sama sekali!"

"Mama!"

Maya diam saja ketika Pramudya membentak dirinya, sejak dulu ia sudah terbiasa menghadapi sikap temperamen putra sulungnya ini, namun ia sempat berpikir jika seiring dengan berjalannya waktu putranya akan berubah ternyata ia terlalu tinggi dalam berharap hingga akhirnya ia dihempaskan oleh kenyataan.

Pramudya tidak pernah berubah.

"Baiklah kita bicara disini!" Pramudya berjalan mendekati Ibunya. "Mama tahu apa yang dilakukan cucu kesayangan Mama kemarin di perusahaan?"

"Cucu kesayangan Mama adalah putra kandungmu kalau kamu lupa!" Sarkas Maya yang berhasil membuat Pramudya menelan ludah kasar.

"Bukan itu yang ingin aku bicarakan dengan Mama." Pramudya kembali membahas tujuan awalnya mendatangi Ibunya. "Mama harus membatalkan keputusan Ali yang memecat para petinggi perusahaan!"

"Atas dasar apa Ali memecat mereka?" Tanya Maya yang membungkam mulut besar Pramduya. Maya meletakkan penyiram bunganya lalu berbalik dan fokus pada putra sulungnya. "Jelaskan alasan yang masuk akal pada Mama supaya besok Mama akan menegur Ali untuk kamu!" Tantang Maya pada putranya.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang