Bab 15

1.3K 190 17
                                    


Pukul setengah tujuh pagi Prilly sudah beranjak dari rumahnya menuju kantor. Kali ini letak kantornya lumayan jauh dari kediamannya sehingga ia harus pandai-pandai memanfaatkan waktu jika tidak ia bisa terlambat.

Prilly jelas tidak mungkin terlambat apalagi hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Jadi sebisa mungkin ia berangkat lebih pagi dari kebiasaannya dulu. Hari ini Prilly mengenakan stelan kantor dengan warna lime yang terlihat sangat cocok dengan kulit putih bersihnya.

Riasan wajahnya juga ia poles natural seperti biasanya, rambut panjangnya ia gerai ditambah dengan jepitan kecil di kedua sisi kepalanya. Prilly tidak tahu kenapa rasanya pagi ini ia begitu gugup padahal ini bukan kali pertama ia pergi bekerja.

Sebelum menaiki angkutan umum ia kembali memeriksa berkas-berkas yang diminta oleh pimpinannya kemarin. Mengingat wajah datar Ali entah kenapa ia langsung merasa panas dingin padahal sejak kemarin ia begitu kekeuh meminta pada Tuhan supaya Ali menjadi jodohnya namun sekarang ia justru merasa jika dirinya terlalu gegabah dalam berdoa.

"Neng jadi naik kagak nih?" Suara supir angkot menyentakkan Prilly dari lamunannya. "Jadi Pak. Sebentar!" Prilly memasuki angkot dan duduk di dekat pintu.

Pagi-pagi seperti ini Bus selalu ramai jadi Prilly lebih memilih naik angkot saja, hitung menghemat pengeluaran terlebih akhir bulan nanti ia harus pulang kampung untuk acara sepupunya tentu saja ia harus membawa oleh-oleh banyak untuk keluarganya.

Sepanjang jalan menuju kantornya, Prilly kembali melamun namun lamunannya seketika buyar saat angkot yang ia naiki tiba-tiba oleng nyaris saja ia terjatuh keluar jika Ibu-ibu yang ada disebelahnya tidak memegang lengannya.

"Ya ampun Neng, hati-hati." Ibu itu sama paniknya dengan Prilly. "Iya Buk terima kasih." Jantung Prilly terasa melorot ke usus namun ia tetap berusaha terlihat tenang padahal perutnya nyaris mules sangking terkejut dan takutnya ia tadi.

"Maaf semuanya ban mobilnya pecah."

Suara protes penumpang terdengar memenuhi telinga namun apa boleh buat mereka memang harus turun dan terpaksa mencari angkutan lain. Prilly berdiri diatas trotoar sesekali ia  memeriksa jam di pergelangan tangannya untuk memastikan waktu yang masih ia punya sebelum jam 8 pagi.

Prilly masih berusaha mencari angkutan umum saat sebuah mobil warna hitam mengkilap dengan lambang bintang didepannya berhenti tepat didepan Prilly. Kening Prilly sontak berkerut pasalnya ia sama sekali tidak mengenali pemilik mobil mewah ini.

Disaat Prilly sedang dilanda kebingungan kaca jendela mobil itu tiba-tiba bergerak turun hingga relfeks Prilly membungkukkan badannya untuk melihat siapa yang mengemudikan mobil ini.

"Pak Ali?"

"Ya saya. Masuk!" Titah Ali yang membuat Prilly kebingungan. "Saya naik angkot aja Pak." Tolaknya halus, Prilly jelas tidak mungkin menumpangi mobil atasannya ini, bisa-bisa ia menjadi bahan gosip di hari pertamanya bekerja.

"Saya tidak bertanya pendapat kamu! Sekarang masuk!" Suara keras dengan ekspresi datar andalan pria itu membuat Prilly mau tidak mau membuka pintu mobil. "Kamu pikir saya supir? Duduk di depan!" Suara berat pria itu kembali terdengar saat Prilly ingin membuka pintu belakang.

Dengan sangat terpaksa Prilly membuka pintu penumpang disebelah Ali lalu duduk disana dengan tegang. Ali langsung mengemudikan mobilnya tanpa berkata apapun. Keheningan di dalam mobil nyaris membuat Prilly mati kebosanan namun sekuat tenaga ia berusaha untuk tetap terlihat segar di hadapan bosnya.

"Eh Pak ini bukan jalan ke kantor." Prilly sangat terkejut saat mobil yang dikemudikan oleh Ali justru melaju berlawanan arah dari kantor mereka.

Ali hanya melirik wajah panik Prilly sekilas lalu pria itu kembali fokus pada jalanan di depannya.
"Bapak nggak berniat nyulik saya kan?" Tiba-tiba Prilly kembali bersuara kini tatapan wanita itu tampak begitu horor kearah Ali yang masih fokus pada jalanan.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang