Bab 32

1.6K 199 14
                                    


"Segera ke kamar mandi kita sudah ditunggu!" Kata Ali tanpa menghiraukan tatapan lapar yang Prilly perlihatkan padanya.

Mendengar perkataan Ali sontak gadis itu mengerjapkan matanya. "Ditunggu? Siapa yang nunggu?" Tanyanya dengan ekspresi bingung.

Ali tidak menjawab pria itu sedang mengenakan celana panjangnya membelakangi Prilly yang masih memuja punggung lebar nan kokoh pria tampan ini.

"Bapak kenapa bawa saya ke rumah Bapak?" Tanya Prilly, gadis itu mulai bergerak mengikat rambut panjangnya sebelum benar-benar turun dari ranjang.

"Kamu tidur seperti orang mati." Jawaban Ali sontak membuat Prilly mencibir. "Bilang saja mau bermalam dengan saya apa susahnya sih." Ejek Prilly yang didengar jelas oleh Ali namun pria itu memilih diam karena apa yang dikatakan gadis ini tidak sepenuhnya salah.

Ali sudah selesai dengan celananya kini pria itu sedang mengenakan kaos pas badan yang memperlihatkan otot lengannya yang begitu menggiurkan.

"Kamu bersih-bersih dulu, saya siapkan sarapan dari semalam kamu belum makan apa-apa." Kata Ali sebelum beranjak keluar dari kamarnya. Bundanya masih bisa menunggu tetapi gadis itu sudah tidak makan sejak tadi malam.

Ali keluar dari kamar langsung menuju dapur bahkan ia sampai lupa menyapa Bundanya yang terbengong melihat kelakuan putra sulungnya.

"Lihat Mas kamu bahkan lupa sama Bunda disini!" Sintia mengadu pada putrinya sementara Arina hanya mengusap bahu Bundanya meminta Ibunya untuk sabar.

Ali sedang membuka pintu kulkas seketika terhenyak saat menyadari keberadaan Ibunya di sini. Ali segera berbalik menghampiri Ibunya yang terlihat merengut di sofa ruang tamu apartemennya.

"Bunda, maaf." Katanya sambil memeluk Ibunya dengan manja. Sintia memukul pelan punggung putranya sebelum membalas pelukan Ali dengan tak kalah erat.

"Kamu benar-benar lupa sama Bunda gara-gara perempuan itu?" Suara Sintia terdengar sewot hingga membuat Ali terkekeh pelan. "Wanita yang Bunda maksud adalah---"

"Bodo amat Bunda nggak perduli siapa wanita itu yang pasti Bunda nggak akan terima wanita itu untuk menjadi menantu Bunda!" Potong Sintia dengan berapi-api.

Ali sontak melepaskan pelukannya lalu menatap Bundanya dengan tatapan tak percaya. "Bagaimana Bunda tahu kalau Ali akan mengenalkan calon menantu buat Bunda?"

"Jadi benar kamu ingin menjadikan perempuan itu sebagai istri kamu?!" Tanya Sintia histeris dan dengan polosnya Ali mengangukkan kepalanya.

"Aduh Nak! Aduh!" Sintia semakin histeris, ia tidak menginginkan wanita itu menjadi menantunya tetapi ia ingin Prilly, gadis baik-baik yang kata suaminya sangat cantik dan sopan itu.

"Pokoknya Bunda nggak mau! Titik!" Tegas Sintia kekeuh pada pendiriannya. Ali hanya menghela nafas, ia akan kembali membujuk Ibunya nanti setelah emosi sang Ibu reda.

"Ya sudah. Sekarang kita sarapan dulu." Ajak Ali pada Ibunya. "Tiba-tiba Ali pengen makan nasi goreng buatan Bunda." Godanya yang berhasil membuat mood Sintia seketika membaik. Sintia adalah Ibu terbaik untuk anak-anaknya, wanita ini selalu bersemangat mengabulkan permintaan anak-anaknya.

"Tunggu sebentar, Bunda masakin nasi goreng terenak untuk Mas Ali kesayangan Bunda." Kata Sintia sebelum beranjak menuju dapur putranya.

Kini tinggal Ali dan Arina yang duduk bersebelahan di sofa. "Arin nggak mau peluk Mas Ali?" Dengan segera Arina melemparkan dirinya ke dalam pelukan Abang sepupu kesayangannya.

"Mas, Arin boleh tanya?" Ali mengangukkan kepalanya tangannya terus bergerak mengusap lembut kepala Adiknya.

"Mbak yang tidur sama Mas siapa?" Tanya Arina blak-blakan. Tangan Ali berhenti sejenak lalu kembali bergerak tanpa menjawab pertanyaan Adiknya.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang