Bab 25

1.5K 202 14
                                    


Agung merasa nyawanya tinggal sedikit lagi saat Ibu dan Adiknya terus mengintrogasi dirinya perihal Ali dan Prilly.

"Jadi Mbak Prilly yang Abang bilang itu cewek?"

"Masak iya cowok Rin. Yang benar dong kalau nanya!"

"Heum!"

Agung sontak terdiam dan tidak melanjutkan lagi omelan pada Adiknya. Lagian si Arina ada-ada aja pertanyaannya, masak iya namanya sudah manis seperti Prilly dikira cowok.

"Arin diam dulu, Bunda mau ngomong serius sama Abang kamu." Sintia menyentuh pelan lutut putrinya yang duduk tepat disebelah nya dan berhadapan dengan putra sulungnya. Dengan patuh Arina menganggukkan kepalanya.

"Jadi siapa Prilly sebenarnya Bang?" Wajah Sintia tampak serius ketika bertanya pada putranya. "Ceritakan semuanya bagaimana Mas Ali bisa kenal dengan gadis ini?" Lanjut Sintia lagi.

"Bun, sebenarnya Ayah juga tahu cerita awalnya gimana." Agung melempar pertanyaan Ibunya pada Abimana yang sejak tadi hanya duduk diam memperhatikan tingkah istri dan anak-anaknya.

"Mas kamu kenal Prilly?" Sintia balik bertanya pada suaminya. Dengan polosnya Abi mengangukkan kepalanya. "Kenal. Mama juga kenal sama gadis ini." Jawaban Abimana semakin membuat Sintia penasaran dengan gadis bernama Prilly.

"Kok bisa kenal semua? Gimana ceritanya Mas?" Sintia beranjak dari duduknya menghampiri sang suami yang duduk di sofa ujung sedikit berjarak dengan mereka.

Abi mulai menceritakan bagaimana awal ia mengenal Prilly termasuk cerita gadis itu menolong Ibunya tempo hari. Wajah Sintia begitu berbinar saat mendengar cerita suaminya, ia menjadi penasaran dengan gadis hebat ini.

"Kita susul ke kampung Prilly yok Mas!" Ajak Sintia yang sontak membuat Abi dan Agung menganga lebar. "Bun, kita aja nggak tahu dimana kampungnya Mbak Prilly Bun." Agung langsung bereaksi yang disetujui oleh Abimana.

"Lagian kamu mau ngapain kesana Sayang?" Tanya Abimana dengan lembut. Tangannya terulur mengusap kepala istrinya pelan.

"Aku penasaran Mas, bertahun-tahun kita berdoa supaya putra kita itu mendapat jodoh dan sekatang Tuhan mengabulkannya, tidak salah kalau aku penasaran dengan jodoh putra kita kan?" Urai Sintia dengan wajah polos nan cantik yang berkali-kali membuat Abimana jatuh cinta.

Kembali terdengar helaan nafas Agung dan Abi. "Sayang, Mas paham maksud kamu tapi kita tetap harus berada dalam batasan kita." Abi memberi pengertian pada istrinya. "Kita akan dukung apapun keputusan putra kita selama itu baik dan bisa membuat Ali bahagia tapi tetap semua keputusan tentang jalan hidupnya itu mutlak milik Ali dan kita tidak bisa mencampurinya." Suara Abi memang terdengar lembut namun terkesan sangat tegas hingga Sintia tidak berani membantah suaminya.

Dengan terpaksa wanita itu mengangukkan kepalanya. "Baiklah." Jawabnya lesu.

"Nanti kalau Ali pulang kita bicarakan lagi masalah ini ya? Kalau memang Ali sudah membuat keputusan perihal Prilly maka disaat itulah kita menjalankan tugas kita sebagai orang tua Ali." Abi menatap istrinya dengan senyuman penuh arti. Sintia langsung mengerti maksud dari senyuman itu. "Terima kasih Mas! Aku nggak sabar nunggu Ali pulang!" Kata Sintia sambil memeluk suaminya dengan penuh semangat.

Sementara Arina hanya menatap orang tua dan Abangnya dengan tatapan bingung. "Abang ini maksudnya gimana? Mas Ali mau nikah gitu?" Tanya Arina dengan tatapan polosnya pada Agung.

Agung menatap Adiknya gemas, ia cubit pipi Arina begitu kuat hingga membuat gadis itu memekik kesakitan. Abi dan Sintia hanya menoleh menatap sekilas anak-anaknya yang mulai bergulat lalu kembali mengeratkan pelukan mereka.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang