Bab 27

1.7K 214 33
                                    


Suasana di kediaman Puput sangat meriah, ramai sekali muda-mudi yang datang untuk memeriahkan acara pernikahan Puput, meskipun Puput menikah besok pagi namun malam harinya sudah menjadi kebiasaan di desa itu untuk mengadakan acara sekedar ramah tamah dengan pemuda pemudi.

Sekitar pukul setengah 8 Ali menyusul Prilly yang sudah terlebih dahulu pergi ke rumah sepupunya. Malam ini Ali mengenakan kaus berkerah warna hitam dipadu dengan celana jeans membuat penampilan Ali terlebih lebih muda dari usianya. Tak lupa jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

Kaum muda-mudi terutama wanita menaruh seluruh atensi mereka pada Ali saat pria itu melangkah melewati mereka. Bisik-bisik mengenainya mulai terdengar, meskipun suara musik cukup memekakkan telinga namun bisikan-bisikan mengenai Ali sampai juga ke telinga Prilly.

Prilly dan keluarganya duduk bersama di depan pelaminan yang sudah dipasang sementara Ali melangkah menuju kumpulan Bapak-bapak yang tadi siang sempat ia bantu pekerjaannya. Aroma wangi dari parfum mahal yang pria itu pakai tercium semerbak bahkan sampai membuat Puput menutup mata menghirup aroma wangi dari calon suami Mbak-nya.

"Harum banget calon suaminya Mbak Prilly." Celetuk Puput yang sontak mendapat pukulan dari Prilly.

Prilly kembali memusatkan perhatiannya pada Ali yang sudah bergabung dengan pemuda disana. Suasana malam ini begitu ramai dan meriah namun terasa sekali kebersamaan dan kehangatannya.

Ali belum pernah mengikuti acara seperti ini dan ia akui ternyata kebersamaan seperti ini begitu menyenangkan.

"Ayo Pak--"

"Panggil Ali saya Pak."

"Ah baiklah Nak Ali. Ayo kita minum kopi."

Ali dan Pak Surya yang merupakan tetangga sekaligus kepala lorong yang rumahnya berdekatan dengan rumah Prilly memberikan segelas kopi hitam untuk Ali.

Tanpa canggung Ali menerima gelas itu dan mulai mencicipi kopi hitam yang belum pernah ia cicipi dan ternyata rasanya enak bahkan langsung pas di mulut laki-laki itu.

"Beginilah keadaan desa kita kalau lagi acara pesta seperti ini Nak Ali." Pak Surya kembali mengajak Ali berbicara.

Ali mengangguk pelan, sebelah tangannya memegang gelas kopi miliknya. "Disini ramai dan hangat." Respon Ali yang membuat Pak Surya tertawa. "Nanti Nak Ali akan merasakan kebersamaan dan kehangatan seperti ini berkali-kali setelah Nak Ali dan Prilly menikah dan tinggal di desa ini." Canda Pak Surya dengan tawa khas Bapak-bapak.

Ali tidak marah justru pria itu diam-diam tersenyum dan mengaminkan perkataan Pak Surya di dalam hati. Ia tidak tahu bagaimana perasaannya terhadap Prilly namun ketika ia membayangkan kebersamaan mereka entah kenapa Ali merasa begitu nyaman dan bahagia.

"Nak Ali akan menetap lama disini?" Tanya Pak Surya lagi. Ali menyesap kopinya lalu menggeleng pelan. "Enggak Pak, saya harus bekerja." Jawab Ali sopan.

Kepala Pak Surya tampak mengangguk beberapa kali. "Benar juga pekerjaan adalah tanggung jawab jadi tidak bisa diabaikan begitu saja." Ali setuju dengan perkataan Pak Surya. "Iya Pak."

Beberapa orang lainnya mulai mendekati meja Ali dan Pak Surya dan mulai bergabung membicarakan segala sesuatu yang tidak terlalu dimengerti oleh Ali namun pria itu tetap berusaha menaruh atensinya supaya tidak menyinggung perasaan Pak Surya dan teman-temannya.

Untung saja Ali cerdas sehingga ia bisa menangkap maksud Bapak-bapak yang rata-rata membicarakan perihal pemilu juga pemilihan presiden yang sedang hangat-hangatnya.

Tanpa Ali sadari jika sejak tadi gerak-geriknya terus diperhatikan oleh Prilly. Gadis itu merasa Ali seperti magnet yang terus menarik perhatian dirinya bahkan ketika pria itu sibuk berbincang dengan Bapak-bapak disana ia justru sibuk menatap lamat-lamat pria itu.

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang