Bab 7

1.4K 170 9
                                    


Samuel sudah menunggu di depan mobil Ali dan segera mendekati sahabatnya itu saat melihat Ali sedang berjalan menuju mobilnya.

"Al lo tadi ngapain?" Tanyanya langsung begitu berdampingan dengan Ali. Ali hanya menatap Samuel sekilas lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju parkiran mobilnya tanpa menjawab pertanyaan Samuel.

Decakan Samuel terdengar namun pria itu tidak berani bertanya lagi pasalnya ekspresi wajah Ali sama sekali tidak bersahabat sekarang ini. "Lengan lo luka!" Seru Samuel yang terkejut saat melihat darah yang mengalir dari luka Ali. "Sial! Kalau Tante Sintia tahu tangan lo luka bisa nangis tujuh hari tujuh malam tuh." Celetuk Samuel sambil memperhatikan luka di lengan Ali.

Mereka sudah tiba didepan mobil Ali, mata tajam pria itu tampak memperhatikan luka yang ada di lengannya cukup dalam memang namun Ali tidak merasa kesakitan jadi lebih baik ia obati di rumah saja. "Lo mau kemana?"

"Pulang!"

"Gue ikut dong!" Samuel berjalan cepat menuju kursi penumpang. "Gue nggak bawa mobil lagi hemat bensin." Katanya tanpa malu-malu.

Ali hanya diam saja, tangannya bergerak untuk menghidupkan mesin mobil tak berapa lama mobil dengan logo bintang didepannya itu melaju meninggalkan area parkir. Sepanjang perjalanan Samuel terus berceloteh sementara Ali hanya diam seperti biasanya.

Samuel sudah tidak heran lagi dengan sifat pendiam sahabatnya ini, sejak dulu Ali memang sudah pendiam dan tingkat keterdiaman pria ini semakin hari semakin meningkat saja.

"Lo mau turun dimana?" Tanya Ali setelah keterdiamannya.

"Gue ke apartemen lo aja deh! Suntuk juga gue sendiri di rumah." Sahut Samuel tanpa memperdulikan ekspresi keberatan di wajah Ali. Ia sudah biasa dengan ekspresi yang sarat akan penolakan itu jadi ia sudah terbiasa.

Kembali Ali mengalihkan pandangannya ke jalanan, meskipun sudah lama tidak berkendara di negaranya sendiri namun ia sama sekali tidak asing bahkan ia masih sangat hafal jalan-jalan yang dulu kerap ia lalui. Ali dan kecerdasannya.

Setengah jam kemudian mobil yang Ali kemudikan sudah memasuki area parkir apartemennya dan tanpa ba-bi-bu Ali turun dari mobil tanpa mengajak Samuel. Pria itu terus berjalan sementara Samuel ia kunci di dalam mobilnya.

"Buka woi! Buka! Lah si anjing gue dikunciin!"

***

"Minum susu dulu udah gue buatin." Prilly baru keluar dari kamar mandi dan langsung disuguhi segelas susu hangat oleh Fiona.

"Terima kasih Fiona cantikku."

"Cantikan lo."

Prilly tertawa mendengar jawaban dari temannya. Dengan santainya ia berjalan menuju meja rias Fiona menarik kursi lalu menghempaskan bokongnya disana. Prilly tampak menyesap susunya dengan tenang berbeda dengan Fiona yang terus menatap khawatir sahabatnya.

Merasa diperhatikan Prilly menoleh membalas tatapan Fiona dengan kerutan di dahi. "Lo kenapa natap gue gitu banget?"

Fiona tak langsung menjawab terdengar helaan nafas berat dari wanita itu. "Lo baik?"

Prilly mengangukkan kepalanya. "Kenapa harus gak baik." Jawabannya begitu santai sambil menyesap kembali susu hangatnya.

"Pril gue serius." Fiona beranjak mendekati temannya. "Kalau lo mau nangis ya nangis aja jangan lo pendem gini gue malah jadi takut." Fiona menggoyangkan bahu Prilly beberapa kali.

"Fi lo kenal gue berapa lama?"

Kening Fiona berkerut tak mengerti arah pertanyaan temannya ini. "Berapa ya? Kan dari pertama kita ngerantau kesini kita udah temanan kayak gini."

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang