Bab 12

1.2K 174 22
                                    


Seluruh petinggi perusahaan sudah berkumpul di ruang rapat menunggu kedatangan Maya selaku pemegang saham utama yang memiliki kewenangan penuh atas perusahaan ini.

Ali dan Samuel duduk bersebelahan, keduanya tampak tenang namun sebenarnya hanya Ali yang tenang sedangkan Samuel merasa deg-degan sekali terlebih saat kubu pendukung Ayah kandung Ali mulai menaruh perhatian pada mereka.

"Al lo yakin kita bisa keluar hidup-hidup dari ruangan ini?" Bisik Samuel yang sama sekali tidak mendapat respon dari temannya itu.

Sebelah kiri Samuel ada Agung yang ternyata sama-sama gelisah dan tidak nyaman hingga akhirnya keduanya tampak berbisik-bisik menceritakan keresahan mereka masing-masing. Jika Ali menempati posisinya hari ini maka Agung dan Samuel sama-sama akan menempati posisi Manager dan menjadi orang kepercayaan Ali di perusahaan ini.

Sementara Pramudya sejak menginjakkan kakinya di ruangan ini, tatapannya hanya tertuju pada sang putra yang terlihat sangat tenang membaca sebuah buku yang dibawa oleh putranya. Aura ketenangan itu justru membuat orang-orang disekelilingnya menjadi segan dan tidak berani bahkan untuk menyapa Ali saja tidak ada yang berani.

"Sepertinya Ibu Maya benar-benar ingin menggantikan posisi Bapak dengan putra Bapak." Celetuk salah seorang pria paruh baya yang berada di kubu Pramudya. "Benar, melihat kedatangannya hari ini semua bisa menebak jika putra Pak Pram benar-benar akan menggantikan posisi Pak Pram sebagai pemimpin perusahaan." Tambah temannya yang lain.

Pramudya hanya tersenyum sekilas, ia tidak terlalu khawatir karena ia tahu putranya pasti akan menolak posisi itu. Ia sangat mengenal watak putranya, Ali tidak akan mungkin bersedia bersaing dengan Ayahnya sendiri terlebih putranya itu dibesarkan oleh Adiknya yang dikenal 'lembek' dan tidak kompeten itu.

Lihat saja disaat orang-orang disini sedang memperhitungkan strategi untuk melawan jika terdesak, Abimana justru terlihat tertawa-tawa hanya karena guyonan garing salah satu temannya yang kebetulan memiliki peran penting di perusahaan.

Pintu ruangan terbuka dan seketika suasana di dalam ruangan itu berubah hening, seiring dengan langkah kaki Maya memasuki ruang rapat itu. Maya berjalan dengan anggunnya menuju kursi utama yang menjadi miliknya selama puluhan tahun.

"Selamat pagi semuanya. Mohon maaf saya sedikit terlambat karena ada satu insiden yang tidak bisa dihindari." Sapa Maya dengan begitu lembut namun terkesan tegas. Rahma yang berdiri disebelahnya menyerahkan sebuah map coklat yang sudah ia siapkan sesuai dengan perintah Maya.

Maya meraih map itu dan meletakkannya di atas meja, lalu tatapannya mulai fokus pada orang-orang yang hadir disana, satupun dari mereka tidak luput dari perhatiannya sampai akhirnya tatapan Maya jatuh pada cucu sulungnya dan refleks wanita itu menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.

Ali hanya mengangukkan kepalanya tanpa membalas senyuman sang Nenek. Maya mengerti dengan sikap Ali dan ia mulai membuka acara hari ini. Agenda hari ini memang sudah diatur dimulai dari laporan tentang perkembangan perusahaan selama satu tahun terakhir sampai puncak acara Maya mulai berdiri dan diikuti dengan seluruh yang hadir disana tak terkecuali Pramudya.

"Hari ini setelah melihat apa yang telah terjadi pada perusahaan sekarang, saya sebagai pemegang saham utama tidak akan membiarkan perusahaan yang ditinggalkan oleh almarhum suaminya hancur begitu saja. Kita tidak bisa menutup mata dengan mengatakan perusahaan baik-baik saja padahal kenyataannya perusahaan ini hanya tinggal menunggu waktu, ambang kehancuran perusahaan sudah didepan mata." Suara Maya sedikit bergetar ketika berbicara, ia merasa sedih juga kesal namun ia menahan diri untuk tidak menyalahkan siapapun dalam kejadian ini.

"Jadi setelah melalui banyak pertimbangan hari ini saya dengan resmi memutuskan untuk menyerahkan perusahaan kepada cucu sulung saya ananda Ali Satria Bagaskara!" Suara lantang Maya membuat seluruh yang ada disana terkejut terlebih saat Ali beranjak mendekati Eyangnya dan berdiri tepat disebelah Maya.

Pramudya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya terlebih saat tatapannya beradu dengan tatapan sang anak, ia bisa melihat kepuasan diwajah Ali ketika hari ini ia telah kalah langkah dengan putranya sendiri.

"Saya tidak setuju!" Pram bersuara lantang ditengah riuh tepuk tangan untuk Ali. Suasana kembali hening, fokus semua orang kini tertuju pada Pramudya. "Saya yang juga pemegang saham utama di perusahaan ini jelas memiliki hak untuk menolak perubahan yang diusung secara tiba-tiba seperti ini!" Tekan Pramudya yang sama sekali tidak membuat Ali gentar bahkan ekspresi wajah pemuda itu masih terlihat datar seperti biasanya.

"Bukan cuma Mas Pram yang punya hak disini! Aku juga punya Mas dan aku setuju dengan keputusan Mama hari ini." Sahut Abimana semakin menambah ketegangan di ruang rapat.

Maya bersuara menengahi perdebatan kedua putranya. "Keputusan sudah mutlak mulai besok Ali akan bertugas dan menempati posisi Direktur Utama menggantikan posisi Pramudya!" Suara tenang namun tegas Maya menjadi keputusan akhir hari ini yang tidak dapat digoyahkan oleh siapapun termasuk Pramudya yang beranjak dari ruang itu membawa kekesalan di hatinya.

***

"Baik, kami sudah melihat dan mempelajari berkas-berkas serta contoh desain yang kamu berikan." Prilly tersenyum kecil ia masih berusaha tenang padahal jantungnya sekarang berdetak seperti ingin mendobrak dadanya.

"Dan selamat kamu diterima di Bagaskara Group bergabung dalam tim desain yang dipimpin langsung oleh saya, panggil saja Mbak Mitha." Wanita cantik berusia sekitar 40 tahunan itu mengulurkan tangannya kearah Prilly dengan senyuman hangatnya.

Dengan cepat Prilly menyambut uluran tangan atasan barunya itu. "Terima kasih Mbak. Terima kasih."

Setelah keluar dan menyelesaikan kontrak dengan atasannya kini Prilly berjalan menuju lantai lima dimana sahabatnya berada, Fiona bekerja di bidang keuangan sama seperti dirinya dulu.

Saat akan menaiki lift, Prilly tanpa sengaja bertemu kembali dengan Maya dan juga rombongannya yang kebetulan akan keluar dari lift.

"Prilly!" Sapa Maya begitu ramah hingga membuat Prilly tidak enak sendiri. Ia sudah cukup berhubungan dengan pemilik perusahaan ini, ia berpikir setelah kejadian pagi tadi dirinya tidak akan lagi bertemu dengan wanita cantik ini namun sepertinya lagi-lagi takdir tidak sesuai dengan pemikiran Prilly.

"Selamat siang Eya--Ibu." Sapa Prilly dengan sedikit membungkukkan badannya didepan Mata juga rombongannya. Prilly belum menyadari keberadaan pria yang menolongnya yang berdiri tepat di belakang Maya, tatapan pria itu terlihat fokus pada Prilly.

"Panggil Eyang saja." Maya mengusap lembut pundak Prilly. "Tangan kamu udah nggak apa-apa kan?" Prilly buru-buru menggeleng dan menjauhkan tangannya, ia tidak ingin orang-orang tahu tentang kejadian pagi tadi.

"Udah enggak apa-apa kok Eyang." Suara Prilly memelan diakhir kalimatnya.

"Mama kenal gadis ini?" Suara Abimana terdengar membuat Maya menoleh menatap putranya. Mereka berkumpul didepan lift membuat beberapa karyawan yang ingin menggunakan lift itu harus berputar arah.

Sejak perusahaan ini beroperasi, tidak ada ketentuan khusus yang membedakan antara atasan dan bawahan, misalnya perbedaan lift atau hal-hal kecil lainnya. Almarhum suami Maya memang sangat menyukai hal-hal sederhana dan kebersamaan seperti ini.

"Namanya Prilly Bi, tadi pagi ada insiden dan Prilly yang nolong kami sampai tangannya terluka." Maya memperlihatkan lengan Prilly yang dibalut perban pada putranya.

Samuel yang sejak tadi diam dan memperhatikan kedekatan Maya dan Prilly seketika berbisik di telinga sahabatnya. "Kayaknya lo berdua bakalan jodoh nih. Waktu itu lo yang nolong dia sampai lengan lo luka dan sekarang dia yang nolongin Eyang dan lengannya juga luka."

Ali diam saja sama sekali tidak merespon bisikan sahabatnya hanya tatapan pria itu semakin fokus dan dalam pada sosok cantik yang terlihat tidak nyaman karena di kerumuni oleh keluarganya.

"Ekhem!" Suara deheman Ali membuat semua mata tertuju pada pria itu termasuk Prilly, bola mata gadis itu hampir melompat keluar saat melihat Ali yang kini berdiri tepat di sebelah Ibu Maya.

"Eh Prilly kenalin nak ini cucu kesayangan Eyang namanya Ali." Maya memeluk lengan cucunya dengan begitu ceria sementara Prilly nyaris lupa bernafas ketika matanya dan beradu tatap dengan mata elang pria tampan didepannya ini.

Jadi namanya Ali?

*****

My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang