Menjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal.
Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari-hari dengan puluhan soal ujian sudah Malika lalui. Hari ini adalah hari terakhir ujian sekolah untuk kenaikan kelas, yang mana menandakan waktu kepindahan Malika sudah di depan mata.
Teman-teman sekelas Malika sudah banyak yang tahu. Mereka cukup sedih mendengar kabar tersebut, bahkan ada yang terang-terangan menangis dan memeluk Malika begitu mendengar kabar tersebut. Jujur saja, hal itu membuat hati Malika semakin berat untuk pergi. Namun, keputusan Malika sudah bulat.
Selama seminggu ini, Malika masih belum bisa berkomunikasi dengan Ocha. Gadis itu masih mengabaikan Malika seperti terakhir kali. Makanya, ketika jam istirahat Malika hanya makan sendiri di meja seperti saat ini.
Gadis itu sibuk membaca materi untuk menyiapkan ujian terakhir sambil menyuap makan siang. Karena terlalu fokus, Malika sampai tak menyadari bahwa dari tadi ada seseorang yang berdiri di sampingnya.
"Malika," panggil Saka pelan.
Malika sontak menoleh, sedikit mengerutkan kening. Bukannya apa, Malika bingung menjelaskan. Hubungan Malika dengan Saka menjadi sangat renggang sebab Malika selalu menghindari cowok itu. Malika merasa tak nyaman ketika berada di dekat Saka, sebab cowok itu selalu mengingatkan Malika dengan sosok yang sampai saat ini tidak tahu bagaimana kabarnya.
Malika tak ingin terikat dengan perasaan aneh yang menakutkan dan selalu membuat gadis itu ragu. Maka Malika memilih untuk menjauhi semua hal yang menjadi kemungkinan akan menimbulkan perasaan itu, termasuk Saka.
"Kenapa?" tanya gadis itu akhirnya.
Bukan menjawab, Saka justru menatap lamat sosok Malika. Mata cowok itu memperhatikan setiap bagian dari Malika, lalu terlihat berpikir. Namun, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut cowok itu.
"Kalo nggak ada yang pengen lo omongin, pergi. Gue mau fokus belajar," usir Malika halus.
"Bukan gitu!" Buru-buru Saka bersuara.
Cowok itu memilih menarik kursi di samping agar bisa duduk berhadapan dengan Malika. Ragu-ragu dia berkata, "lo beneran mau pindah, ya?"
Menaikkan sebelah alis, Malika menatap serius Saka. Bukannya cowok itu sudah tahu bahkan sebelum teman sekelas mereka tahu? Saka adalah orang kedua yang tahu setelah Ocha.
"Lo kan udah tahu. Bukannya lo yang kasih tau Lingga?" jawab Malika. Gadis itu tak menatap Saka, dia lebih tertarik dengan buku yang sedang ia baca. Seakan mengabaikan kehadiran Saka.
"Oh, itu emang gue."
Saka diam merenung. Dia tak lagi memperhatikan Malika, sebab takut Malika merasa tak nyaman. Namun, ada satu hal yang masih ingin ia tanyakan.
"Lo—"
"Bel udah bunyi, tuh. Kayaknya lo harus balik ke meja lo," potong Malika cepat.
Maka dari itu, terpaksa Saka bergerak pergi. Sebab bel masuk memang sudah berbunyi. Pertanda ujian terakhir akan dimulai.