❝ Happy Reading ❞
Eksha meringis saat mengunyah potongan cookies pemberian Arkie. Sumpah lidahnya terasa kebas sesaat. Benar-benar sangat asin. Eksha natap Arkie, dia yakin Arkie juga merasa keasinan. Tapi yang herannya, raut muka Arkie sangat lempeng datar tanpa ekspresi apapun. Apa Arkie kebal asin.
"Bangke nih orang kebelet kawin apa gimana" maki Eksha.
Arkie mengambil potongan cookies dari tangan Eksha, dan memasukan kembali ke bekal makan tadi dan menyimpan ke dalam totebagnya.
"Gak usah dimakan." ujar Arkie.
"Ya gue juga kagak mau makan itu"
Arkie mengangguk mengiyakan. Mustahil jika dia tidak merasakan asin.
"Mau minum?" tawar Arkie sambil berdiri dan mengambil totebag itu.
"Lu bawa minum?" Eksha ikutan berdiri.
"Itu air kolam"
"Bangsat lu!" Eksha berdecak kesal. Dia kira Arkie serius menawarinya minum. Arkie hanya terkekeh pelan sambil berjalan meninggalkan Eksha yang masih bersumpah serapa untuk Arkie.
Dengan kesal dia menendang kerikil yang menghalangi jalannya sambil berjalan menuju kelasnya.
Mukanya semakin masam saat mata hazelnya melihat gerombolan geng Ryon berjalan kearahnya.
"Anak mami sendirian aja, kemana 2 pengawalnya" celetuk Ryon sambil menatap remeh kearah Eksha.
Eksha acuh dan melewati mereka dengan santai.
"Cupu banget kalo gaada pengawal nya, kitanya dicuekin" sahut Ryon lagi.
Langkah Eksha terhenti. Emosinya tersulut. Dia berbalik, menatap satu persatu anggota geng Ryon. Gak begitu banyak hanya 5 orang.
Eksha terdiam, apa dia ingin menanggapi atau membiarkan mereka begitu saja. Sejujurnya dia gaada mood untuk meladeni Ryon and the geng. Mau tidur aja rasanya.
Tapi dia juga tidak ingin dianggap remeh oleh curut-curut bau di depannya ini.
"Mau lu apa sih?" ujar Eksha sambil menyilangkan tangannya.
"Gue mau lu." jawab Ryon dengan seringai diwajahnya.
"Gak usah basa basi bangsat deh"
Ryon mendekat kearah Eksha. Dipandanginya wajah Eksha dengan seringai seperti pedofil. Tapi juga namanya Eksha, gak bakal gencar kalo cuma ditatap seperti itu. Malah sebaliknya, dia melayangkan tatapan menantang.
"Bayarin sirkuit buat 3 orang" final Ryon.
Ryon sebenarnya adalah teman lamanya Eksha. Karena Ryon bermuka dua dan sering menjadi mata-mata geng lain. Hubungan pertemanan mereka kandas begitu saja. Awalnya Eksha memang membenci sifat Ryon. Tapi dia selalu ingat, Ryon dulunya adalah teman yang selalu membantu nya meski harus ada imbalannya.
Seperti sekarang, jika Ryon membutuhkan Eksha pasti tanpa rasa malu dia segera menemui Eksha. Padahal Eksha sendiri tau, Ryon hanya datang ke dia jika membutuhkan uang saja.
"Sirkuit mana?" tanya Eksha.
"Biasa lah"
"Nanti gue transfer" senyum Ryon dan kawan-kawannya mengembangkan begitu saja saat mendengar kata transfer. Bukan tanpa sebab Eksha melakukan ini, saking cintanya dengan motor atau dunia balap. Dia tidak segan-segan mengeluarkan uang berapapun nominalnya untuk hobinya. Itu berlaku untuk siapa pun yang dia kenal. Mau musuh atau kawannya, dia biasa membantu untuk mengembangkan hobi bersama. Yaitu balap motor.
"Thanks" Ryon mengusak-usak rambut blonde Eksha sambil tersenyum lebar, kemudian pergi.
"Bangsat lah!" maki Eksha sambil merapikan tatanan rambutnya.
:+
Bell pelajaran sudah dimulai. Eksha mendapatkan kabar jika guru pelajaran seni budaya tidak bisa hadir. Ini kesempatan Eksha buat tidur di UKS. Dengan langkah gontai dia menyusuri koridor yang sepi. Jelas sepi kebanyakan kelas juga masih berlangsung pembelajaran.
Belum sempat langkah kakinya mencapai tujuan. Lagi-lagi, Eksha bertemu makhluk yang semakin lama semakin menyebalkan menurut Eksha.
"Mau kemana?" suara bariton milik Arkie menyapu pendengaran Eksha.
"UKS"
"Sakit?" Arkie berdiri didepan Eksha sambil menelisik tubuh serta wajah Eksha. Dia pikir ada luka di sana. Tentu saja tatapan mengintimidasi Arkie membuat Eksha tidak nyaman.
"Kagak! Gue mau tidur!" Eksha menyenggol pelan bahu Arkie, pipinya lagi-lagi memanas. Dengan langkah cepat dia harus segera sampai ke UKS.
Kayaknya dia punya penyakit demam di pipinya. Selalu aja rasanya panas.
Sampai di UKS, dia langsung menuju ranjang dengan kasur keras dan berdenyit itu. Merebahkan diri disana sambil menatap langit-langit UKS. Untungnya petugas PMR sedang tidak berjaga. Ini keberuntungan Eksha tanpa harus membuat alibi jika dia datang ke UKS hanya untuk tidur.
Belum matanya terpejam, pintu UKS terdengar terbuka. Eksha meliriknya. Arkie lagi. Kenapa sih dia selalu mengikuti Eksha kemanapun.
Eksha cuma takut demam di pipinya kambuh lagi. Itu gak enak soalnya, panas.
Arkie berjalan mendekati ranjang Eksha. Dengan buru-buru Eksha memejamkan matanya, untuk berpura-pura tidur. Dia ingin Arkie cepat pergi dari sini sebelum demam dipipinya semakin menjadi-jadi.
"Tidur ya?" ujar Arkie.
Eksha menahan nafasnya, sumpah situasi seperti ini sangat menegangkan.
"Yaudah kalo tidur, gue cuma nganterin minum."
"Supaya rasa asin tadi ilang"
Eksha mendengar semua ucapan Arkie. Mati-matian agar dia bisa menahan senyumnya. Jadi, Arkie hanya mendatangi nya untuk memberikan minum sebagai ganti rasa cookies garam tadi. Meski rasa asin tersebut sudah sepenuhnya hilang, tapi gapapa. Eksha merasa cukup senang.
Hening.
Arkie hanya diam memandangi tubuh yang terbaring di ranjang ini. Senyuman tipis kembali tertorehkan di bibir nya.
Eksha semakin panik, kok tidak ada suara lagi? apa Arkie udah pergi. Kalo udah pergi seharusnya ada suara pintupintu ketutup. Mampus deh.
Dengan ragu dia membuka matanya. Dan terlonjak kaget saat Arkie masih diposisi yang sama yaitu memandangi nya dengan tatapan yang sulit Eksha mengerti.
"Nyenyak tidurnya?" goda Arkie
tbc... voment + follow
✎ nv -20/12/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ✔️
Teen Fiction⚠️ BL "Gue miskin, Sha." -Arkie Wibowo. "Gue bisa ngasih lu apapun." -Eksha Maliksya. "Gue gak punya hal yang bisa dibanggain." -Arkie Wibowo. "Gue selalu bangga sama lu." Eksha Maliksya. Kisah anak pemilik sekolah yang selalu bergelimang harta dan...