38. Kejujuran

24.7K 2.2K 46
                                    

Happy Reading

Eksha menyodorkan tangan kanannya serta tangan kirinya mengusap pipinya yang masih basah karena air matanya. Arkie tersenyum dan merogoh kantong celana jerseynya. Dan mengeluarkan sebuah gelang dari batok kelapa.

Dipegangnya pergelangan Eksha kemudian dengan lembut dia memakainya gelang tersebut ke tangan Eksha.

"Maaf cuma bisa ngasih ini dulu, kalo ada uang bakal gue ganti sama yang jauh lebih bagus" Arkie tersenyum dengan menatap lekat netra coklat yang manis itu. Serta tangannya yang tidak tinggal diam, digenggamnya tangan Eksha.

Eksha terkesima sambil melihat pergelangan tangannya yang sudah terpasang gelang pemberian Arkie. Dia bahkan tidak mempermasalahkan berapapun harganya. Hatinya menghangat ketika dengan tulus Arkie memberikan gelang ini padanya.

"Makasih" ucap Eksha dengan malu.

Arkie melihat raut muka Eksha yang terlihat malu. Sungguh dia merasa tidak sanggup menahan untuk tidak mencium kekasihnya. Hingga dengan kecepatan kilat, Arkie berhasil mencuri kecupan di pipi Eksha.

Eksha melotot sambil menoleh kanan kiri, takut jika ada Eyang atau dua anak kecil tadi melihatnya.

"Nanti diliat Eyang Kieeee." geram Eksha, padahal dia menahan salting dari tadi.

Arkie hanya terkekeh pelan. Dicubitnya pipi Eksha yang mulai memerah. Lalu dia berdiri.

"Gue mau bantuin Eyang bentar yaa. Mawar Melati sini dek.." panggil Arkie.

Dua anak perempuan tadi langsung berlari ketika mendengar suara Arkie memanggilnya. Binar di mata mereka bagaikan bintang yang gemerlap. Eksha yang melihat interaksi Arkie dengan dua ponakannya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.

"Temenin kakak ini bentar yaa. Kak Arkie mau bantuin Eyang." ucap Arkie kepada dua ponakannya.

"SIAP KAK!"

"KAK ESA BISA GAMBAR GAK?"

"Kak! Kak! lihat Melati gambar bunga. Bagus gak?"

Arkie tersenyum tipis berjalan dari sana untuk membantu Eyang dibelakang. Meninggalkan Eksha yang masih kebingungan bagaimana bermain dengan anak kecil seperti Mawar dan Melati.

Di sisi lain Arkie membantu Eyang untuk mengupas kelapa.

"Kie, itu siapa kamu? temen? " tanya Eyang tiba-tiba sambil duduk dikursi kayu.

Arkie menghentikan kegiatannya. Dan meletakkan pisau besar tadi di sebelahnya, kemudian dia berbalik menghadap ke Eyang.

"Bukan, Eyang. Itu Eksha yang udah banyak banget bantuin Arkie. " terang Arkie.

"Pacar kamu?" tebak Eyang.

Sontak Arkie terkejut. Dan dia menunduk. Arkie sebenarnya ingin sekali menunjukkan ke semua orang bahwa Eksha itu pacarnya, dunianya, kesayangannya. Cuma balik lagi, ini Indonesia. Negara yang menolak hal tersebut. Jadi mereka hanya bisa bersembunyi-sembunyi.

"Iya Eyang" lirih Arkie sambil menunduk.

"Arkie, kamu tau kan hal itu salah.."

Arkie mengangguk, benar saja apa yang terlintas dalam benaknya barusan. Eyang pasti tidak akan setuju dengan kenyataan itu. Dia juga takut Eyang akan memarahi Eksha. Padahal dirinyalah yang memulai semua ini.

"Cuma Eyang bisa apa Kie. Arkie seneng bareng Eksha?"

"Arkie seneng banget bareng Eksha, Eyang. Dari banyaknya orang di sekolah. Cuma Eksha yang berani ngajak omong Arkie duluan. Eksha beda dari sekian banyak orang. Orang tuanya, kakaknya, neneknya baik banget sama Arkie. Bahagia Arkie ya cuma Eksha, Eyang." tutur Arkie sambil menatap wajah keriput sang Eyang.

"Ini jalan yang Arkie pilih, Eyang gak bisa ikut campur dalam urusan kalian. Kalo Arkie udah nemu titik kebahagiaan dalam hidup yaitu bareng dia. Eyang juga ikut bahagia. Cuma satu pesan Eyang, hubungan kayak gitu gak gampang. Liat Mawar sama Melati sekarang, dia korban dari ayahnya sendiri. Eyang harap, jangan libatkan orang lain manapun dihubungan kalian. Eyang seneng banget ngelihat Arkie udah tambah dewasa dan mau jujur dengan Eyang."

"Bahagiakan Eksha layak Ibumu dulu ngebahagiain kamu. Mereka mirip, tampang galak namun hati selembut kapas. Itu pesen Eyang ya Kie" imbuh Eyang dengan tersenyum.

Arkie ikut tersenyum. Dia bisa bernapas lega, tentunya rasa senang menggembara di dalam hatinya. Satu-satunya keluarga yang miliki sekarang, mampu percaya kepadanya.

Tak selang berapa lama. Arkie dan Eyang kembali ke depan. Eksha dan kedua ponakan Arkie terlihat tertawa bersama. Mereka sudah akrab, layaknya kawan. Hal tersebut tentu membuat Eyang maupun Arkie ikut tersenyum.

"Eksha ini Eyang bikin kue mutiara. Dimakan yaa, diabisin kalo perlu."

Eksha menghentikan tertawanya lalu tersenyum dan mengangguk. Tinggal di rumah kayu dengan ditemani suara tawa dari dua anak kecil ini. Membuat perasaan tenang menyelimuti hatinya.

"Mawar Melati, ayo tidur siang nak. Nanti ada bu Mila mau kesini kan?" ujar Eyang sambil mengajak kedua cucunya untuk masuk ke dalam kamar.

"Aku masih mau sama kak Arkie dan kakak lucu ini!" tolak Melati.

"Mawar juga mau disini Eyang"

"Loh kak Arkie sama kak Eksha juga bakal tidur siang kan?" Eyang mengedipkan matanya untuk memberi kode kepada mereka agar mereka mengangguk.

Syukurnya Arkie maupun Eksha sadar dengan kode itu, Mereka mengangguk, hingga dua anak kecil tadi merengut kesal namun mereka beranjak menuju kamarnya. 

"Biasalah anak kecil perlu dibujuk dulu. Eyang tinggal kelonin mereka ya, kalian kalo mau makan ambil di belakang aja" Ujar Eyang sambil berjalan menuju kamar.

Setelah Eyang dan kedua cucunya pergi dari ruang tamu. Arkie menghampiri Eksha dan duduk disebelahnya. Tangannya tergerak untuk mengambil buah kelapa yang dia kupas tadi, lalu menyodorkan ke mulut Eksha.

"Kata Eyang kelapa sehat buat orang yang lagi sakit." ujar Arkie dengan lembut.

Eksha menegak beberapa kali air kelapa itu. Rasa segar langsung memenuhi tenggorokannya.

Arkie tersenyum tipis dan ikut meminum dari sedotan yang sama. Lalu dia letakkan buah kelapa itu dimeja. Tangannya terulur lagi untuk mengambil kue yang masih terbungkus daun pisang.

Dibukanya dengan telaten daun yang membungkus kue itu, kemudian di tiupnya beberapa kali kue mutiara merah itu. Dan menyodorkannya lagi ke mulut Eksha.

"Lu belum makan siang, coba makan ini dulu.."

"Hati-hati masih panas banget"

tbc... voment + follow

✎ nv -28/01/24

Enchanted ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang